Wednesday 29 January 2014

My Mistake 2 Part 4

Arlin membuka sebuah album foto bersampul merah hati itu. Sebuah album yang sudah tak pernah dihiraukannya selama sepuluh tahun terakhir. Isi foto itu sudah berantakan. Ada guntingan di sana sini. Tepat di wajah seorang pria. Setiap foto seperti itu. Tapi bukan pria itu yang membuat Arlin menguatkan diri untuk membuka kembali kenangan masa lalunya. Melainkan sesosok anak laki-laki yang berdiri tepat di sampingnya. Dengan jas hitam yang tampak pas di badan tambunnya, anak itu melihat ke arah kamera dengan ekspresi yang berbeda dari orang lain di sekitarnya. Jika semua orang tersenyum, tidak dengan anak itu. Ia hanya memandang ke arah kamera dengan ekspresi datar. Tanpa seulas senyum pun yang terukir di bibir mungilnya. Arlin mengenali anak itu. Dia Radit.

Arlin menutup album itu dengan beribu pertanyaan dalam benaknya.

***

Radit melipat pakaiannya satu per satu lalu memasukkannya ke dalam koper miliknya. Sebelumnya, buku-buku yang bertumpuk di samping lemari telah ia masukkan ke dalam kardus. Setelah memasukkan pakaiannya yang terakhir, Radit duduk di sisi tempat tidurnya sambil memandangi selembar tiket pesawat dan sebuah paspor di ditangannya. Tekadnya sudah bulat untuk meninggalkan negeri ini.

Setelah selesai mengajar, Arlin keluar kelas menuju tempat parkir mobilnya. Langkahnya terhenti ketika melihat Radit berdiri di samping mobilnya. “Syukurlah kau sudah datang. Makan yuk! Aku sudah lapar,” ujar Radit saat melihat Arlin. Arlin menatap tak percaya. Tempat parkir memang sedang ramai. Beberapa mahasiswa terlihat nongkrong di atas motornya sambil berbincang-bincang. Dan kalimat Radit barusan sukses membuat semua mata tertuju pada mereka. Arlin tidak menghiraukan ajakan Radit. Ia langsung masuk ke dalam mobilnya. Radit mengikut tanpa dipersilakan.

“Kenapa lagi? Bukankah aku bukan mahasiswamu lagi? Aku sudah berhenti kuliah. Jadi kurasa tidak akan ada masalah,” kata Radit. Arlin melajukan mobilnya tanpa melirik Radit sedetikpun. Radit menyalakan radio. Lagu Carly Rae Jepsen mengalun cepat. Arlin membanting stir dan berhenti di dekat halte bus. “Turunlah,” pinta Arlin. “Aku tahu kau sudah menolongku waktu itu. Tapi bukan berarti aku menerimamu. Walaupun kau bukan mahasiswaku lagi. Aku masih menganggapmu sebagai adikku,” lanjut Arlin.

“Aku tidak bisa,” Radit angkat bicara, “Mungkin bagimu mudah untuk beranggapan seperti itu. Tapi aku tidak. Sejak dulu aku menyukaimu, Arlin. Sebelum kau memilih orang itu untuk menjadi pendampingmu. Aku sudah menyukaimu, sampai saat ini,” lanjut Radit. Arlin menatap Radit tidak percaya. Ia tak dapat berkata apa-apa.

“Percayalah padaku. Aku bisa membuatmu bahagia. Aku bisa mengobati lukamu. Aku hanya memintamu untuk memberiku kesempatan. Apa itu terlalu sulit bagimu?” tanya Radit sambil menatap Arlin dengan seluruh kesungguhannya. Arlin terdiam. Ia tak pernah melihat seorang pria yang menatapnya dengan penuh kesungguhan seperti itu. Hatinya mulai menghangat. Jantungnya berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya. Arlin sendiri tidak mengerti akan perasaan yang dirasakannya.

“Kumohon pikirkan baik-baik ucapanmu, Radit. Mungkin kau memang menyukaiku saat ini, tapi itu tidak bisa menjamin kau akan tetap menyukaiku hingga sepuluh bahkan puluhan tahun mendatang. Jalanmu masih panjang, Radit. Mungkin saja suatu saat kau menemukan gadis lain yang kau sukai dan hatimu bisa berpaling,” kata Arlin kemudian. Radit menghela nafas panjang, “Kau benar, aku memang tidak bisa menjamin sesuatu yang belum tentu terjadi. Aku hanya menyukaimu. Perasaan suka yang sederhana. Aku sudah bertahan sepuluh tahun untuk menyukaimu, bahkan saat kau bersama orang lain. Aku menyukaimu, bahkan saat aku sendiri belum tahu artinya. Aku hanya menyukaimu, Arlin. Itu satu-satunya yang bisa kuucapkan saat ini,” jelas Radit. Matanya beralih menatap jauh ke dapan.

“Aku akan pergi, melanjutkan pendidikanku di Amerika. Jika aku kembali, dan perasaanku masih sama, masih menyukaimu. Apa kau akan memberiku kesempatan?” tanya Radit. Arlin terkejut mendengar keputusan Radit itu. Namun, ia mengangguk menyetujuinya.

Saturday 25 January 2014

I Really Want To Be A Teacher

Hari ini aku kembali tersadar akan mimpiku yang sebenarnya. Aku ingin menjadi guru. Mungkin mustahil bagiku. Karena dari ratusan ribu lulusan yang menyandang predikat Sarjana Pendidikan, aku hanya salah satu orang yang berharap suatu saat aku bisa menjadi seorang guru. Sulit memang. Tetapi aku sunggguh ingin menjadi seorang guru. Bukan karena gaji yang lumayan besar, status sebagai PNS, atau sertifikasi yang menjanjikan. Tetapi karena aku suka mengajar, aku suka anak-anak, dan aku senang saat mereka memanggilku “Ibu Guru”. Aku pun suka menerangkan di depan kelas, menjelaskan materi pelajaran, dan memberikan penilaian. Kemudian saat siswa-siswa mengerti dan mengerjakan tugas yang kuberikan dengan baik, hal itu merupakan suatu kepuasan sendiri untukku. Intinya, aku akan bahagia jika aku menjadi guru. Namun, aku sadar aku masih memiliki banyak kekurangan untuk mencapai impianku tersebut. Masih banyak hal yang harus kupelajari. Masih banyak pengalaman yang harus kulalui. Tetapi aku tak akan menyerah. Aku akan berusaha mewujudkan impianku itu.

I really want to be a teacher...






 

Sunday 19 January 2014

Cara Membuat Mind Mapping (Peta Konsep)

Pembuatan mind mapping dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau suatu diagram tentang bagaimana ide-ide penting atau suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain. George Posner dan Alan Rudnitsky, dalam Trianto (2009) menulis, bahwa “ peta konsep mirip peta jalan, namun peta konsep menaruh perhatian pada hubungan anta ride-ide, bukan hubungan antar tempat”. Untuk membuat suatu peta konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang berhubungan dengan suatu topic dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu pola logis. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hierarki, kadang-kadang peta kosep itu memfokus pada hubungan sebab-akibat.

Trianto (2009), memberikan langkah-langkah dalam membuat peta konsep sebagai berikut:

Langkah-langkah dalam Membuat Mind Mapping :
  1. Mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.
  2. Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama.
  3. Tempatkan ide-ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut.
  4. Kelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukkan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.
Berdasarkan pendapat di atas, dapatlah dikemukakan langkah-langkah dalam membuat peta konsep sebagai berikut: (1) memilih suatu bahan bacaan; (2) menentukan konsep-konsep yang relevan; (3) mengurutkan konsep-konsep dari yang inklusif ke yang kurang inklusif; (4) menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep yang inklusif diletakkan di bagian yang paling atas atau puncak peta lalu dihubungkan dengan kata penghubung misalnya “ terdiri atas “, “ menggunakan “ dan lain-lain.

Menurut Mahmudin (2009), proses pembuatan sebuah mind mapping (MM) secara step by step dapat dibagi menjadi empat langkah yang harus dilakukan secara berurutan yaitu :

1) Menentukan Central Topic yang akan dibuatkan mind mapping, untuk buku pelajaran Central Topik biasanya adalah Judul buku atau Judul bab yang akan dipelajari dan harus diletakkan ditengah kertas serta usahakan berbentuk image/gambar.

2) Membuat Basic Ordering Ideas – BOIs untuk Central Topik yang telah dipilih, BOIs biasanya adalah judul Bab atau Sub-Bab dari buku yang akan dipelajari atau bisa juga dengan menggunakan 5WH (What, Why, Where, When, Who dan How).

