Monday 26 March 2012

Lene Marlin - Disguise

Ini adalah sebuah lagu soundtrack drama taiwan berjudul "Twins 100% Senorita". Memang drama ini sudah tayang beberapa tahun yang lalu. Tapi, karena tidak sengaja dengar lagu ini lagi, jadi ingin tahu makna dibalik lagu ini. Ternyata, lagu ini punya makna yang bagus banget!
Check this out!

"Disguise"

Have you ever felt some kind of emptiness inside
You will never measure up, to those people you
Must be strong, can't show them that you're weak
Have you ever told someone something
That's far from the truth
Let them know that you're okay
Just to make them stop
All the wondering, and questions they may have

I'm okay, I really am now
Just needed some time, to figure things out
Not telling lies, I'll be honest with you
Still we don't know what's yet to come

Have you ever seen your face,
In a mirror there's a smile
But inside you're just a mess,
You feel far from good
Need to hide, 'cos they'd never understand
Have you ever had this wish, of being
Somewhere else
To let go of your disguise, all your worries too
And from that moment, then you see things clear

I'm okay, I really am now
Just needed some time, to figure things out
Not telling lies, I'll be honest with you
Still we don't know what's yet to come

Are you waiting for that day when your pain will disappear?
When you know that it's not true what they say about you?
Couldn't care less 'bout the things surrounding you
Ignoring all the voices from my wall

I'm okay, I really am now
Just needed some time
To figure things out
Not telling lies
I'll be honest with you
Still we don't know
What's yet to comeI'm okay, I really am now
Just needed some time
To figure things out
Not telling lies
I'll be honest with you
Still we don't know
What's yet to come
Still we don't know
What's yet to come 
 
Download lagu ini:  
http://www.bursalagu.com/download-mp3/NHNoYXJlZC5jb20.-dGZHMnZGVFMvMDJfZGlzZ3Vpc2Vfb3N0XzEwMF9zZW5vcml0YV90-02_disguise_ost_100_senorita_twins.mp3.html

Saturday 17 March 2012

Sebuah Catatan (3)

Delapan tahun yang lalu adalah saat pertama aku menyukai sesuatu yang berasal dari negeri gingseng, Korea Selatan. Hal itu dimulai dengan kesukaanku dengan drama korea berjudul Full House yang dibintangi oleh Rain dan Song Hye Gyo saat aku masih duduk di bangku SMP. Entah karena menyukai alur ceritanya yang komedi-romantis, atau karena terpesona dengan kecantikan dan ketampanan para pemainnya, atau mungkin karena soundtracknya yang terus terngiang-ngiang di kepalaku, aku menjadi sangat menyukai drama itu. Itulah awal mula aku jadi kecanduan dengan segala sesuatu yang berbau Korea.
Kemudian aku mulai mencari tahu tentang pemain drama itu, Rain. Aku menemukan bahwa ternyata dia adalah seorang penyanyi. Dan lagu korea pertama yang langsung membuatku jatuh cinta tidak lain adalah lagunya yang berjudul “It’s raining”. Semenjak itu aku mulai mendengarkan lagu-lagu korea yang dinyanyikan olehnya dan penyanyi solo lainnya, seperti Se7en dan BoA.
Lalu aku mulai mendengar tentang adanya grup penyanyi yang dikenal dengan sebutan boy band di Korea. Aku pun mulai mencari tahu dan menemukan Super Junior. Super Junior yang beranggota 13 orang dengan lagu menarik berjudul “U”. Aku pun mulai mendengarkan lagu-lagu yang dibawakan oleh Super Junior dan menyukai seorang personilnya yang bernama Kim Ki Bum yang lucu dan imut.
Big Bang adalah boyband kedua yang menyihir mata dan pendengaranku. Menurutku, Big Bang adalah boyband Korea yang paling, sangat, amat keren. Setiap melihat judul lagu dari Big Bang di internet, aku langsung mengunduhnya. Ya, aku mengunduhnya walaupun judul lagu itu masih sangat asing dan aku belum pernah mendengarnya sebelumnya. Hal itu dikarenakan keyakinanku bahwa setiap lagu yang dibuat Big Bang pasti bagus. Itu benar. Aku pun menyukai Big Bang melebihi kesukaanku pada Super Junior. I’m ELF, but I’m VIP too...
Saat ini, saat di Indonesia sedang booming boomingnya dengan boyband dan K-Pop, aku merasa bangga. Kenapa? Ya, karena aku telah menjadi K-Pop Lovers sejak dahulu, delapan tahun yang lalu, saat hanya sebagian kecil orang yang membicarakannya di Indonesia. I’m K-Pop Lovers and I’m proud...
Kecintaanku pada K-Pop membuatku juga menyukai Korea. Bahasa, budaya, makanan, dan tempat wisata yang sering muncul dalam drama membuatku bermimpi suatu saat aku bisa berkunjung ke sana. Sekadar berkunjung, karena walaupun aku sangat menyukai Korea, tapi aku masih lebih bangga menjadi warga negara Indonesia.
Aku mencintai Indonesia tidak seperti aku mencintai Korea. Aku mencintai Korea karena segala keunikan dan daya tariknya. Tapi aku mencintai Indonesia apa adanya, meski Indonesia memiliki  berbagai masalah yang tak kunjung usai, meski Indonesia memiliki banyak warga yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan meski pendidikan di Indonesia masih kalah dari negeri tetangga, Malaysia. Aku bangga menjadi warga Indonesia dan berharap suatu saat dapat memberikan sumbangsingku pada negeri ini untuk memajukan Indonesia. Itulah salah satu alasanku ingin menjadi seorang guru.
Indonesia, Korea, I Like it all...

Sebuah Catatan (2)


Aku terjatuh. Entah untuk yang keberapa kalinya. Tanpa harapan, tanpa impian. Hanya menjadi seseorang yang menjadikan bernafas sebagai pekerjaan utama. Memang bukan salah siapa-siapa. Hanya diriku yang terlalu takut menatap dunia.
Lalu datanglah seorang pejuang pendidikan yang telah banyak makan asam garam kehidupan. Ada satu kalimat yang dikatakannya yang membuatku memandang dunia ini dengan cara yang berbeda. “Jangan malu, jangan takut. Be confident, but not over confident.” Itulah kalimat yang membangkitkan naluri ingin tahuku. Kalimat yang seperti batu membentur dan memecahkan cangkang persembunyianku.
Selama ini aku terlalu pesimis menatap dunia dan berpikir bahwa aku bukan apa-apa dan tidak bisa apa-apa. Aku terlalu takut untuk keluar dan bersaing merebut masa depan cemerlang. Tapi kalimat itu membuatku berpikir, tidak seharusnya aku malu, karena setiap manusia telah diciptakan dengan sejuta kompetensi yang menunggu untuk digunakan. Tidak seharusnya aku takut, karena siapapun tidak akan pernah tahu sebelum mencoba. Be confident, but not over confident.
Aku sadar, aku adalah manusia yang dibekali akal oleh sang pencipta. Manusia yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk hidup yang lain. Maka tidak seharusnya aku bersembunyi dan selalu berada di zona aman. Aku harus meneriakkan pada dunia bahwa aku bisa dan mengambil sebanyak mungkin kesempatan!
Jangan malu, jangan takut. Be confident, but not over confident.
Fighting!

