Aku memandangi gaun putih yang
tergantung di dekat lemariku. Esok hari adalah hari pernikahanku. Seharusnya
esok menjadi hari yang paling membahagiakan bagiku. Hari dimana aku akan
menempuh hidup baru. Dengan status baru sebagai seorang istri. Tapi aku sama
sekali tidak merasakan hal itu. Aku tidak merasa bahagia.
Sampai detik saat banyak orang yang
menungguku keluar dari ruangan menuju altar. Aku masih tidak bisa merasakan
kebahagiaan itu. Aku berjalan menuju altar dengan senyum palsu terukir di
bibirku. Langkahku terasa berat. Di sampingku, ayahku dengan senyum bahagia
menuntunku menuju altar tempat seorang pria telah menungguku. Seseorang yang
baru kukenal beberapa hari. Dan dari beberapa hari itu, aku hanya tahu namanya,
Adam.
Beberapa detik menuju altar terasa
seperti menempuh jarak ribuan kilometer. Ya, karena langkahku terasa berat.
Namun, aku tidak bisa mengelak lagi. Aku tidak bisa menghindar lagi. Mungkin,
ini memang sudah takdirku untuk hidup bersama seseorang yang tak kuinginkan.
Ada sela di mana aku berdoa dalam
hati, agar waktu berhenti detik itu juga. Atau aku dapat menghilang detik itu
juga. Namun, aku tak bisa berbuat apa-apa. Hingga aku sampai di altar dan mengucap janji di
depan Tuhan. Meski Tuhan tahu aku berbohong.
“Aku harus bagaimana, Ryan? Orang
tuaku sudah menjodohkanku dengan orang lain. Apa yang harus aku lakukan?”
“Apa kau ingat, Ryan? Aku pernah
berjanji kalau aku tidak akan menikah selain denganmu. Maaf, aku tidak bisa
memenuhi janjiku. Aku harus menerima pernikahan ini. Menurut orang tuaku, dia
orang yang baik. Aku akan menerima pernikahan ini.”
Masih terngiang ucapan terakhirku
pada kekasihku, Ryan. Sebelum akhirnya aku meninggalkannya meski ia berulang
kali memanggil namaku. Aku pergi.
Tiga bulan berlalu. Aku telah hidup
seperti pelayan sekaligus pelacur dalam waktu yang bersamaan. Orang yang
bernama Adam itu tidak sebaik yang aku dan orang tuaku pikirkan sebelumnya. Dia
tidak sepertimu. Dia pemarah. Dia tidak sabar. Dia hanya memikirkan dirinya
sendiri.
Dia selalu memerintah. Dia tak
pernah menyayangiku tulus. Aku harus selalu menuruti perintahnya. Aku harus
selalu memenuhi nafsunya meski aku tak mau. Dan dia hanya akan memberiku uang
setelah dia puas. Ini menyiksa. Aku sangat menderita.
Akhirnya aku memutuskan untuk
berhenti berpura-pura. Aku tidak mau menjadi alat pemuas nafsu belaka. Aku
menginginkan kebahagiaan. Kebahagiaan bersama seseorang yang kucintai dan
mencintaiku.
Kesalahanku adalah memilih seseorang
yang bukan dirimu. Hidup bersama seseorang yang bukan dirimu. Menjalani
kehidupan berumahtangga dengan seseorang yang bukan dirimu. Dan menyerahkan
harta paling berharga bagiku pada seseorang yang bukan dirimu.
Sekarang aku menyesal. Aku tahu aku telah salah. Aku salah
sejak awal dengan menerima pinangan dari seseorang yang bukan dirimu. Seharusnya
aku tahu aku tidak akan bisa mencintai orang lain selain dirimu. Seharusnya aku
sadar aku tidak akan bisa bahagia bersama seseorang yang bukan dirimu. Seharusnya
aku sabar menunggumu kembali padaku.
Namun, semua telah terlambat. Hidupku sudah hancur kerena
kesalahanku. Diriku sudah hampa karena kesalahanku. Aku pun sudah tak dapat
lagi bersamamu karena kesalahanku. Aku tak memiliki apa-apa lagi yang dapat
kuberikan padamu. Ini sangat menyakitkan. Tapi aku tak dapat mengubah segalanya
seperti sedia kala. Aku sudah hancur.
Kuharap kau menemukan seseorang yang lebih baik dariku. Seseorang
yang tidak akan membuat kesalahan sepertiku. Maafkan aku, cintaku. Aku bersalah
padamu....
(Created by Shaoran Amalia)
No comments:
Post a Comment