3) Melengkapi setiap BOIs dengan cabang-cabang yang berisi data-data pendukung yang terkait. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting karena pada saat inilah seluruh data-data harus ditempatkan dalam setiap cabang BOIs secara asosiatif dan menggunakan struktur radian yang menjadi ciri yang paling khas dari suatu mind mapping.

4) Melengkapi setiap cabang dengan Image baik berupa gambar, simbol, kode, daftar, grafik dan garis penghubung bila ada BOIs yang saling terkait satu dengan lainnya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk membuat sebuah mind mapping menjadi lebih menarik sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan diingat.

Dalam membuat mind mapping, Tony Buzan telah menyusun sejumlah aturan yang harus diikuti agar mind mapping yang dibuat dapat memberikan manfaat yang optimal. Berikut adalah ringkasan dari Law of MM:

1. Kertas: polos dengan ukuran minimal A4 dan paling baik adalah ukuran A3 dengan orientasi horizontal (Landscape). Central Topic diletakkan ditengah-tengah kertas dan sedapat mungkin berupa Image dengan minimal 3 warna.

2. Garis: lebih tebal untuk BOIs dan selanjutnya semakin jauh dari pusat garis akan semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak boleh garis lurus) dengan panjang yang sama dengan panjang kata atau image yang ada di atasnya. Seluruh garis harus tersambung ke pusat.

3. Kata: menggunakan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu garis. Harus selalu menggunakan huruf cetak supaya lebih jelas dengan besar huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang semakin jauh dari pusat.

4. Image: gunakan sebanyak mungkin gambar, kode, simbol, grafik, table dan ritme karena lebih menarik serta mudah untuk diingat dan dipahami. Kalau memungkinkan gunakan Image yang 3 Dimensi agar lebih menarik lagi.

5. Warna: gunakan minimal 3 warna dan lebih baik 5 – 6 warna. Warna berbeda untuk setiap BOIs dan warna cabang harus mengikuti warna BOIs.

6. Struktur: menggunakan struktur radian dengan sentral topic terletak di tengah-tengah kertas dan selanjutnya cabang-cabangnya menyebar ke segala arah. BOIs umumnya terdiri dari 2 – 7 buah yang disusun sesuai dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam 1.

Sumber:

Mahmudin. 2009. “Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran (Mind Mapping)”. http://mahmuddin.wordpress.com
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pengertian Model Pembelajaran Mind Mapping

Buzan (2010) berpendapat bahwa mind mapping adalah cara termudah untuk menyampaikan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. mind mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secaa harfiah akan “memetahhkan” pikiran-pikiran kita. Kita bisa membandingkan mind mapping dengan peta kota. Pusat mind mapping mewakili ide terpenting. Jalan-jalan utama dalam proses pemikiran kita, jalan-jalan sekunder mewakili pikiran-pikiran sekunder, dan seterusnya. Gambar-gambar atau bentuk-bentuk khusus dapat mewakili area-area menarik atau ide-ide menarik tertentu. mind mapping dapat membantu kita dalam sangat banyak hal berikut ini hanyalah beberapa di antaranya. mind mapping dapat membantu kita untuk:
  1. Merencana 
  2. Berkomunikasi
  3. Menjadi lebih kreatif
  4. Menghemat waktu
  5. Menyelesaikan masalah
  6. Memusatkan perhatian
  7. Menyusun dan menjelaskan pikiran-pikiran
  8. Mengingat dengan lebih baik
  9. Belajar lebih cepat dan efisien
  10. Melihat gambar keseluruhan
Menurut Buzan (2010), setiap manusia lahir dengan segala potensi yang dimiliki, termasuk potensi pikiran. Namun, pada praktik pembelajaran, penggunaannya masih jauh dari optimal. Hal ini tercermin dari berbagai kesulitan yang muncul pada pembelajaran, seperti kesulitan dalam memusatkan perhatian atau mengingat, yang berujung pada rendahnya hasil pembelajaran. Dalam praktik pembelajaran di sekolah, kondisi ini masih diperburuk oleh praktik pembelajaran yang keliru, seperti pemberian tambahan pembelajaran baik di dalam maupun di luar sekolah. Padahal proses tersebut, hanya dapat bermakna repetisi dari proses pembelajaran sebelumnya dan tidak memberi nilai tambah bagi pemahaman siswa. Pembelajaran tidak hanya terbatas pada membaca buku atau mendengar pengajaran yang tidak memberi pemahaman. Menurut Trianto (2009:157), pembelajaran melibatkan pemikiran yang bekerja yang bekerja secara asosiatif, sehingga dalam setiap pembelajaran terjadi penghubungan antar satu informasi dengan informasi yang lain. Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan penggunaan otak sebagai pusat aktivitas mental mulai dari pengambilan, pemrosesan, hingga penyimpulan informasi. Dengan demikian, pembelajaran merupakan proses sinergisme antara otak, pikiran dan pemikiran untuk menghasilkan daya guna yang optimal.

Untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran, maka proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan keseluruhan otak. Trianto (2009:158) mengemukakan bahwa ketika manusia berkomunikasi dengan kata-kata, otak pada saat yang sama harus mencari, memilah, merumuskan, merapikan, mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat dipahami. Pada saat yang sama, kata-kata ini dirangkai dengan gambar, symbol, citra (kesan), bunyi, dan perasaan. Sekumpulan kata yang bercampur aduk tak berangkai di dalam otak, keluar secara satu demi satu, dihubungkan oleh logika, di atur oleh tata bahasa, dan menghasilkan arti yang dapat dipahami.

Salah satu upaya yang dapat digunakan dalam membuat citra visual dan perangkat grafis lainnya sehingga dapat memberikan kesan mendalam adalah peta pikiran. Peta pikiran merupakan teknik pencatat yang dikembangkan oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset tentang cara kerja otak. Peta pikiran menggunakan pengingat visual dan sensorik alam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan yang mudah. Oleh karena itu, proses pembelajaran seharusnya dapat menggunakan teknik pencatatan peta pikiran sebagai salah satu cara belajar yang dapat dilatihkan kepada siswa. Penggunaan mind mapping dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa.

Konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya. Definisi konsep sebagai suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan eemen yang lain. Contoh bila seseorang ingin membuat abstraksi tentang daun, ia memusatkan pada warna daun, dan mengabaikan bahwa daun sebagai habitat ulat daun. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menguasai konsep seseorang harus mampu membedakan antara benda satu dengan yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Dengan menguasai konsep siswa akan dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Contoh, konsep dalam biologi, abiotik, individu, populasi, dan komunitas. Dengan demikian, konsep-konsep itu sangat penting bagi manusia dalam berfikir, dan dalam belajar. Dengan menguasai konsep, dimungkinkan untuk memperoleh pengetahuan yang tidak terbatas (Trianto, 2009:158)

Adapun yang dimaksud mind mapping dalam Trianto (2009) adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama. Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas, maka Trianto mengemukakan ciri-ciri mind mapping sebagai berikut:
  1. Mind mapping atau peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan menggunakan mind mapping atau peta konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas dan dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna. 
  2. Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proporsional antara konsep-konsep.
  3. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
  4. Bila dua atau lebih konsep yang digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada konsep tersebut.
Sumber:

Buzan, Tony. 2010. Buku Pintar Mind Map. Jakarta. Gramedia.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Menyimak

1. Pengertian Menyimak

Menurut Hermawan (2012:29) dalam dunia komunikasi, menyimak diakui sebagai suatu keahlian komunikasi verbal yang sulit dan unik dibandingkan dengan komunikasi verbal lainnya seperti berbicara, menulis dan membaca, sebab itu sedikit sekali orang yang dapat melakukannya dengan baik. Kendati demikian menyimak harus dipelajari dan dilatih karena ia merupakan salah satu bagian penting dalam proses komunikasi, khususnya dalam pengembangan berkomunikasi.

Menyimak merupakan satu dari sekian banyak keterampilan yang dapat kita miliki, bahkan dari semua keterampilan komunikasi, menyimak dapat dikatakan sebagai suatu pembeda paling besar. Seberapa baik kita menyimak memiliki sebuah dampak yang besar terhadap efektifitas pekerjaan kita, dan terhadap kualitas hubungan kita dengan orang lain. Pembicara yang efektif dan cemerlang sekalipun pada akhirnya akan “hancur” jika ia gagal untuk menyimak dengan baik dan benar. Walaupun demikian tidak sedikit orang yang hanya mendengarkan tetapi telah merasa menyimak. Sering terjadi dalam sebuah percakapan, orang-orang tidak saling menyimak, tetapi hanya bergiliran berbicara dan cenderung lebih tertarik mengutarakan pandangan dan pengalamannya sendiri daripada menyimak dan memahami orang lain secara sungguh-sungguh (Hermawan, 2012:29).