Tuesday 13 March 2012

Sebuah Catatan

Suatu hari, aku pernah bertanya pada seorang teman. "Kalau dilahirkan kembali, kau mau jadi siapa? Kalau aku mau jadi artis korea" ucapku. Dia terdiam sejenak, lalu berkata, "Kalau aku memilih lebih baik tidak dilahirkan.". Dari perkataannya itulah aku mulai berpikir. Ya, seandainya aku tidak pernah lahir di muka bumi ini, tentu aku tidak perlu menderita. Tidak perlu merasa sendiri. Tidak perlu sakit. Tidak perlu memikirkan masa lalu dan masa depan. Dan yang paling penting, aku tidak akan memiliki dosa yang nantinya akan membawaku ke neraka. Seandainya aku tidak pernah dilahirkan di muka bumi.
Terkadang sulitnya hidup membuatku ingin mengakhiri hidup. Apalagi jika melihat orang-orang yang hidupnya tidak sesulit diriku. Orang yang hidup dengan mudah. Aku mulai cemburu, merasa Tuhan tidak adil dengan menuliskan garis hidup yang begitu dramatik bagiku. Menempatkanku di tempat yang paling buruk tanpa seseorangpun yang menemaniku. Aku ingin lari.
Tapi kemudian aku sadar, seandainya aku tidak pernah lahir di muka bumi ini, aku tidak akan merasakan cinta seorang ibu. Aku tidak akan merasakan cinta dari ayah, kakak, dan adikku. Aku terlalu egois untuk memikirkan kemalanganku sendiri tanpa menyadari bahwa dilahirkan di dalam keluarga yang hangat seperti ini sudah merupakan karunia terbesar yang Tuhan berikan padaku. 
Kini, aku akan menjalani hidup ini dengan penuh rasa syukur akan apa yang telah diberikan Tuhan padaku.
Alhamdulilah.

Tuesday 6 March 2012

Hakikat Pengajaran

A. Hakikat Kegiatan Belajar – Mengajar
Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah anak didik. Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik. Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah 'perubahan', maka hakikat belajar mengajar adalah proses 'pengaturan' yang dilakukan oleh guru.

B. Pengertian Strategi Belajar Mengajar

Istilah strategi berasal dari kata strategos (Yunani) yang berarti keseluruhan usaha, termasuk perencanaan, cara, taktik yang digunakan militer untuk mencapai kemenangan dalam perang, siasat perang (Oemar Hamalik, 1986).
Strategi Belajar-Mengajar dapat diartikan sebagai berikut:
1.     Pola umum atau karakteristik abstrak dari rentetan perbuatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar (disebut juga prosedur instruksional, Raka Joni, 1980).
2.    Rencana menyeluruh mengenai perbuatan belajar-mengajar yang serasi bagi pencapaian tujuan pengajaran (disebut strategies of instruction oleh Ivor Karina Davies, 1981:17).
3.    Strategi belajar mengajar adalah kegiatan guru dalam proses belajar mengajar yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada siswa agar dapat mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan. Strategi belajar mengajar yang baik adalah yang dapat menjamin tercapainya tujuan pengajaran yang efektif, efisien, dan ekonomis serta dapat meningkatkan keterlibatan siswa baik secara intelektual maupun fisik.

C. Jenis Strategi Pembelajaran
1.     Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction). Pembelajaran langsung adalah istilah yang sering digunakan untuk teknik pembelajaran Ekspositoris , atau teknik penyampaian semacam kuliah (sering juga digunakan istilah “chalk and talk ”).  Strategi pembelajaran langsung merupakan bentuk dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam staretgi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur. Diharapkan apa yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah dan demonstrasi merupakan bentuk-bentuk strategi pembelajaran langsung.
2.    Strategi Pembelajaran Cooperative Learning. Cooperative Learning adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses kerja sama dalam suatu kelompok yang biasa terdiri atas 3 sampai 5 orang siswa untuk mempelajari suatu materi akademik yang spesifik sampai tuntas. Melalui Cooperative Learning   siswa didorong untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya.        
3.    Strategi Pembelajaran Problem Solving. Mengajar memecahkan masalah berbeda dengan penggunaan pemecahan masalah sebagai suatu strategi pembelajaran. Mengajar memecahkan masalah adalah mengajar bagaimana siswa memecahkan suatu persoalan, misalkan memecahkan soal-soal matematika. Sedangkan strategi pembelajaran pemecahan masalah adalah teknik untuk membantu siswa agar memahami dan menguasai materi pembelajaran dengan menggunakan strategi pemecahan masalah.
4.    Strategi Mengulang. Strategi mengulang sederhana digunakan untuk sekedar membaca ulang materi tertentu untuk menghafal saja. Memori yang sudah ada di pikiran dimunculkan kembali untuk kepentingan jangka pendek, seketika, dan sederhana.   Penyerapan bahan belajar yang lebih kompleks memerlukan strategi mengulang kompleks. Menggarisbawahi ide-ide kunci, membuat catatan pinggir, dan menuliskan kembali inti informasi yang telah diterima merupakan bagian dari mengulang kompleks. Strategi tersebut tentunya perlu diajarkan ke siswa agar terbiasa dengan cara demikian.
5.    Strategi Elaborasi. Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna. Dengan strategi elaborasi, pengkodean lebih mudah dilakukan dan lebih memberikan kepastian. Strategi elaborasi membantu pemindahan informasi baru dari memori di otak yang bersifat jangka pendek ke jangka panjang dengan menciptakan hubungan dan gabungan antara informasi baru dengan yang pernah ada.
6.    Strategi Organisasi. Strategi organisasi membantu pelaku belajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru dengan struktur pengorganisasian baru. Strategi organisasi terdiri atas pengelompokan ulang ide-ide atau istilah menjadi subset yang lebih kecil. Strategi tersebut juga berperan sebagai pengindentifikasian ide-ide atau fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar.

D. Konsep Belajar-Mengajar

1. Makna Belajar

Belajar merupakan kegiatan esensial dalam pengajaran, juga terkait dengan berbagai faktor yang dapat memberikan perubahan pada siswa. Faktor siswa, guru serta faktor lingkungan secara menyeluruh merupakan faktor-faktor yang berpengaruh. Menurut T. Raka Joni (1981) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh matangnya seseorang atau perubahan yang bersifat temporer. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan individu dan menyebabkan adanya perubahan tingkah laku sebagai responden terhadap lingkungan, baik langsung ataupun tidak langsung.



2. Tujuan Belajar
Tujuan belajar adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
3. Teori Belajar
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme.
Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical conditioning, John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect), dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning.
Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi fokus baru mereka.
Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.

Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain, ”belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Guru bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realstis.