Selanjutnya melalui aktivitas menyimak dalam Hermawan (2012:30) dikemukakan bahwa kita dapat memahami orang lain secara lebih baik. Menyimak tidak datang secara alami, sehingga kita perlu bekerja keras untuk dapat menyimak secara efektif. Kita dituntut untuk mendengarkan dan memperhatikan pesan-pesan verbal serta nonverbal pembicara. Kita juga dituntut untuk memahami isi, maksud dan berbagai aspek lain yang sifatnya kompleks seperti suasana hati, kebiasaan, nilai, kepercayaan, motif, sikap, dorongan, kebutuhan dan pendapat pembicara. Dari sini dapat kita simak bahwa menyimak tidak semudah yang dibayangkan. Ia tidak sekedar merupakan aktivitas mendengarkan tetapi merupakan sebuah proses memperoleh berbagai fakta, bukti, atau informasi tertentu yang didasarkan pada penilaian, dan penetapan sebuah reaksi individual. Bahkan menyimak dapat juga diklasifikasikan sebagai sebuah seni bergaul atau keterampilan berinteraksi sosial dan keterampilan dalam menyandi pesan. Menyimak merupakan sebuah keterampilan yang kompleks yang memerlukan ketajaman perhatian, konsentrasi, sikap mental yang aktif dan kecerdasan dalam mengasimilasi serta menerapkan setiap gagasan.

Walaupun menyimak itu penting, namun ia sering disalah artikan sehingga dapat memengaruhi proses komunikasi. Ada tiga gambaran umum yang keliru mengenai menyimak. Umumnya orang menganggap menyimak sama dengan mendengar. Orang-orang juga menganggap menyimak bersifat alamiah dan semua penyimak menerima pesan yang sama, padahal dalam kenyataannya tidak demikian. Mendengar merupakan proses ketika gelombang-gelombang suara mengenai genderang telinga dan menyebabkan sejumlah getaran yang ditrasformasikan ke otak. Menyimak terjadi ketika otak mengonstruksi gelombang-gelombang elektrokimia berupa suara ke dalam sebuah lambang dan memberinya makna. Dalam keadaan sakit sekalipun aktivitas mendengar tidak dapat dihentikan. Telinga kita tetap akan menangkap gelombang-gelombang suara dan mengirimnya ke otak, dikehendaki atau tidak. Mendengar bersifat pasif dan spontan, sedangkan menyimak bersifat aktif. Menyimak menyangkut proses dan interpretasi terhadap informasi yang datang. Jadi dalam menyimak diperlukan konsentrasi, perhatian yang sungguh-sungguh, kesengajaan, pemahaman dan kehati-hatian (Hermawan, 2012:30).

a. Tahapan Dalam Menyimak

Orang sering berfikir bahwa menyimak semata-mata merupakan kegiatan mendengarkan suara-suara, tetapi sesungguhnya lebih dari itu. Dalam komunikasi, menyimak terdiri dari berbagai elemen seperti penerimaan, pemahaman, pengingatan, pengevaluasian dan penanggapan (Hermawan, 2012:36).

1) Penerimaan

Adler ( Hermawan, 2012:36 ) menyatakan bahwa menyimak dimulai dengan penerimaan pesan-pesan yang dkirim pembicara baik yang bersifat verbal maupun non verbal, apa yang dikatakan dan apa yang tidak diucapkan. Tahapan ini dibentuk oleh dua elemen pokok yakni pendengaran dan perhatian. Aktivitas mendengar atau hearing merupakan aspek fisiologis dari menyimak. Aktivitas ini merupakan proses yang tidak selektif terhadap gelombang-gelombang suara yang mengenai telinga. Sejauh ini gelombang-gelombang suara yang dapat direspon oleh telinga berkisar antara 125 hingga 8000 putaran per detik (frekuensi) dari antara 55 hingga 85 desibel. Mendengar juga dipengaruhi oleh alat pendengaran (auditory), yaitu suatu kehilangan pendengaran sessaat yang disebabkan terpaan terus menerus oleh bunyi atau suara nyaring ( keras ). Selain itu, pemaknaan terhadap simbol-simbol yang diinderanya ini akan disesuaikan dengan minat, keinginan, hasrat, dan kebutuhannya. Jadi perhatian dkaitkan dengan proses penyaringan (filtering) terhadap pesan-pesan yang masuk. Karena itu makna pesan yang diterima oleh seseorang dapat berbeda dengan yang lainnya walaupun masing-masing orang aakan memperoleh pesan yang sama.

2) Pemahaman

Tahap berikutnya yaitu pemahaman yang disusun dari dua elemen pokok, pembelajaran dan pemberian makna. Di sini kita berupaya mengetahui siapa yang dimaksudkan oleh pembicara dengan cara mempelajari pemikiran-pemikiran dan emosi-emosinya. Kita mencoba menghubungkan informasi yang diberikan oleh pembicara dengan apa yang telah kita ketahui. Pemahamn sering bergantung pula pada kemampuan untuk mengorganisasikan informasi yang kita dengar ke dalam bentuk yang dapat diterima. Keberhasilan pemahaman berhubungan dengan faktor-faktor kemampuan, kecerdasan dan motivasi. Pesan-pesan yang dipahami ini dapat berupa pesan yang terorganisir atau tidak terorganisir. Orang-orang yang berhasil memahami pesan-pesan percakapanyang terorganisasi, yang umumnya lebih mengikat dibandingkan dengan pesan-pesan yang tidak terorganisasi, lebih sensitive terhadap orang lain dan lebih bersedia untuk mencoba memahami mereka. Keberhasilan dalam memahami pesan percakapan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerti dan untuk lebih mahir dalam berpikir (Hermawan, 2012:37).

3) Pengingatan

Selama proses menyimak kita perlu mengingat berbagai pesan. Kemampuan untuk mengingat informasi ini berkaitan dengan seberapa banyak informasi yang ada dalam benak dan apakah informasi bias diulang atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manusia hanya dapat mengingat setengah dari apa yang mereka dengar segera setelah mendengarnya. Mereka lupa setengahnya walaupun telah berusaha untuk menyimak. Situasi ini mungkin tidak begitu buruk jika setengah yang diingatnya tadi dipahami dengan benar. Biasanya dalam dua bulan, setengah dari setengah yang diingatnya itu dilupakan, sehingga apa yang kita ingat berkurang 25% dari pesan yang semula. Namuun demikian seringkali kehilangan ini tidak sampai dua bulan. Tidak sedikit orang yang mulai melupakan dengan segera apa yang diingatnya. Umumnya dalam delapan jam, 50% kemampuan mengingat berkurang menjadi 35%. Jadi sebenarnya sejumlah informasi yang kita proses dan kita ingat setiap hari merupakan sebuah fraksi kecil dari apa yang kita dengar (Hermawan, 2012:39).

4) Pengevaluasian

Pengevaluasian terdiri dari penilaian dan kritik terhadap pesan. Kadang-kadang kita dapat mencoba mengevaluasi setiap motif dan niat pokok pembicara. Seringkali proses evaluasi ini berjalan tanpa banyak disadari. Sebagai contoh, dalam menyimak proposal yang diusulkan dalam pertemuan bisnis, kita dapat menanyakan, apakah proposal tersebut brsifat praktis? Akankah ia meningkatkan produktivitas? Apa buktinya? Apakah ada bukti-bukti yang bertentangan? Dalam mengevaluasi pembicaraan seseorang cobalah untuk menahan penilaan sampai kita benar-benar mengerti sudut pandang pembicara (Hermawan, 2012:41).