4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Wasty Soemanto (2003:113) dalam belajar, banyak sekali faktor yang mempengaruhi belajar namun dari sekian banyaknya faktor yang mempengaruhi belajar, hanya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu:
  1. Faktor-faktor stimuli belajar : Stimuli belajar adalah segala hal di luar individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau pembuatan belajar, misalnya panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat ringannya tugas, suasana lingkungan eksternal.
  2. Faktor-faktor metode belajar : Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh si pelajar maka metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar, misalnya tentang kegiatan berlatih atau praktek, menghafal atau menginggat, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, bimbingan dalam belajar.
  3. Faktor-faktor individual : Faktor-faktor individual juga sangat besar penggaruhnya terhadap belajar seseorang, misalnya tentang kematangan individu, usia, perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, motivasi, kondisi kesehatan.
5. Mengajar dan Mendidik
Mendidik sering dimaknai sama dengan mengajar. Sebenarnya, makna mendidik lebih luas maknanya dibandingkan dengan mengajar. Mendidik dapat dilakukan dengan cara mengajar. Tetapi mengajar di dalam kelas, sebagai misal, tidak selalu sebagai proses untuk mendidik. Terdapat perbedaan mendasar antara mendidik dan mengajar, beberapa orang mungkin terjebak antara definisi mendidik dengan mengajar. Padahal, terdapat perbedaan yang mendasar antara keduanya. Mengajar merupakan kegiatan teknis keseharian seorang guru. Semua persiapan guru untuk mengajar bersifat teknis. Hasilnya juga dapat diukur dengan instrumen perubahan perilaku yang bersifat verbalistis. Tidak seluruh pendidikan adalah pembelajaran, sebaliknya tidak semua pembelajaran adalah pendidikan. Perbedaan antara mendidik dan mengajar sangat tipis, secara sederhana dapat dikatakan mengajar yang baik adalah mendidik. Dengan kata lain mendidik dapat menggunakan proses mengajar sebagai sarana untuk mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan
Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka jangka menengah atau jangka panjang. Hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam waktu dekat atau secara instan. Pendidikan merupakan kegiatan integratif olah pikir, olah rasa, dan olah karsa yang bersinergi dengan perkembangan tingkat penalaran peserta didik.
Mengajar yang diikuti oleh kegiatan belajar-mengajar secara bersinergi sehingga materi yang disampaikan dapat meningkatkan wawasan keilmuwan, tumbuhnya keterampilan dan menghasilkan peru bahan sikap mental/kepribadian, sesuai dengan nilai-nilai absolute dan nilai-nilai nisbi yang berlaku di lingkungan masyarakat dan bangsa bagi anak didik adalah kegiatan mendidik. Mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap mental/kepribadian bagi anak didik , sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia.
Tidak setiap guru mampu mendidik walaupun ia pandai mengajar, untuk menjadi pendidik guru tidak cukup menguasai materi dan keterampilan mengajar saja, tetapi perlu memahami dasar-dasar agama dan norma-norma dalam masyarakat, sehingga guru dalam pembelajaran mampu menghubungkan materi yang disampaikannya dengan sikap dan kepribadian yang harus tumbuh sesuai dengan ajaran agama dan norma-norma dalam masyarakat.

Puisi: Bodoh

BODOH


Sepasang bola mata tenggelam dalam perihnya luka

Jejak-jejak langkah menari di panggung sandiwara

Setiap bibir merekah, tertawa renyah

Meluncurkan kata-kata hina tanpa rasa


Bodoh,

Perut mereka sudah kenyang oleh kotoran

Tubuh mereka sudah wangi oleh sampah

Namun mereka tetap tertawa renyah

Menindas tubuh rakyat dengan kekuasaan


Bodoh,

Mereka percaya Tuhan ada

Mereka percaya dunia fana

Namun mereka tetap tertawa renyah

Seakan hidup tiada akhirnya


Bodoh...

Pendidikan Anak Luar Biasa

A. Mengenal Anak Luar Biasa

1. Pengertian Anak Luar Biasa

Ada tiga pengertian tentang anak luar biasa yang sering membingungkan, yaitu: (a) pengertian tentang anak cacat atau anak yang menyandang ketunaan, (b) pengertian tentang anak luar biasa atau anak berkelainan, dan (c) pengertian anak berkebutuhan khusus.

Kerancuan untuk membedakan ketiga pengertian tersebut timbul karena yang diamati oleh masyarakat pada umumnya adalah penyelenggaraan pendidikan luar biasa berlangsung di Sekolah Luar Biasa (SLB/SDLB) dan anak-anak yang berada di sekolah semacam itu umumnya adalah anak cacat atau anak yang menyandang ketunaan. Padahal, anak luar biasa, anak berkelainan, atau anak berkebutuhan khusus memiliki arti generik, di dalamnya mencakup anak cacat atau anak penyandang ketunaan yang memerlukan pelayanan khusus.

Kirk dan Gallager (1979) mengemukakan definisi anak luar biasa sebagai anak yang menyimpang dari rata-rata normal dalam; karakteristik mental, kemampuan sensoris, karakteristik neurotik atau fisik, perilaku sosial atau kemampuan berkomunikasi, dan gangguan dari variabel tersebut. Karena penyimpangan tersebut, maka anak luar biasa memerlukan modifikasi pelaksanaan sekolah dalam bentuk pelayanan pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa (special education), untuk mengembangkan kapasitasnya (potensinya) secara maksimum.

2. Klasifikasi Anak Luar Biasa

Untuk keperluan pembelajaran Kirk dan Gallager (1979) mengklasifikasikan anak luar biasa ke dalam lima kelompok, yaitu:

a. Kelainan mental, meliputi anak-anak yang memiliki kapasitas intelektual luar biasa tinggi dan yang lamban dalam belajar.

b. Kelainan sensorik, meliputi anak-anak dengan kerusakan pendengaran dan kerusakan penglihatan.

c. Gangguan komunikasi, meliputi anak-anak dengan kesulitan belajar dan gangguan dalam bicara dan bahasa.

d. Gangguan perilaku, meliputi gangguan emosional dan ketidaksesuaian perilaku sosial atau tunalaras.

e. Tuna ganda atau cacat berat, meliputi macam-macam kombinasi kecatatan seperti cerebral palsy dengan tunagrahita, tunanetra dengan tunagrahita dan sebagainya.

B. Konsep Dasar Ortopedagogik

1. Pengertian dan Jenis Ortopedagogik

Ortopedagogik merupakan cabang dari ilmu pendidikan umum atau pedagogik umum yang di Indonesia biasa disebut pendidikan bagi anak luar biasa atau pendidikan luar biasa. Ortopedagogik sering dibagi dua macam, yaitu ortopedagogik umum dan ortopedagogik khusus. Ortopedagogik umum berkenaan dengan pendidikan bagi anak luar biasa pada umumnya, sedangkan ortopedagogik khusus berkenaan dengan pendidikan bagi tiap jenis anak luar biasa.

2. Ortopedagogik sebagai Aplikasi Teori-teori Ilmu Lain

Pada mulanya ortopedagogik bukan merupakan suatu disiplin ilmu karena hanya merupakan aplikasi dari teori-teori disiplin ilmu tertentu, terutama ilmu kedokteran dan psikologi. Nama ortopedagogik dalam ilmu kedokteran dan psikologi hanya sebagai teknik penyembuhan yang bersifat mendidik yang diarahkan hanya pada usaha-usaha penyembuhan bagi anak-anak luar biasa yang tergolong cacat atau penyandang ketunaan, seperti tunagrahita, tunarungu, tunadaksa, tunanetra, dan sebagainya.