5) Penanggapan

Penanggapan terjadi dalam fase (1) tanggapan yang kita buat sementara pembicara berbicara, dan (2) tanggapan yang kita buat setellah pembicara berhenti berbicara. Tanggapan-tanggapan ini merupakan umpan balik yang menginformasikan bahwa kita mengirim balik kepada pembicara bagaimana kita merasakan dan apa yang kita pikirkan tentang pesan-pesan pembicara. Tanggapan-tanggapan yang dibuat oleh kita, sementara pembicara sedang berbicara harus bersifat dukungan dan harus menunjukkan bahwa kita sedang menyimak terhadap pembicara (Hermawan, 2012:42).

b. Jenis-Jenis Menyimak

Hermawan (2012:43) berpendapat bahwa walaupun para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mengelompokkan aktivitas menyimak, namunjika diamati lebih jauh sebenarnya bentuk-bentuk menyimak yang mereka kemukakan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar yaitu menyimak secara pasif, kritis, dan aktif. Ketiga jenis menyimak ini membentuk hierarki artinya, jika kita melakukan penyimakan secara kritis maka dengan sendirinya kita juga melakukan pwnyimakan secara pasif. Begitu juga ketika kita menyimak secara aktif maka di dalamnya sudah termasuk menyimak secara pasif dan kritis.

1) Menyimak pasif

Menyimak secara pasif merupakan sebuah alat penerima informasi yang memiliki kekuatan tertentu. Dalam menyimak pasif, penyimak tidak melakukan evaluasi terhadap pesan-pesan pembicara, tetapi hanya mengikuti pembicara, bagaimana ia mengembangkan pikiran atau gagasannya. Melalui aktivitas menyiak secara pasif sebenarnya kita sedang membangun sebuah lingkungan komunikasi yang sifatnya menerima dan mendukung.

2) Menyimak secara kritis

Apabila menyimak secara pasif membantu kita untuk memahami pesan secara lebih baik, maka menyimak secara kritis membantu kita untuk membuat sebuah analisis dan penilaian pesan secara lebih baik. Menyimak secara kritis bertujuan untuk memahami, mengingat dan menafsirkan setiap yang didengar. Menyimak jenis ini menekankan kepada kemampuan berpikir kritis. Para penyimak kritis umumnya berupaya untuk mencari kesalahan, kekeliruan atau kekurangan dari sesuatu yang dibicarakan oleh pembicara. Tentunya pengungkapan kesalahan ini dilandasi oleh alasan yang kuat yang dapat diterima oleh akal sehat. Jadi pada dasarnya menyimak kritis merupakan proses seleksi terhadap apa yang kita dengar.

3) Menyimak secara aktif

Menyimak secara aktif tidak hanya dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kita sedang menyimak, dan peduli tehadap apa yang dikemukakan pembicara, tetapi juga untuk memahami dan mengingat apa yang didengar, untuk memberikan kesan yang positif dan menjaga hubungan baik dengan pembicara. Selain itu melalui aktivitas menyimak secara aktif kita dapat memeriksa seberapa besar besar keakuratan pemahaman kita terhadap pesan-pesan yang disampaikan pembicara. Perasaan-perasaan pembicara dan membantunya untuk menyelidiki atau menjelajahi perasaan serta pemikiran pembicara. Penyimak yang aktif juga akan memberikan tanggapan terhadap pembicara dan apa yang dikatakannya. Tanggapan dapat berupa sebuah senyuman, mengerutkkan dahi, anggukan kepala, pujian, dan sebagainya. Apapun bentuk tanggapannya tidak penting, yang penting penampilan yang baik ketika mmemberikan tanggapan menyingkapkan bahwa penyimak terlibat secara aktif.

c. Fungsi Menyimak

Aktivitas menyimak di samping dapat digunakan untuk memahami orang lain, juga dapat digunakan sebagai salah satu cara berempati dan menngkritisi orang lain. Selain itu aktivitas menyimak juga dapat berfungsi untuk menjalin suatu hubungan, memengaruhi orang lain, bermain-main (hiburan) dan untuk menolong (Hermawan, 2012:54).


Sumber:

Hermawan, Heri. 2012. Menyimak Keterampilan Berkomunikasi yang Terabaikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saturday 18 January 2014

Paragraf

Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam paragraf terdapat satu unit buah pikiranyang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian sehingga membentuk sebuah gagasan. Sabarti Akhadiah dkk. (1998: 144).

Paragraf dapat terdiri atas satu kalimat yang berisi gagasan utama dan sejumlah kalimat yang berisi gagasan penjelas yang menjadi pendukung. Paragraf itulah yang kemudian dapat disusun menjadi teks atau wacana. Dengan demikian unsure terkecil sebuah teks atau wacana adalah paragraf, bukan kalimat. Arifin dan Junaiyah (2009: 82).

Sebuah paragraf pada umumnya terdiri dari beberapa kalimat, dan ada pula paragraf yang hanya terdiri dari satu kalimat panjang. Setiap kalimat yang membentuk paragraf memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada yang memuat ide utama, kalimat ini disebut kalimat utama. Kalimat topik, bahkan, sering kali menjadi fokus dan hanya dapat dijelaskan dalam beberapa paragraf. Hal ini menunjukkan bahwa sebuah kalimat topik bisa dikembangkan dalam bentuk paragraf, atau beberapa paragraf.

Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pargraf adalah kumpulan dari beberapa kalimat yang di dalamnya terdapat kalimat utama dan kalimat penjelas.

a. Cara yang dapat dilakukan dalam pengembangan paragraf, yaitu:
  • Tentukan apa yang ingin disampaikan pada sub-topik, sebagai fokus. 
  • Mulailah menulis paragraf pertama mengenai hal yang sifatnya umum dari fokus.
  • Berikanlah penjelasan atas apa yang telah disebutkan tanpa beralih fokus.
  • Kembangkanlah paragraf secara internal dengan mendeskripsikan entitas dengan latar yang berada pada ide pokok.
  • Hubungkanlah paragraf yang satu dengan yang lain dengan menggunakan clue.
  • Pastikan setiap paragraf berikut bergerak menuju kekhususan dari fokus.
Paragraf demi paragraf dalam tulisan memiliki urutan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Peralihan ide antar paragraf tidak boleh terjadi secara tiba-tiba, yang mana akan menciptakan “jurang tanpa jembatan ” dalam proses pembacaan. Oleh karena itu paragraf yang baik dan efektif harus memenuhi syarat kohesi (hubungan bentuk) dan koherensi (hubungan makna). Kohesi berhubungan dengan bentuk antara bagian-bagian dalam paragraf. Sedangkan koherensi adalah keterkaitan makna antara bagian-bagian paragraf.

Dari sisi praktis pengembangan paragraf bisa terjadi secara naluriah ketika seorang penulis sudah berpengalaman dan telah melalui latihan-latihan menulis yang senantiasa dievaluasi. Pengembangan paragraf tidak seharusnya mengikuti aturan tertentu, meskipun secara teori paragraf harus dikembangkan melalui tahap-tahap tertentu. Ketika seorang penulis mengetahui apa yang ingin dia sampaikan dan bagaimana menyampakannya, penulis tersebut akan mampu mengembangkan paragrafnya secara jelas.

b. Syarat- syarat pembentukan paragraf

1) Kesatuan

Paragraf dianggap mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan tipok.

2) Kepaduan

Kepaduan atau koherensi suatu paragraf ditandai dengan urutan pikiran yang teratur serta menggunakan unsur kebahasaan yang jelas.

3) Kelengkapan

Suatu paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kaliamt topik atau kalimat utama. Sebaliknya paragraf dikatakan tidak lengkap jika hanya dikembangkan melalui pengulangan-pengulangan.

 
1. Jenis-jenis paragraf

a. Jenis-jenis paragraf berdasarkan fungsinya:

1) Paragraf peralihan, paragraf peralihan memerankan dua fungsi, yaitu merangkumkan menilai bahan (uraian terdahulu) dan membayangkan bahan (uraian berikutnya). Paragraf peralihan memperkenalkan baik judul, subjek, maupun pembatasan. Kadang-kadang, paragraf peralihan berbentuk pertanyaan, yang menggerakkan para pembaca dari satu gagasan kegagasan lainnya dan mempunyai keunggulan tambahan dalam hal membuat para pembaca menghadapi masalah tersebut.

2) Paragraf penekanan, terdiri dari beberapa kalimat singkat (kadang-kadang hanya terdiri dari satu kalimat ) yang pada umumnya dimaksudkan untuk mengejutkan para pembaca, menimbulkan reaksi dari mereka, atau memastikan bahwa mereka memperoleh pesan yang jelas dan pokok. Kadang-kadang, paragraf penekanan secara tepat-guna mengakhiri suatu tulisan, memberikan suatu pengaruh yang tidak mudah dicapai oleh paragraf yang lebih panjang.

b. Jenis paragraf berdasarkan tujuannya:

1) Paragraf pembuka, paragraf ini berperan sebagai pengantar untuk sampai pada masalah yang akan diuraikan. Paragraf pembuka mempunyai dua kegunaan, yaitu selain supaya dapat menarik perhatian pembaca, juga berfungsi menjelaskan tentang tujuan dari penulisan itu.

2) Paragraf penghubung, paragraf ini berisi tentang inti persoalan yang akan dikemukakan.

3) Paragraf penutup, paragraf ini berisi kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga paragraf penghubung berisi penegasan kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam paragraf penghubung.

c. Jenis paragraf berdasarkan jenis tulisan (genre):

1) Naratif adalah tulisan yang menceritakan sebuah kejadian. Naratif kebanyakan dalam bentuk fiksi seprti novel, cerpen, dongeng dan sebagainya. Walaupun demikian, naratif tidak selamanya bersifat fiktif, ada juga naratif yang factual (tapi lebih lebih dikenal sebagai recount). Intinya naratif berasal dari kata “to narratte” atau “to tell story” yang artinya menyampaikan cerita. Fungsi sosial dari tulisan naratif adalah digunakan oleh penulis untuk melaporkan kejadian di masa lampau.

2) Deskriptif adalah tulisan yang menyebutkan karakteristik-karakteristik suatu objek secara keseluruhan, jelas, dan sistematis. Menggambarkan adalah kata kunci dari pengertian tulisan deskriptif, dan dengan dasar itulah dapat dipahami bahwa fungsi social dari tulisan deskriptif adalah memberikan gambaran kepada pembaca.

3) Argumentatif, jenis tulisan ini sering disebut sebagai salah satu tulisan persuasif dan merupakan salah satu jenis tulisan yang menjadi sarana bagi penulis untuk berargumen mengenai suatu isu. Fungsi sosial dari tulisan argumentatif adalah untuk menjelaskan kepada pembaca alasan-alasan, argument, ideologi, kepercayaan, agar pembaca dapat mengadopsi posisi yang diambil oleh penulis.

4) Ekspositori atau eksposisi adalah tulisan yang bersifat factual. Fungsi sosial dari genre ini adalah untuk menyalurkan informasi mengenai fakta-fakta penting di dunia. Secara definisi, tulisan ekspositori fokus pada dua pertanyaan, yaitu mengapa dan bagaimana. Zainurrahman (2011: 37-67)

d. Jenis paragraf berdasarkan pokok pikirannya:

1) Paragraf deduktif adalah paragraf yang dikembangkan dengan kalimat utamanya berada pada awal paragraf, kemudian diikuti oleh kalimat-kallimat penjelas yang saling berkaitan dan mendukung pokok pikiran sehingga paragraf tersebut membentuk satu kesatuan.

2) Paragraf induktif adalah paragraf yang dikembangkan dengan diawali oleh hal-hal yang bersifat khusus dan diakhiri oleh pernyataan yang bersifat umum. Hal-hal yang bersifat khusus tersebut dituangkan dalam kalimat-kalimat penjelas dan pernyataan yang bersifat umum tersebut dituangkan ke dalam kalimat utama.

3) Paragraf deduktif-induktif merupakan campuran antara pargraf deduktif dan paragraf induktif. Paragraf ini dimulai dengan mengungkapkan kalimat utama, kemudian kaliamt penjelas dan diakhiri dengan pengungkapan kalimat utama lagi walaupun redaksinya bervariasi.

4) Paragraf deskriptif adalah paragraf yang kadang-kadanga pikiran pokoknya tidak dinyatakan secara jelas pada salah satu kalimat yang membangunnya. Pikiran pokoknya tersirat pada keseluruhan kalimat yang membangun paragraf yang bersangkutan dan kalimat-kalimat yang membangun paragraf tersebut memiliki kedudukan yang sama pentingnya.


2. Unsur- unsur paragraf

Menurut Verhaar (Risnawati, 2007: 22-26), alat bantu untuk menciptakan susunan yang logis- sistematis itu ialah elemen- elemen paragraf seperti transisi, kalimat topik, kalimat pengembang, kalimat penegas. Keempat unsur paragraf tersebut kadang-kadang muncul bersamaan, tetapi kadang-kadang hanya sebagian yang tampil dalam suatu paragraf.

a. Kalimat topik dan pokok pikiran

Ada berbagai istilah yang sama maknanya dengan kalimat topik. Dalam bahasa inggris kita jumpai istilah-istilah “major, point, main idea, central idea, dan topic sentec” keempat-empatnya bermakna sama mengacu kepada pengertian kallimat topik. Dalam bahasa Indonesia pun kita temui istilah- istilah seperti pikiran utama, pokok pikiran, ide pokok dan kalimat topik. Keempat-empatnya juga mengandung makna yang sama dan mengacu pada pengertian kalimat topik (Keraf, 2001: 77).

Kalimat topik adalah perwujudan pernyataan ide pokok paragraf dalam bentuk umum atau abstrak. Misanya sial benar saya hari ini, harga barang-barang bergerak naik . Contoh menyatakan kesialan seseorang. Kesialan terebut baru berupa pernyataan abstrak harus diuraikan ke dalam contoh-contoh yang konkret. Demikian pula contoh yang menyatakan harga barang naik, masih bersifat umum, yang perlu diperjelas berapa naiknya untuk tiap barang sehingga jelas pengertian yang terdapat pada kalimat topik.

b. Kalimat pengembang dan pikiran penjelas

Menurut Keraf (2001: 9-10), kalimat pengembang atau kalimat penjelas memuat pikiran penjelas sebuah paragraf. Sebagian besar kalimat-kalimat yang terdapat dalam suatu paragraf termasuk kalimat pengembang.

Susunan kalimat pengembang tidak sembarangan. Urutan kalimat pengembang sebagai perluasan pemaparan ide pokok yang bersifat abstrak menuruti hakikat ide pokok. Pengembangan kalimat topik yang bersifat kronologis biasanya menyangkut hubungan antara benda atau kejadian dengan waktu. Urutannya masa lalu, kini, dan masa yang akan datang (Muliono, 1988: 98).

c. Kalimat penegas

Kalimat penegas. Fungsi kalimat penegas adalah sebagai pengulang atau penegas kembali kalimat topik, dan sebagai daya penarik para pembaca atau sebagai selingan untuk menghilangkan kejemuan.

Kedudukan kallimat penegas dalam suatu paragraf tidak bersifat mutlak. Ia ada bila pengarang merasa memerlukannya utuk menunjang kejelasan informasi. Ia tidak ada bila pengarang memandang kehadirannya tidak diperlukan atau bila pengarang merasa kejelasan informasi tidak terganggu tanpa adanya kalimat penegas.

3. Penilaian tulisan

Tolla dan Marlan (1991: 31-32) mengemukakan kriteria penilaian holistic dalam ranah kemampuan menulis yang umum dikenal dalam pembelajaran menulis bahasa Indonesia yang sekaligus dijadikan indikator penilaian dalam penelitian ini adalah: isi karangan, organisasi karangan, penggunaan bahasa (kalimat efektif), pilihan kata ejaan dan tanda baca.

kriteria peilaian holistic yang dikemukakan berikut ini didasarkan pada criteria yang dikemukakan oleh Omaggio (Tolla dan Marlan, 1991: 31-32), yaitu:

a. Isi karangan dengan alternatif penilaian:

1) Bermakna, menarik, tetap, jalan pikiran baik;

2) Pada umumnya baik, tetapi faktany tidak dikembangkan sehingga terjadi banyak pengulangan;

3) Pengembangan kurang relevan dengan isi yang diminta;

4) Isi karang tidak relevan dengan isi yang diminta;

5) Tidak tampak usaha untuk membuat karangan yang bermakna.

b. Organisasi karangan dengan alternatif penilaian:

1) Paragraf tersusun rapi, pemakain kalimat topic baik, oragnisasi meyakinkan, alur karang mudah dimengerti;

2) Ada usaha menyusun paragraf yang baik, tetapi batas ide paragraf tidak jelas;

3) Fakta tersusun dalam paragraf dengan baik, tetapi berbelit-belit;

4) Urutan oaragraf sulit diikuti, sulit dipahami;

5) Paragraf tidak terencana dengan baik.

c. Penggunaa bahasa dengan alternatif penilaian:

1) Kalimat lancar, cermat, meskipun ada sedikit kesalahan tata bahasa;

2) Kalimat lancar, cermat tetapi ada beberapa kesalah tata bahasa;

3) Kesalahan tata bahasa yang cukup prinsipil sehingga menyebabkan kalimat tidak gramatikal;

4) Ada beberapa kalimat yang tidak bisa dipahami;

5) Kalimat dalam karangan tidak dapat dipahami.

d. Pilihan kata dengan alternatif penilaian:

1) Pemakain kata lancar, tepat, tidak bernada ganda;

2) Kata yang digunakan jelas, tetapi tidak jelas penggunaanya;

3) Kata kurang jelas dan kurang jelas penggunaanya;

4) Banyak kata yang digunakan tetapi menyebabkan kalimat sulit dipahami;

5) Pamakaian kata yang tidak tepat, bentuk kata semua salah.

e. Penggunaan ejaan, dengan alternatif penilaian:

a) Pemakain ejaan dan tanda baca baik sekali, penulisan sukunkata semua benar;

b) Ada kesalahan ejaan dan tanda baca;

c) Banyak kesalahan ejaan dan tanda baca tetapi masih dapat dipahami;

d) Kesalahan ejaan dan tanda baca banyak sekali;

e) Penggunaan ejaan dan tanda baca serba salah.