3. Ortopedagogik sebagai Bagian Pedagogik

Bidang telaah atau objek formal ilmu pendidikan atau pedagogik adalah situasi pendidikan anak untuk mencapai kedewasaan. Usaha memecahkan masalah pendidikan, khususnya pendidikan untuk anak luar biasa yang tergolong penyandang ketunaan, yang belum terintegrasi menyebabkan banyak ilmuan pendidikan merasa tidak puas. Ketidakpuasan tersebut mendorong dimasukkannya ortopedagogik yang semula hanya dipandang sebagai teknik penyembuhan medik-psikologi ke dalam didiplin ilmu pendidikan. Dalam ilmu pendidikan, anak baik yang normal maupun yang tergolong luar biasa, diasumsikan sebagai makhluk yang perlu dididik dan dapat dididik.

4. Ortopedagogik sebagai Disiplin Ilmu yang Otonom

Seperti halnya disiplin ilmu lain,ilmu pendidikan juga berkembang dengan pesat. Perkembangan yang sangat pesat tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan dari para ilmuan untuk melakukan spesialisasi telaah keahliannya agar diperoleh tingkat analisis yang lebih tajam dan lebih seksama. Kecanderungan semacam itu juga melanda para ilmuan dalam bidang pendidikan bagi anak luar biasa untuk menjadikan ortopedagogik sebagai disiplin ilmu yang otonom.

5. Ilmu-ilmu Penunjang Ortopedagogik

Ilmu penunjang ortopedagogik adalah didiplin ilmu yang memungkinkan untuk menjalin kerja sama multidisipliner dengan ortopedagogik dalam memecahkan masalah pendidikan akan luar biasa. Melalui pendekatan multidisipliner analisis masalah pendidikan luar biasa menjadi lebih tajam sehingga pemecahan masalah tersebut diharapkan menjadi lebih efektif. Berbagai didiplin ilmu yang sering terlibat dalam kerjasama multidisipliner untuk memecahkan masalah pendidikan anak luar biasa adalah ilmu kedokteran, biologi, psikologi, dan sosiologi.

C. Landasan dan Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa

1. Landasan

Ada empat landasan yang menjadi bahasan pada bagian ini, yaitu:

a. Landasan idiil atau filosofis

Pendidikan umumnya mencerminkan pandangan atau filsafat hidup suatu masyarakat. Di bawah pandangan liberal seperti di Amerika Serikat, eksistensi manusia adalah untuk mencapai kesejahteraan individual. Oleh karena itu, pendidikan diorganisasikan terutama untuk mencapai tujuan akhir eksistensi manusia semacam itu. Meskipun pandangan tersebut telah digunakan oleh para pendiri nagara Amerika Serikat untuk menandai adanya kesamaan manusia, pandangan tersebut telah diiterprestasikan sebagai kasamaaan untuk memperoleh kesempatan pendidikan. Dengan demikian, setiap anak, apakah normal atau luar biasa, berhak memperoleh bantuan dalam pendidikan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi kemanusiaannya.

Di negara yang menganut filsafat Pancasila, pendidikan diorganisasikan untuk mencapai tujuan akhir eksistensi manusia, yaitu manusia pancasilais sejati. Tujuan tersebut selaras dengan dasar negara Republik Indonesia, yaitu Pancasila.

b. Landasan Yuridis Formal

Dalam UUD 1945 BAB XII Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pada ayat (2) dinyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan UUD 1945 tersebut maka pada hakikatnya tidak terdapat perbedaan hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran antara warga negara yang normal dan warga negara yang tergolong luar biasa termasuk yang tergolong cacat.

Bertolak dari UUD 1945 BAB XII pasal 31 ayat (2) maka disusunlah Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional atau USPN. Dalam USPN pasal 8 ayat (1) dinyatakan bahwa warga negara yang berkelainan fisik atau mental memperoleh pendidikan luar biasa. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Berdasarkan USPN pasal 8 tersebut maka turunlah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 pada pasal 4, dinyatakan bahwa bentuk satuan pendidikan dasar bagi anak berkelainan adalah SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) dan SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa). Dalam peraturan Pemerintah Nomor 29 pasal 4 disebutkan bahwa bentuk satuan pendidikan menengah bagi anak berkelainan adalah SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa).

c. Landasan Religi

Semua agama tampaknya sangat menekankan pentingnya pendidikan, termasuk pendidikan bagi anak luar biasa. Di Indonesia cukup banyak lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakan atas dasar religi atau agama tertentu. Ada lembaga pendidikan yang diselenggarakan atas dasar agama Islam, Katholik, Kristen, dan sebagainya. Tiap-tiap lembaga pendidikan luar biasa meskipun didirikan atas religi atau agama yang berbeda, tujuannya adalah sama yaitu berusaha mengaktualisasikan semua potensi kemanusiaan yang ada pada peserta didik hingga taraf yang optimal secara terintegrasi.

d. Landasan Empirik

Sebagai disiplin ilmu yang otonom, ortopedagogik melakukan penelitian-penelitian empirik yang hasilnya digunakan sebagai landasan tindakan-tindakan ortopedagogis. Hasil penelitian tentang struktur otak anak berbakat misalnya, dapat digunakan dalam tindakan ortopedagogis tentang bagaimana memberikan pelayanan pandidikan bagi anak berbakat. Hasil pendidikan psikologis tentang anak autisme dapat digunakan sebagai landasan dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak luar biasa jenis autisme tersebut.

2. Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa

a. Perkembangan di Dunia

Menurut Amin dan Dwijosumarto (1997) ada tiga fase perkembangan pendidikan bagi anak berkelainan, yaitu: (a) fase pengabaian, (b) fase pemberian perlindungan, dan (c) fase pemberian pendidikan.

Fase pengabaian terhadap anak luar biasa terjadi pada era sebelum Nabi Isa dilahirkan. Pada zaman Sparta anak yang menyandang ketunaan dibunuh atau dieksploitasi untuk pertunjukan. Sedangkan fase perlindungan terhadap anak yang menyandang ketunaan terjadi pada era sesudah Nabi Isa dilahirkan. Di Cina, perlindungan bagi anak penyandang ketunaan telah dilakukan sejak zaman Confusius, yang menganjurkan agar anak yang menyandang ketunaan tidak dibedakan dari anak-anak pada umumnnya. Di Arab, Nabi Muhammad telah mempelopori penyantunan bagi orang-orang miskin dan memberikan perlakuan lemah lembut dan perlindungan bagi penyandang cacat mental.

Fase pemberian pendidikan bagi anak luar biasa dimulai sekitar tahun 1500 Masehi. Pada dekade pertama abad 19 para pemimpin Amerika menggerakkan penyelenggaraan sekolah berasrama bagi anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, epilepsi, yatim piatu dan sebagainya seperti yang terdapat di Eropa.

b. Perkembangan di Indonesia

Perkembangan pendidikan anak luar biasa di Indonesia pada hakikatnya tidak berbeda dari pendidikan anak luar biasa di dunia. Tempat khusus bagi anak buta, lumpuh, miskin, dan sebagainya didirikan pertama kali oleh raja-raja Jawa setelah masuknya agama Islam. Pendidikan formal pertama untuk anak tunanetra didirikan di Bandung pada tahun 1901 dan disusul oleh sekolah untuk anak-anak Belanda yang tergolong tunagrahita pada tahun 1927.

Setelah Indonesia merdeka, Indonesia mendirikan lembaga pendidikan guru khusus yang dipersiapkan untuk mengajar anak-anak luar biasa yang disebut SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa). Pada dekade enam puluhan di IKIP dan Universitas mulai dibuka Jurusan Pendidikan Luar Biasa atau Jurusan Pendidikan Khusus. Sejak munculnya SGPLB dan jurusan PLB maka mulai banyak bermunculan lembaga-lembaga pendidikan luar biasa baru di seluruh Indonesia.

Sejak dekade tahun sembilan puluhan mulai dirasakan adanya kecenderungan untuk memberikan pelayanan pendidikan bukan hanya kepada anak luar biasa yang tergolong menyandang ketunaan tetapi juga yang berkesulitan belajar dan yang tergolong berbakat.

D. Kecenderungan Baru Pendidikan Anak Luar Biasa

1. Dasar Falsafah Normalisasi

Untuk keperluan pembelajaran, sering dilakukan pengelompokan atas dasar kondisi dan potensi anak. Misalnya, anak tunanetra dikelompokkan dengan anak tunanetra. Pengelompokan anak atas dasar kondisi dan potensi tertentu sering dianggap kurang sesuai dengan pandangan hidup suatu bangsa. Oleh karena itu, banyak yang kurang setuju dengan pendidikan segregatif, yang memisahkan anak luar biasa dari anak normal. Pendidikan segratif dapat menghambat kagiatan saling menolong antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Sehingga dipandang bertentangan dengan maksud penciptaan manusia yang memiliki potensi yang berbeda-beda. Pendidikan yang dipandang sesuai dengan maksud penciptaan manusia adalah pendidikan yang memadukan anak normal dengan anak luar biasa yang memungkinkan mereka dapat berinteraksi.

2. Dasar Operasional Pendidikan Terpadu

Agar anak luar biasa bisa bersosialisasi dengan lebih mudah maka pendidikan bagi mereka perlu diintegrasikan dengan anak-anak normal dalam suatu pendidikan terpadu atau mainstreaming.

Menurut Kauffman, Goutllieb, Agard, dan Kukic, pendidikan terpadu atau mainstreaming adalah suatu program sosial, instruksional, dan temporal anak-anak luar biasa dengan anak-anak normal, yang diukur secara individual, yang memerlukan klasifikasi, tanggung jawab koordinasi dalam penyusunan program oleh tim dari berbagai profesi dan disiplin ilmu. Pendidikan terpadu menuntut tersedianya lingkungan belajar dari yang paling tidak membatasi hingga yang paling membatasi anak perkelainan.

Strategi pendidikan apapun yang diambil hendaknya selalu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Meskipun ada pengelompokan berdasarkan atas kemampuan atau kondisi kelainan, tiap anak memiliki karakteristik individual, dan karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan karakteristik individual tersebut.
  2. Hendaknya dihindari adanya pemisahan penuh antara anak-anak berkelainan dengan anak-anak normal.
  3. Diperlukan seleksi guru yang tepat bagi anak-anak berkelainan.
  4. Pendidikan hendaknya mendorong pertumbuhan dan perkembangan semua potensi anak secara utuh, bukan hanya intelektual tetapi juga fisik, emosi, dan intuisi.

Metode Total Physical Response

A. Latar Belakang Metode Total Physical Response
 
Respon Fisik Total (Total Physical Response) adalah sebuah metode pengajaran bahasa yang dibangun sekitar koordinasi ucapan dan tindakan. Metode ini mencoba untuk mengajar bahasa melalui aktivitas fisik (motor). Dikembangkan oleh James Asher, seorang profesor psikologi di San Jose State University, California, ia mengambil beberapa tradisi, termasuk perkembangan psikologi, teori belajar, dan pendidikan kemanusiaan, seperti halnya pada prosedur pengajaran bahasa yang diusulkan oleh Harold dan Dorothy Palmer pada tahun1925. Mari kita mempertimbangkan secara singkat teladan ini untuk Respon Fisik Total (Total Physical Response).
 
Respon Fisik Total ini terkait dengan “teori jejak” ingatan dalam psikologi (misalnya Kantona 1940) yang menganggap bahwa lebih sering atau lebih intensif sambungan ingatan ditelusuri, semakin kuat asosiasi ingatan dan akan semakin besar kemungkinan hal itu akan diingat kembali. Menyelidiki kembali dapat dilakukan secara verbal (misalnya dengan pengulangan hafalan) dan/atau dalam hubungannya dengan aktivitas motorik. Kegiatan penelusuran gabungan, seperti latihan verbal disertai dengan aktivitas motorik, hal itu meningkatkan kemungkinan mengingat yang sukses.
 
Dalam perkembangannya, Asher melihat keberhasilan orang dewasa dalam belajar bahasa kedua sebagai proses sejajar dengan kemahiran bahasa pertama anak. Dia menyatakan bahwa cara berbicara diarahkan pada anak-anak terdiri dari perintah dasar, dimana anak menanggapi secara fisik sebelum mereka mulai menghasilkan respon verbal. Asher merasa orang dewasa seharusnya merekapitulasi proses dimana anak-anak mendapatkan bahasa ibu mereka.

Asher bersama-sama dengan sekolah psikologi humanistik menaruh perhatian untuk faktor peran afektif (emosional) dalam belajar bahasa. Sebuah metode yang ringan dalam hal produksi linguistik dan melibatkan gerakan gamelike mengurangi stress pelajar, ia percaya, dan menciptakan suasana hati yang positif dalam pembelajaran, yang merupakan fasilitas belajar.

Penekanan Asher pada pengembangan kemampuan pemahaman sebelum pelajar diajarkan untuk berbicara menghubungkannya ke sebuah pergerakan mengajar bahasa asing yang kadang-kadang disebut sebagai Pendekatan Pemahaman (Comprehension Approach). Hal ini mengacu pada beberapa pemahaman berbeda yang mendasari usul pengajaran bahasa dimana memberikan keyakinan bahwa (a) kemampuan pemahan mendahului kemampuan produktif dalam belajar bahasa; (b) pengajaran berbicara harus ditunda sampai keterampilan pemahaman ditetapkan; (c) keahlian yang diperoleh melalui transfer pendengaran ke keterampilan yang lain; (d) pengajaran harus menekankan pada arti daripada bentuk; dan (e) pengajaran harus meminimalisasi ketegangan pelajar.

Penekanan pada pemahaman dan penggunaan gerak fisik untuk mengajar bahasa asing di tingkat pengantar memiliki tradisi lama dalam pengajaran bahasa. Pada abad ke-19, Gouin telah menganjurkan sebuah situasi yang mendasari strategi pengajaran dimana rentetan kata kerja disajikan sebagai dasar untuk memperkenalkan dan mempraktekkan materi baru bahasa.


B. Pendekatan

1. Teori Bahasa

Asher secara tidak langsung membicarakan sifat dasar bahasa atau bagaimana bahasa terorganisir. Akan tetapi, penamaan dan pemesanan ruang kelas latihan TPR nampaknya dibangun oleh anggapan bahwa memberikan banyak struktur atau tata bahasa didasarkan pada pandangan kebahasaan. Asher menyatakan bahwa “banyak struktur tata bahasa dari bahasa sasaran dan ratusan materi kosakata dapat dipelajari dari kemahiran penggunaan kalimat perintah oleh guru”. Ia memandang kata kerja, terutama kata kerja dalam bentuk perintah, sebagai pusat motif linguistik dimana penggunaan dan pengajaran bahasa terorganir.