Menurut Nurgyantoro (2010: 430) menulis karangan dalam bentuk apapun dengan menggunakan media gambar maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, sebagai berikut:

a. Kesesuaian dengan gambar

b. Ketetapan logika urutan cerita

c. Ketepatan makna keseluruhan cerita

d. Ketetapan kata dan ketepatan kalimat

e. Ejaan dan tata tulis

 
Sumber:
 
Akhadiah, Sabarti, dkk. 1998. “Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia”. Jakarta: Erlangga.

Arifin, Zaenal & Jumaiyah. 2009. “Sintaksis”. Jakarta: PT Grapindo.

Muliono, Anton., dkk. 1988. “Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia”. Jakarta: Balai Pustaka.

Nurgyantro, Burhan. 2010. “Penilaian Pembelajaran Bahasa (Berbasis Kompetensi)”. Yogyakarta: BpFe.

Tolla, Achmad & Marlan Martini. 1991. “Retorika Menulis Siswa Kelas II SMA Negeri di Kota Madya Ujung Pandang”. Laporan Penelitian. Ujung pandang: IKIP Ujung Pandang.

Zainurrahman. 2011. “Menulis (dari Teori Hingga Paraktik)”. Bandung: ALFABETA.

MENULIS PERSUASI

a. Pengertian Persuasi

Dalam bahasa Inggris kata to persuade berarti ‘membujuk’ atau ‘meyakinkan’. Bentuk nominanya adalah persuation yang kemudian menjadi kata serapan bahasa Indonesia persuasi (Finoza, 1993: 229).

Persuasi adalah suatu keahlian untuk mencapai suatu persetujuan atau kesesuaian kehendak pembicara dan yang diajak berbicara; lagi pula merupakan proses untuk meyakinkan orang lain supaya orang itu menerima apa yang diinginkan oleh pembicara atau penulis (Gani, dkk., 1987: 99) .

Menurut KBBI edisi keempat tahun 2011, persuasi adalah ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya; karangan yang bertujuan membuktikan pendapat.

Keraf (2001: 118) mengemukakan bahwa persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang. Tujuan akhirnya adalah agar pembaca atau pendengar melakukan sesuatu, maka persuasif dapat dimasukkan pula dalam cara-cara untuk mengambil keputusan. Mereka yang menerima persuasif harus mendapat keyakinan bahwa keputusan yang diambilnya merupakan keputusan yang benar, bijaksana, dan dilakukan tanpa paksaan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa persuasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik melalui bahasa lisan maupun tulis untuk memengaruhi orang lain melakukan sesuatu yang diinginkan oleh pembicara maupun penulis. Dalam kegiatan menulis khususnya pada karangan persuasif, yaitu berisi hal-hal yang bersifat memengaruhi pembaca atau orang lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh penulis.

b. Dasar-dasar Persuasi

Aristoteles (dalam Keraf, 2001: 121) mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengadakan persuasi, yaitu:

1) watak dan kredibilitas;

Dalam pergaulan antarmanusia, karakter atau watak merupakan salah satu faktor yang selalu harus diperhitungkan. Watak dan seluruh kepribadian pembicara atau penulis dapat diketahui dari seluruh pembicaraan atau paragrafnya. Gaya yang dipakai, pilihan kata, struktur kalimat, tema, dan sebagainya merupakan keseluruhan atau totalitas pengarang atau pembicaranya. Kemantapan berbicara, keteraturan proses berpikirnya, dan bahasa yang dipergunakan semuanya akan mencerminkan latar belakangnya.

Kepercayaan (kredibilitas) terhadap pembicara atau penulis akan timbul, bila hadirin tahu bahwa pembicara mengetahui dengan baik persoalan yang tengah dibicarakannya; bila hadirin tahu bahwa pembicara tidak memeroleh keuntungan pribadi dari masalah yang dibicarakan. Kepercayaan juga akan timbul bila pembicara atau penulis jujur pada hadirin; bila ia dengan terbuka menjawab semua pertanyaan dan menerima semua kritik yang dilontarkan secara simpatik.

Singkatnya, orang yang akan mengadakan persuasif harus memiliki kualitas yang baik dan tepercaya dalam segala hal, memiliki watak yang baik dan tepercaya, kemampuan berpikir secara teratur, selalu memerlihatkan simpati, sikap memercayai orang lain, dan sebagainya.

2) kemampuan mengendalikan emosi;

Pengertian mengendalikan emosi di sini harus diartikan baik sebagai kesanggupan pembicara untuk mengobarkan emosi dan sentimen hadirin, maupun kesanggupan untuk merendahkan atau memadamkan dan sentimen itu bila perlu.

Meskipun persuasif diarahkan kepada pengendalian emosi, haruslah diingat pula bahwa pengarahan persuasi kepada emosi, janganlah menjadi inti keseluruhan persuasif. Emosi tidak boleh digalakkan sedemikian rupa sehingga hadirin tidak diberi kesempatan untuk berpikir atau menilai persoalan. Logika, perincian fakta yang dijalin dengan sentuhan emosi sudah sanggup menimbulkan tenaga yang dahsyat. Emosi haruslah menjadi alat untuk mencapai kesepakatan, jangan dijadikan tujuan.

Sering kita menghadapi kenyataan bahwa massa atau orang-orang yang diajak bicara dapat terpancing oleh hasutan-hasutan emosional sehingga tanpa sadar mereka melakukan apa saja yang sebenarnya ditargetkan secara diam-diam oleh pembicara. Emosi yang dikobarkan tanpa landasan kematangan ilmiah dan kematangan moral, sukar dikendalikan. Sebab itu, secara moral dan bertanggung jawab, pembicara atau penulis harus menyiapkan isi yang sesuai dengan maksud yang akan dicapai persuasinya itu.

3) bukti-bukti.

Syarat ketiga yang harus dipenuhi agar pembicara dapat berhasil dalam persuasif adalah kesanggupan untuk menyodorkan bukti-bukti (evidensi) mengenai suatu kebenaran.

Bila dikaitkan dengan syarat nomor dua di atas, maka dapat dikatakan bahwa walaupun emosi merupakan unsur yang penting dalam persuasif, namun fakta-fakta tetap merupakan faktor yang dapat menanamkan kepercayaan untuk persuasif. Yang terpenting adalah bagaimana fakta yang sekadarnya itu disodorkan dapat dijalin dengan faktor-faktor emosional sehingga dapat tercapai maksud pembicara.

c. Ciri-ciri Tulisan Persuasi

Tulisan persuasi adalah tulisan yang dapat merebut perhatian pembaca, yang dapat menarik minat, dan yang dapat meyakinkan mereka bahwa pengalaman membaca merupakan hal yang amat penting. Ciri-ciri tulisan persuasi menurut Albert (dalam Tarigan, 2008: 113-114) antara lain, sebagai berikut.

1) Tulisan persuasi haruslah jelas dan tertib. Maksud dan tujuan penulis dinyatakan secara terbuka atau dikemukakan dengan jelas. Bahan-bahan diatur sedemikian rupa sehingga para pembaca mengalihkan perhatian pada sepenggal tulisan, seyogianyalah padanya ada beberapa pertanyaan yang jawabannya dapat ditemui segera di situ. Penulis yang memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sejak semula paling sedikit telah mulai beranjak ke arah persuasi. Dia telah membuat suatu permulaan yang baik dan teratur.