Asher juga mengacu dalam menyampaikan kenyataan bahwa bahasa dapat diinternalisasi sebagai keutuhan atau potongan, bukan sebagai unsur leksikal tunggal, dan, dengan demikian, hubungan yang mungkin untuk lebih banyak proposal teoritis semacam ini (misalnya, Miller, Galanter, dan Pribram 1960), seperti halnya untuk bekerja pada peran pola prefabrikasi dalam belajar bahasa dan menggunakan bahasa (misalnya, Yorio 1980). Asher tidak menguraikan pandangannya tentang pemotongan, bagaimanapun, tidak pada aspek lain dari teori bahasa yang mendasari Respon Fisik Total. Kami hanya memiliki petunjuk untuk apa sebuah teori bahasa yang lebih sepenuhnya dikembangkan mungkin mirip saat dieja oleh Asher dan para pendukungnya.

2. Teori Belajar

Teori pembelajaran bahasa Asher mengingatkan pandangan psikolog perilaku lainnya. Sebagai contoh, psikolog Athur Jensen mengusulkan sebuah model tujuh-tahap untuk menggambarkan pengembangan pembelajaran verbal pada anak-anak. Tahap pertama ia sebut Sv-R learning, yang psikolog pendidikan John DeCecco menafsirkan sebagai berikut:

Dalam notasi Jensen, Sv mengacu kepada stimulus verbal pada suku kata, kata, frasa, dan sebagainya. R mengacu pada gerakan fisik anak dalam menanggapi stimulus verbal (atau Sv). Gerakan ini mungkin melibatkan menyentuh, menggenggam, atau memanipulasi beberapa objek. Sebagai contoh, ibu dapat memberitahu Percival (usia 1) untuk mendapatkan bola, dan Percival, membedakan "bola" suara dari suara kelontang rumah tangga lainnya, menanggapi dengan mengambil bola dan membawanya kepada ibunya. Bola adalah Sv (stimulus verbal), dan respon tindakan Percival's. Pada usia Percival, anak-anak merespons kata-kata sekitar empat kali lebih cepat dari mereka menanggapi suara-suara lain di lingkungan mereka. Tidak jelas mengapa demikian, namun ada kemungkinan bahwa efek penguat membuat tanggapan yang tepat terhadap rangsangan verbal cukup kuat untuk menyebabkan perkembangan pesat dari perilaku ini. Pembelajaran yang diwakili Sv-R , kemudian, menjadi bentuk paling sederhana dari perilaku verbal.

Ini adalah posisi yang sangat mirip dengan pandangan Asher mengenai pemerolehan bahasa anak. Walaupun pengajar ahli ilmu jiwa seperti Jensen karena meninggalkan model stimulus-respons sederhana penguasaan dan pengembangan bahasa, dan ahli bahasa meskipun telah menolak mereka seperti tidak mampu menghitung untuk fitur mendasar dari pembelajaran dan penggunaan bahasa, Asher masih melihat tampilan stimulus-respon yang menyediakan teori belajar yang mendasari pedagogi pengajaran bahasa. Selain itu, Asher telah menguraikan catatan dari apa yang ia rasakan memfasilitasi atau menghambat pembelajaran bahasa asing. Untuk dimensi teori belajarnya ini, ia menarik pada tiga hipotesis belajar yang agak berpengaruh:
  1. terdapat bawaan khusus bio-program untuk belajar bahasa, yang mendefinisikan jalan yang optimal untuk perkembangan bahasa pertama dan kedua.
  2. lateralisasitak mendefinisikan fungsi pembelajaran yang berbeda di belahan kanan dan otak kiri.
  3. stress (filter afektif) campur antara tindakan pembelajaran dan apa yang akan dipelajari, semakin rendah stres, semakin besar belajar.
C. Desain

1. Tujuan

Tujuan umum dari Respon Fisik Total adalah untuk mengajarkan kecakapan lisan pada tingkat permulaan. Pemahaman adalah sebuah alat untuk mencapai tujuan, dan tujuan akhir adalah untuk mengajarkan dasar keterampilan berbicara. Sebuah kursus TPR bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang mampu komunikasi tanpa hambatan yang dapat dimengerti oleh penutur asli. Tujuan instruksional khusus tidak dijelaskan, karena ini akan tergantung pada kebutuhan khusus dari peserta didik. Apapun tujuan yang ditetapkan, bagaimanapun, harus dicapai melalui penggunaan latihan berbasis tindakan dalam bentuk imperatif.

2. Silabus

Jenis silabus yang digunakan Asyer dapat disimpulkan dari analisis jenis latihan yang digunakan dalam kelas TPR. Analisis ini mengungkapkan penggunaan silabus berbasis kalimat, dengan mengutamakan kriteria tata bahasa dan leksikal dalam memilih materi mengajar. Tidak seperti metode yang beroperasi dari pandangan tata bahasa berbasis atau struktural dari elemen inti bahasa, Respon Fisik Total memerlukan perhatian awal untuk arti daripada bentuk item. Tata bahasa demikian diajarkan secara induktif. Fitur gramatikal dan item kosa kata yang dipilih tidak sesuai dengan frekuensi mereka butuhkan atau yang mereka gunakan dalam situasi bahasa sasaran, tetapi menurut situasi di mana mereka dapat menggunakannya di dalam kelas dan kemudahan yang mereka dapat pelajari.

Asher juga menunjukkan bahwa sejumlah materi tetap diperkenalkan pada suatu waktu, untuk memudahkan diferensiasi dan asimilasi. "Dalam satu jam, adalah mungkin bagi siswa untuk mengasimilasi 12 sampai 36 materi leksikal baru tergantung pada ukuran kelompok dan tahap pelatihan".

3. Jenis Kegiatan Belajar dan Mengajar

Latihan imperatif adalah kegiatan kelas utama dalam Respon Fisik Total. Latihan ini biasanya digunakan untuk memperoleh tindakan fisik dan aktifitas pada bagian pembelajar. Percakapan dialog ditunda sampai setelah sekitar 120 jam instruksi. Alasan Asher untuk ini adalah bahwa "percakapan sehari-hari sangat abstrak dan terputus, sehingga untuk memahaminya memerlukan internalisasi yang cukup cepat dari bahasa sasaran". Kegiatan kelas lainnya termasuk memainkan peran dan presentasi slide. Memainkan peran berpusat pada situasi sehari-hari, seperti di restoran, supermarket, atau pompa bensin. Presentasi slide yang digunakan untuk menyediakan pusat visual untuk narasi guru, yang diikuti dengan perintah, dan untuk pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, seperti "Yang orang dalam gambar adalah penjual?". Kegiatan membaca dan menulis juga dapat digunakan untuk lebih mengkonsolidasikan struktur dan kosa kata, dan sebagai tindak lanjut untuk latihan imperatif lisan.

4. Peran Pelajar

Pelajar dalam Respon Fisik Total mempunyai peranan utama sebagai pendengar dan pelaku. Mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik terhadap perintah yang diberikan oleh guru. Pelajar diminta untuk merespon baik secara individu maupun kolektif. Pelajar memiliki sedikit pengaruh atas isi pembelajaran, karena isi ditentukan oleh guru, yang harus mengikuti format berbasis perintah untuk pelajaran. Pelajar juga diharapkan untuk menghasilkan kombinasi baru mereka sendiri. Peserta didik memantau dan mengevaluasi kemajuan mereka sendiri. Mereka didorong untuk berbicara saat mereka merasa siap untuk berbicara-yaitu, ketika dasar memadai dalam bahasa telah diinternalisasi.

5. Peran Guru

Guru berperan aktif dan langsung dalam Respon Fisik Total. "Instruktur adalah direktur sebuah drama panggung dimana siswa adalah pelaku". Dalam hal ini, guru yang memutuskan apa yang akan diajarkan, yang memberikan model dan menyajikan bahan-bahan baru, dan yang memilih bahan-bahan pendukung untuk digunakan di dalam kelas. Guru didorong untuk dipersiapkan dengan baik dan terorganisir dengan baik sehingga pelajaran mengalir lancar dan diperkirakan.

Asher menekankan bahwa, bagaimanapun, peran guru adalah tidak begitu banyak untuk mengajar seperti halnya untuk memberikan kesempatan untuk belajar. Guru memiliki tanggung jawab memberikan jenis paparan bahasa terbaik sehingga pelajar dapat menginternalisasi aturan dasar dari bahasa sasaran. Guru juga harus memungkinkan kemampuan berbicara berkembang dalam peserta didik sesuai dengan kemampuan alami pembelajar.

Asher mengingatkan guru tentang prasangka yang ia rasa dapat menghambat keberhasilan pelaksanaan prinsip TPR. Pertama, ia memperingatkan tentang "ilusi kesederhanaan", dimana guru meremehkan kesulitan yang terlibat dalam belajar bahasa asing. Hasil dalam berjalan pada kecepatan yang terlalu cepat dan jatuh untuk memberikan transisi bertahap dari satu tahap pengajaran yang lain. Guru juga harus menghindari toleransi yang terlalu sempit untuk kesalahan dalam berbicara.

6. Peran Bahan Ajar

Umumnya tidak ada teks dasar dalam program Respon Fisik Total. Bahan dan realia memainkan peranan yang meningkat, bagaimanapun, di tahap belajar berikutnya. Untuk pemula mutlak, pelajaran mungkin tidak memerlukan penggunaan bahan, karena suara guru, tindakan, dan gerakan dapat menjadi dasar yang memadai untuk kegiatan kelas. Kemudian guru dapat menggunakan objek umum kelas, seperti buku, pena, cangkir, dan mebel,. Karena kursus berkembang, guru perlu membuat atau mengumpulkan bahan-bahan pendukung untuk mendukung poin mengajar. Ini mungkin termasuk gambar, realia, slide, dan grafik kata.

D. Prosedur

Asher memberikan pelajaran dengan rekening pelajaran tentu saja diajarkan sesuai dengan prinsip-prinsip TPR, yang berfungsi sebagai sumber informasi mengenai prosedur yang digunakan dalam kelas TPR. Kursus ini adalah untuk imigran dewasa dan terdiri dari 159 jam instruksi kelas. Kelas keenam dalam kursus tersebut berlangsung dengan cara berikut:
  1. Tinjauan (review). Ini adalah pemanasan yang bergerak cepat di mana masing-masing siswa bergerak dengan perintah.
  2.  Perintah baru (new commands). Verba baru diperkenalkan.
  3. Peran pembalikan (role reversal). Siswa siap mengajukan diri untuk mengeluarkan perintah memainkan tingkah laku para guru dan siswa lainnya.
  4. Membaca dan menulis. Guru menulis di papan tulis setiap materi kosa kata baru dan kalimat untuk menggambarkan materi. Lalu ia berbicara setiap materi dan bertindak keluar kalimat itu. Para siswa mendengarkan sambil membaca bahan. Beberapa salinan informasi dalam notebook.

Daftar Pustaka

Richard, Jack and Theodore. 1986. Approach and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.

Subyakto, S.U.N. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Strategi Pembelajaran Inovatif

A. INKUIRI

1. Pengertian

Inkuiri adalah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Pendekatan inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, logis, kritis, analisis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri ( Gulo, 2002).

Karakteristik inkuiri adalah: (1) mengamati, bertanya, menganalisis, dan merumuskan teori, baik perorangan maupun kelompok, (2) diawali dengan pengamatan, lalu memahami konsep atau fenomena, dan (3) mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir kritis.

2. Prinsip Strategi Pembelajaran Inkuiri

Menurut Sanjaya (2007), dalam menggunakan metode inkuiri ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Berorientasi pada pengembangan intelektual; adalah pengembangan kemampuan berfikir, selain berorientasi kepada hasil belajar, juga berorientasi kepada proses belajar.

b. Prinsip interaksi; proses interaksi, baik interaksi antar siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan siswa dengan lingkungan.

c. Prinsip bertanya; peran guru sebagai penanya, sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.

d. Prinsip belajar untuk berpikir; belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses pengembangan potensi seluruh otak.

e. Prinsip keterbukaan; tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kapada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

3. Landasan Teori

Menurut Sagala (2006), ada beberapa teori yang mendasari adanya metode inkuiri, yaitu:

a. Hilgard dan Marquis, belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri.

b. James L. Mursell, belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri.

c. Robert M. Gagne, salah satu tipe belajar adalah memecahkan masalah yang merupakan tipe belajar paling kompleks yang dapat mengembangkan kemampuan bernalar seorang anak.

d. Carl R. Rogers, salah satu langkah dan sasaran pembelajaran adalah guru menggunakan metode inkuiri atau belajar mengemukakan (discovery learning).

e. Plato dan Aristoteles, sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri.

4. Prinsip Penggunaan SPI

Menurut Gulo (2002), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi inkuiri adalah: motivator, fasilitator, penanya, administrator, pengarah, manejer, dan rewarder.

5. Keuntungan dan Kelemahan

Menurut Roestiyah (2001), metode inkuiri ini memiliki keunggulan, antara lain:

a. Dapat membentuk dan mengembangkan “self consept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

b. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer (pengalihan) pada situasi proses belajar yang baru.

c. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatif atau kemauan sendiri, bersikap objektif, jujur, dan terbuka.

d. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif (khayal) dan merumuskan hipotesis atau dugaannya sendiri.

e. Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik (pribadi).

Menurut Suryosubroto (2001), metode inkuiri memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

a. Ada kemungkinan hanya beberapa siswa yang pandai saja terlihat secara aktif dalam pengembangan prinsip umum kegiatan pembelajaran dan sebagian besar siswa diam atau pasif sambil menunggu adanya siswa yang menyatakan pendapat aturan umum itu.

b. Metode ini kurang berhasil atau kurang efektif untuk mengajar kelas besar karena memerlukan waktu yang banyak.

c. Kesukaran untuk mengerti tanpa suatu dasar pengetahuan faktual (nyata).

d. Tidak mungkin siswa diberi kesempatan sepenuhnya untuk membuktikan secara bebas semua yang dipermasalahkannya, terutama karena faktor fasilitas.

e. Metode ini akan menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari jika pelaksanaannya kurang terpimpin dan terarah.

6. Langkah-Langkah Strategi Pembelajaran Inkuiri

Metode inkuiri dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi fokus inkuiri secara jelas.

b. Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta.

c. Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada langkah kedua.

d. Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang terkumpul.

e. Merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan menyatakan jawaban sebagai proposisi tentang fakta jawaban itu mungkin merupakan sintesis antara hipotesis yang diajukan dan hasil-hasil dari hipotesis yang diuji dengan informasi yang terkumpul.

B. PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING)

1. Pengertian Pemecahan Masalah

Menurut Nurhadi dan Senduk (2003:19) pengajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Bentuk lain dari problem solving adalah:

a. Problem posing: pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simpel sehingga dipahami.

b. Problem terbuka: pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).

c. Probing-Prompting: pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan, sikap siswa, dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.

d. CPS (Creative Problem Solving): pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dan mengorganisasika gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu masalah.

e. DLPS (Double Loop Problem Solving): pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama dari timbulnya masalah, jadi berkenaan denga jawaban untuk pertanyaan mengapa.

2. Karakteristik Pemecahan Masalah

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

c. Penyelidikan autentik

d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya

3. Tujuan dan Manfaat Pemecahan Masalah

Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kapada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar otonom dan mandiri.

4. Keuntungan dan Kelemahan Pemecahan Masalah

Sebagai suatu strategi pembelajaran, strategi pemecahan masalah memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:

a. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara kreatif. Oleh karena itu merupakan teknik yang cocok untuk lebih memahami isi pelajaran dalam dunia nyata.

b. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

c. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

d. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

e. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

f. Melalui pemecahan masalah pada dasarnya merupakan cara berpikir kritis dan kreatif.

Disamping keunggulan, strategi pemecahan masalah juga memiliki kelemahan, diantaranya:

a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

5. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

a. Orientasi masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada pemecahan masalah yang dipilihnya.

b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru mengorganisasikan siswa tugas belajar yang berhubungan dengan masalah dalam hal-hal: mengidentifikasi masalah; merumuskan dan mendefinisikan masalah; menganalisis masalah; mendiagonosa masalah; dan merumuskan hipotesis.

c. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti : laporan, video, dan model serta membantu mereka membagi tugas dengan temannya.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah

- Merumuskan rekomendasi

C. STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

1. Pengertian

Strategi pembelajaran kooperatif (SPK) adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

2. Karakteristik

Karakteristik strategi pembelajaran kooperatif:

a. Pembelajaran secara tim

b. Didasarkan pada manajemen kooperatif

c. Kemauan untuk bekerja sama

d. Keterampilan bekerja sama

3. Landasan Teori

a. John Dewey, Herbert Thelan, dan kelas demokratis

Pedagogi Dewey mengharuskan guru menciptakan di dalam lingkungan belajarnya satu sistem sosial yang dicirikan dengan prosedur demokratis dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama mereka ialah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan untuk memikirkan masalah sosial yang muncul.

b. Gordon Alport dan Relasi Antar Kelompok

Ahli sosiologi Gordon Alport mengingatkan bahwa hukum saja tidak mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan dan pemahaman yang lebih baik. Sholomon Sharan dkk. mengikhtisarkan tiga kondisi dasar yang dirumuskan oleh Gordon Allport untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu: (a) kontak langsung dengan etnik, (b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai kelompok dalam suatu setting tertentu, (c) dimana setting itu secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar etnis.

c. Belajar Berdasarkan Pengalaman

Pengalaman memberikan banyak sumbangan terhadap apa yang dipelajari seseorang. Belajar berdasarkan pengalaman didasarkan asumsi bahwa pengetahuan harus ditemukan oleh siswa sendiri sehingga pengetahuan itu dapat bermakna.

d. Pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan akademik

Pembelajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam pembelajaran akademis mereka. Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa dalam setting kelas kooperatif, siswa lebih banyak belajar dari satu teman ke teman yang lain sesama siswa daripada belajar dari guru.

4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

a. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence)

b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)

c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)

d. Partisipasi dan komunikasi (participation communication)

5. Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Manfaat pembelajaran kooperatif:

a. Memberikan alternatif kesempatan untuk berinteraksi antar sesama siswa.

b. Menunjukkan area pembelajaran dan mengembangkan bahasa dengan kerangka kerja yang mengorganisasikan siswa.

c. Memberikan variasi cara-cara mengorganisasikan siswa dalam pembelajaran guna meningkatkan kesempatan pada siswa secara individual dalam penguasaan materi pembelajaran.

Tujuan pembelajaran akademik:

a. Hasil belajar akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu.

c. Pengembangan keterampilan sosial.

6. Keunggulan dan Kelemahan

Keunggulan strategi pembelajaran kooperatif:

a. Dapat meningkatkan prestasi akademik siswa sekaligus meningkatkan kemampuan dan keterampilan berinteraksi sosial.

b. Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan siswa berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.

c. Dapat mengembangkan kemampuan siswa mengungkapkan ide dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

d. Dapat membantu anak respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

Kelemahan strategi pembelajaran kooperatif:

a. Untuk memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu. Siswa akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok.

b. Keberhasilan SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.

c. Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual.

7. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

a. Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

b. Menyampaikan informasi

c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

d. Membimbing kelompok-kelompok belajar

e. Evaluasi

f. Memberikan penghargaan


D. TOTAL PHYSICAL RESPONSE

1. Pengertian

Metode TPR (Total Physical Response Method) yang dikembangkan oleh James Asher dipandang sebagai metode yang sesuai untuk mengajarkan bahasa Inggris pada anak usia dini dimana pembelajaran lebih mengutamakan kegiatan langsung berhubungan dengan kegiatan fisik (physical) dan gerakan (movement).

2. Ciri

Metode TPR merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang disusun pada koordinasi perintah, ucapan, dan gerak dan berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik.

3. Landasan Teori

Dalam metode TPR ini, Asher mengatakan bahwa semakin sering atau semakin intensif memori seseorang diberikan simulasi, maka semakin kuat asosiasi memori berhubungan dan semakin mudah untuk mengingat.

4. Manfaat

Manfaat metode TPR adalah:

a. Meningkatkan pembendaharaan kosakata siswa.

b. Meningkatkan pemahaman mereka melalui penglihatan dan gerakan.

c. Meningkatkan komunikasi siswa.

5. Kelebihan Metode TPR

a. Metode ini menfasilitasi siswa yang memiliki tipe belajar baik secara visual, auditory, maupun taktil.

b. Metode TPR membantu mengajarkan siswa untuk mengikuti perintah dan mendengarkan dengan seksama.

c. Metode ini dapat dengan mudah disesuaikan dengan berbagai cara untuk pembelajaran anak.

6. Langkah-Langkah TPR

a. Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik perintah yang diberikan guru.

b. Siswa menebak arti kata benda, kata kerja, atau kata sifat dengan memerhatikan demonstrasi guru.

c. Siswa menemukan makna kosa kata melalui gerak dengan cara melaksanakan perintah guru dengan bantuan gambar.

d. Guru menanyakan kesan siswa untuk memberikan feed-back.

e. Siswa mendengar contoh dialog tentang suatu tema.

f. Siswa menjawab pertanyaan guru.

g. Siswa merespon pertanyaan guru.

h. Siswa menirukan ungkapan yang didengarnya.

Guru - Kahlil Gibran

Barangsiapa mau menjadi guru,biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri sebelum mengajar orang lain, dan biarkan dia mengajar dengan teladan sebelum mengajar dengan kata-kata.
Sebab mereka yang mengajar dirinya sendiri dengan membetulkan perbuatan-perbuatannya sendiri lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan daripada mereka yang hanya mengajar orang lain dan membetulkan perbuatan-perbuatan orang lain.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...