2) Tulisan persuasi haruslah hidup dan bersemangat. Segala sesuatu yang mempunyai daya tarik yang kuat terhadap indera hidup. Warna yang hidup enak didengar. Lebih khusus lagi, kata-kata yang hidup, cerah, bersemangat adalah kata-kata yang dapat menyentuh perasaan, suasana, pandangan, pikiran, selera, dan gairah. Penulis harus terampil memergunakan kata-kata yang hidup dan bersemangat dalam karyanya.

3) Tulisan persuasi beralasan kuat. Tulisan yang beralasan kuat berdasar pada fakta-fakta dan penalaran-penalaran. Bebas dari generalisasi-generalisasi yang hampa serta pendapat-pendapat yang tidak mempunyai dasar dan prasangka yang tidak-tidak.

4) Tulisan persuasi harus bersifat dramatik. Tulisan persuasif harus dapat memanfaatkan ungkapan-ungkapan yang hidup dan kontras-kontras yang mencolok. Penulis harus dapat menarik pembaca berjalan dari satu puncak ke puncak lain. Harus dapat menjaga agar perhatian pembaca tidak sempat kendor. Penulis harus dapat membuat konflik antara kebenaran yang didukungnya, serta menyalahkan yang bertentangan dengannya. Tulisan dramatik memang bersifat persuasif karena dapat menggugah perasaan para pembaca.

d. Langkah-langkah Menulis Persuasi

Surana (1996: 149) mengemukakan bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam menulis persuasi sebagai berikut.

1) Menentukan topik tujuan

Topik yang dikemukakan hendaknya dapat merangsang minat pembaca untuk mengetahui, memahami, dan pada akhirnya bersedia melakukan anjuran penulis yang tertuang dalam karangan. Topik karangan persuasi harus dirumuskan secara jelas dengan menggunakan bahasa yang singkat, tetapi mudah dipahami.

2) Menetapkan tujuan penulis persuasi

Karena tujuan persuasi harus jelas, maka perlu disertakan alasan yang kuat, bukti yang nyata utnuk meyakinkan pembaca bahwa pendapat dan sikap penulis itu benar.

3) Mengumpulkan bahan

Bahan yang dikumpulkan harus berdasarkan fakta. Kalau perlu dicari kesaksian dari orang yang dapat dipercaya. Pengumpulan bahan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan penelitian, yaitu dengan observasi, wawancara, membaca buku-buku, majalah, atau surat kabar. Akhirnya bahan yang terkumpul itu diseleksi serta dinilai secara logis dan kritis.

4) Membuat kerangka karangan (outline)

Susunan kerangka karangan persuasi harus sesuai dan logis. Oleh karena itu, perlu dibuat kerangka karangan yang akan menjadi pedoman dalam pengembangan gagasan-gagasan yang akan dikemukakan.

5) Membuat kesimpulan

Kesimpulan harus merupakan pembuktian yang sukar dibantah. Kesimpulan tersebut harus membuktikan bahwa gagasan penulis benar membujuk, mendorong, serta meyakinkan pembaca untuk melakukan keinginan penulis.

Sumber:

Finoza, Lamuddin. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Gani, Husnah, dkk. 1987. Paket Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sulawesi Selatan: TIM Instruktur Bahasa Indonesia SMA Provinsi Sul-Sel.

Keraf, Gorys. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.

Surana. 1996. Materi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas I SMU. Solo: PT Serangkai Pustaka Mandiri.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

Monday 13 January 2014

Karangan

a. Pengertian Karangan

Menurut Gie (2002: 3) dalam bukunya yang berjudul “Terampil Mengarang” memberikan pemahaman mengenai mengarang, karangan, pengarang, dan karang mengarang, yaitu:

1) Mengarang diartikan sebagai rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami;

2) Karangan diartikan sebagai hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca;

3) Pengarang adalah seseorang yang karena kegemarannya atau berdasrkan bidang kerjanya melakukan kegiatan mengarang;

4) Karang-mengarang adalah kegiatan atau pekerjaan mengarang. Kata ini juga berarti perihal mengarang.

b. Jenis Karangan

Selanjutnya, menurut Ramly dan Azis (2008:77-94), wacana atau karangan dibagi menjadi lima bagian, yaitu:

1) Narasi

Narasi adalah karangan yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan itu. Keraf (dalam Ramly, 2008: 77) mengemukakan bahwa narasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) narasi ekspositoris, yaitu narasi yang sasarannya adalah ketepatan informasi mengenai suatu peristiwa yang dideskripsikan, dan (2) narasi sugesti, yaitu narasi yang berusaha untuk member maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar.

2) Deskripsi

Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan sebuah objek sedemikian rupa sehingga pembaca merasa seolah-olah melihat sendiri yang digambarkan itu.

3) Eksposisi

Eksposisi adalah karangan yang memaparkan sejumlah pengetahuan atau informasi dengan tujuan agar pembaca mendapat informasi dan pegetahuan dengan sejelas-jelasnya.

4) Argumentasi

Argumentasi adalah karangan yang bertujuan untuk membuktikan suatu kebenaran sehingga pembaca meyakini kebenaran itu.

5) Persuasi

Persuasi adalah karangan yang bertujuan untuk memengaruhi pembaca, yang memerlukan fakta penunjang.

c. Pola Pengembangan Karangan

Menurut Keraf (2001: 26-30), ada beberapa pola pengembangan karangan, antara lain: (1) dengan hal-hal yang khusus (umum-khusus/khusus-umum); (2) dengan alasan-alasan (sebab-akibat); (3) dengan perbandingan; (4) dengan contoh-contoh; (5) dengan definisi luas; dan (6) dengan campuran. Pola pengembangan karangan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1) Pengembangan dengan hal-hal khusus

Dalam bentuk umum ke khusus, gagasan utama diletakkan pada awal karangan, kemudian diikuti dengan rincian-rincian khusus.

Contoh:

(1) Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional. (2) Kedudukan ini dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. (3) Kedudukan ini dimungkinkan pada kenyataan bahwa bahasa Melayu yang mendasari bahasa Indonesia telah menjadi Lingua Franca selam berabad-abad di seluruh tanah air kita. (4) Hal ini ditunjang lagi oleh factor tidak terjadinya “persaingan bahasa”, maksudnya persaingan bahasa daerah yang lain untuk mencapai kedudukannya sebagai bahasa nasional (Keraf, 2001: 26).

Penulis dapat juga menempuh cara lain. Rincian-rincian (kekhususan) dituliskan lebih dahulu, kemudian pada akhir karangan disimpulkan gagasan utamanya. Jadi, dalam pengembangan ini digunakan pole pengembangan dari khusus ke umum.

2) Pengembangan dengan Alasan-alasan

Dalam pengembangan menurut pola ini, fakta yang menjadi sebab terjadinya sesuatu itu dikemukakan lebih dulu, kemudian disusul oleh rincian-rincian sebagai akibatnya, dalam hal ini sebab merupakan gagasan utama, sedangkan akibat merupakan gagasan penjelas.

3) Pengembangan dengan Perbandingan

Pola pengembangan karangan ini dilakukan penulis dalam memaparkan persamaan dan perbedaan dua objek/gagasan atau lebih. Perbandingan tersebut dapat dilakukan karena objek yang berbeda itu mempunyai persamaan tertentu dan juga perbedaan tertentu.

4) Pengembangan dengan Contoh-contoh

Pola pengembangan dengan contoh-contoh terlebih dahulu dikemukakan suatu pernyataan,kemudian disebutkan rincian-rincian berupa contoh-contoh konkret.

5) Pengembangan dengan Definisi Luas

Definisi luas dapat dipakai untuk mengembangkan pikiran utama. Semua penjelas atau uraian menuju pada perumusan definisi itu sendiri.

6) Pengembangan dengan Campuran

Pada pola pengembangan ini, rincian-rincian terhadap gagasan utama terdiri atas campuran dari dua atau lebih cara pengembangan paragraph. Jadi, dalam karangan itu terdapat campuran umum-khusus dengan sebab-akibat, atau dengan perbandingan dan sebagainya.

d. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Menulis Karangan


Menurut Akhadiah (dalam Hasnindah, 2011: 25) dalam menulis karangan, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :

1) Memilih judul yang efektif dan efisien.

2) Membuat kerangka karangan.

3) Pengembangan karangan berdasarkan kerangka karangan.

4) Sistematika penulisan meliputi pendahuluan, isi, dan penutup.

5) Kesesuaian isi karangan dengan judul karangan.

6) Tata bahasa.

7) Menggunakan ejaan dan tanda baca yang disempurnakan dalam karangan.

Daftar Pustaka

Abbas, Hasnindah. 2011. “Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Keterampilan Menulis Materi Membuat Karangan Melalui Media Gambar Seri Pada Murid Kelas V SDN Sudirman III Makassar”. Skripsi. Makassar: FIP UNM.

Keraf, Gorys. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.

Ramli dan Azis. 2008. Bahasa Indonesia. Makassar: Badan Penerbit UNM.

The Liang Gie. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Media Gambar Seri

a. Pengertian Media Gambar Seri

Menurut Djamarah dan Zain (dalam Hasnindah, 2011: 8), secara umum media dapat diklarifiksikan atas tiga jenis, yaitu; media auditif (mengandalkan kemampuan suara), media visual (mempunyai unsur gambar), dan media audio-visual (mempunyai unsur suara dan gambar). Media yang dimaksud dalam kajian ini adalah media gambar seri dalam pembelajaran yang hanya mempunyai unsur gambar, berupa gambar seri sebagai media visual.

Sapari (dalam Hasnindah, 2011: 8) mengemukakan bahwa :

Media gambar seri merupakan serangkaian gambar yang terdiri dari 2 hingga 6 gambar yang menceritakan suatu kesatuan cerita yang dapat dijadikan alur pemikiran siswa dalam mengarang, setiap gambar dapat dijadikan paragraf.

Pendapat di atas menegaskan bahwa media gambar seri adalah media yang berisi gambar-gambar berseri, di mana setiap gambar memiliki kaitan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing gambar dalam media gambar seri mengandung makna adanya alur dalam suatu cerita secara bergambar yang harus disusun dengan baik. Jadi, penyusunan gambar harus sesuai dengan alur cerita yang seharusnya sehingga mengandung makna tertentu, dan gambar-gambar tersebut dapat dibuat dalam bentuk cerita atau karangan yang menarik.

b. Fungsi dan Manfaat Media Gambar Seri sebagai Media Visual

Keberadaan media pembelajaran seperi media gambar seri memiliki fungsi dan manfaat tertentu sehingga dapat mendukung proses pembelajaran yang berkualitas. Fungsi dan maanfaat media pembelajaran akan sangat terkait dengan bentuk dan jenis media pembelajaran yang digunakan, seperti media gambar yang sifatnya berseri atau terdiri dari beberapa gambar yang memiliki keterkaitan antara gambar yang satu dengan yang lainnya.

Media gambar seri merupakan jenis media visual atau hanya mempunyai unsur gambar. Adapun fungsi media visual dalam pembelajaran menurut Levie & Lentz (dalam Arsyad, 2011: 16), yaitu: “fungsi afensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris”. Keempat fungsi media visual tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1) Fungsi atensi dari media visual, seperti media gambar seri yang dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi terhadap isi pelajaran yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Contohnya, ketika siswa bosan mendengarkan ceramah guru, maka guru memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi pelajaran. Ini dapat menarik perhatian dan konsentrasi siswa terhadap materi pelajaran karena adanya media yang dapat dilihat langsung.

2) Fungsi afektif dari media visual, seperti media gambar seri yang diperagakan oleh guru akan menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan belajar siswa akan lebih meningkat melalui penggunaan gambar seri. Penggunaan gambar seri diupayakan menggugah perasaan siswa tentang berbagai peristiwa melalui gambar-gambar yang disajikan secara berseri.

3) Fungsi kognitif dari media visual, seperti gambar seri akan dapat memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Jadi, penggunaan media gambar seri sebagai media visual akan meningkatkan daya pikir siswa terhadap materi pelajaran.

4) Fungsi kompensatoris dari media visual, seperti media gambar seri akan memberikan konteks untuk memahami teks dan membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan dapat mengingat kembali. Hal ini sangat penting dalam mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal, karena murid dapat melihat secara langsung dan mengaitkan dengan materi pelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa media memiliki fungsi yang sangat luas dan penting, terlebih dalam dunia pendidikan, sebagaimana digunakan guru dalam proses pembelajaran. Walaupun dalam pengadaan dan pemanfaatannya senantiasa masih menghadapi berbagai kendala, baik karena tidak disiapkan oleh pihak sekolah maupun keterbatasan kemampuan guru dalam membuat dan menggunakan media pembelajaran, seperti gambar seri.

Sudjana dan Rivai (dalam Arsyad, 2011: 24) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah :
  1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 
  2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa untuk menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.
  3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.
  4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan memerankan.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas betapa besar manfaat media pembelajaran seperti media gambar seri, karena membantu tercapainya proses pembelajaran yang optimal, baik dalam memudahkan bagi guru saat mengajar maupun bagi siswa dalam memahami materi pelajaran.

b. Langkah-langkah Penggunaan Media Gambar Seri

Berdasarkan model pembelajaran examples non examples (contoh dari kasus/gambar yang relevan dengan KD), maka langkah-langkah penggunaan media gambar seri dapat disusun sebagai berikut:
  1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
  2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP.
  3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memerhatikan atau menganalisis gambar.
  4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas.
  5. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk membacakan hasil diskusinya.
  6. Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
  7. Membuat kerangka karangan.
  8. Membuat karangan.
Daftar Pustaka
 
Abbas, Hasnindah. 2011. “Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Keterampilan Menulis Materi Membuat Karangan Melalui Media Gambar Seri Pada Murid Kelas V SDN Sudirman III Makassar”. Skripsi. Makassar: FIP UNM.

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Media Pembelajaran

a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin, medium yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Atau dengan kata lain media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan (Sanjaya, 2012: 65).

Gearlach & Ely (dalam Sanjaya, 2012) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun suatu kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Sementara di sisi lain Atwi Suparman (1997) mendefinisikan, media merupakan alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan.

Heinich, dkk (dalam Arsyad, 2011:4) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.

b. Fungsi Media

Dalam konsep pendidikan, belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dari hal-hal yang konkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitas. Karena itu, media memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak dan menunjukkan hal-hal yang tersembunyi dari ketidakjelasan atau kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili kekurangan guru dalam mengomunikasikan materi pelajaran. Akan tetapi, yang perlu diingat ialah tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media, manakala diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien, karena intinya media berperan sebagai alat bantu untuk menfasilitasi guru dalam pengajaran.

Fungsi media menurut Nana Sudjana, 1991 (dalam Sanjaya, 2012) yakni:

- Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif;

- Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan guru;

- Media dalam pengajaran, penggunaannya bersifat integral dengan tujuan dan isi pelajaran;

- Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-mata sebagai alat hiburan yang digunakan hanya sekadar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa;

- Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru;

- Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.

Media pembelajaran menurut Kemp & Dayton, 1985:28 (dalam Arsyad, 2011, 19-21), dapat memenuhi tiga fungsi utama, yaitu (1) memotivasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi.

c. Jenis-jenis Media

Menurut Djamarah dan Zain, media pada umumnya dapat diklarifikasikan atas tiga jenis, yaitu; media auditif (mengandalkan kemampuan suara), media visual (mempunyai unsur gambar), dan media audio-visual (mempunyai unsur suara dan gambar).

Sementara di sisi lain, pengelompokan berbagai jenis media jika dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels & Glasgow (dalam Arsyad, 33-35) dibagi ke dalam dua kategori luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir.

1. Pilihan Media Tradisional

a. Visual diam yang diproyeksikan
  •  Proyeksi opaque (tak tembus pandang) 
  •  Proyeksi overhead
  • Slides 
  •  Filmtrips
b. Visual yang tak diproykesikan
  •  Gambar, poster 
  •  Foto
  • Charts, grafik, diagram
  • Pameran, papan info, papan bulu
c. Audio
  • Rekaman piringan 
  •  Pita kaset, reel, cartridge
d. Penyajian multimedia
  • Slide plus suara (tape) 
  •  Multi-image
e. Visual dinamis yang diproyeksikan
  • Film 
  •  Televisi
  • Video
f. Cetak
  • Buku teks 
  •  Modul, teks terprogram
  • Workbook
  • Majalah ilmiah, berkala
  • Lembaran lepas (hand-out)
g. Permainan
  • Teka-teki 
  •  Simulasi
  • Permainan papan
h. Realia
  • Model 
  •  Specimen (contoh)
  • Manipulative (peta, boneka)

2. Pilihan Media Teknologi Mutakhir

a. Media berbasis telekomunikasi
  • Telekonferen 
  •  Kuliah jarak jauh

b. Media berbasis mikroprosesor
  • Computer-assisted instruction 
  •  Permainan computer
  • Sistem tutor intelijen
  • Interaktif
  • Hypermedia
  • Compact (video) disc


Daftar Pustaka 

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...