Sunday, 5 October 2014

[Cerpen] Rena's Diary


27 September 2013

Hari ini masih sama seperti hari kemarin. Seperti biasa aku tetap berangkat ke sekolah walaupun terasa sangat berat. Bagaimana tidak? Aku seakan bisa melihatmu di setiap sudut ruangan. Kenangan-kenangan masa lalu kembali berputar dalam ingatanku. Jujur, aku merindukanmu. Setiap hari. Setiap detik. Bahkan, mungkin dalam setiap helaan nafasku. Aku sangat merindukanmu. Tetapi aku pun sadar, aku tidak mungkin bisa bertemu denganmu lagi. Tidak mungkin.

2 Desember 2013

Hari ini banyak orang yang menegurku. Kata mereka aku tampak lebih kurus. Mungkin, hal itu memang benar. Banyak baju yang sekarang jadi longgar saat aku memakainya. Aku harus bagaimana? Aku tahu kau tidak akan suka pada gadis yang kurus. Katamu mereka tampak seperti batang korek api. Sebaliknya, kau sangat suka mencubit pipiku yang chubby. Katamu pipiku tampak seperti bakpao ayam yang dijual di depan sekolah. Dan kau selalu tertawa saat aku marah karena kau menyamakanku dengan sebuah bakpao. Tapi sekarang bakpao itu sudah tidak ada. Wajahku tampak tirus. Aku tahu kau tidak akan menyukainya.

14 Desember 2013

Hari ini aku mendengar teman-teman kita mengobrol tentangku. Mereka bilang aku sudah banyak berubah. Tidak seperti dulu lagi. Lebih banyak diam dan kalau diajak bicarapun responku terlalu lama. Mereka bilang aku sudah jarang tersenyum. Bahkan kalau senyumpun akan tampak palsu. Mungkin, itu memang benar. Setelah kau tak di sini, lingkungan sekitarku seperti berubah menjadi planet asing. Tak ada satu pun orang yang bisa mengerti aku seperti kau. Mereka terus mengatakan hal-hal yang membuatku tidak nyaman. Aku merasa terasing. Aku sendiri tak bisa menjelaskan apa yang kurasakan saat ini.

22 Desember 2013

Hari ini hari ulang tahunku yang ke-17. Orangtuaku membuat pesta kejutan dan mengundang seluruh teman-teman kita. Aku mendapat banyak hadiah. Tapi entah mengapa tak ada satupun dari hadiah itu yang membuatku merasa bahagia. Aku tidak bisa tersenyum. Bahkan, walau hanya sebuah senyum palsu untuk menyenangkan mereka aku tak bisa. Aku hanya bisa berlari ke kamar dan mengunci diri untuk menangis sepuasnya. Aku merindukanmu.

30 Desember 2013

Mereka menyuruhku untuk melupakanmu. Katanya itu hal terbaik yang bisa kulakukan. Melupakanmu dan melanjutkan hidupku. Katanya aku masih mempunyai banyak teman. Aku masih mempunyai banyak sahabat. Dan kehilangan satu orang seharusnya tidak berarti apa-apa. Tapi kau tahu itu tidak benar. Kita bukan hanya sekedar sahabat. Kita sudah saling mengenal sejak kecil, saat kau dan aku bahkan belum mengerti makna persahabatan. Kita sudah berjanji untuk saling menyayangi dan saling menjaga. Kita sudah berjanji untuk terus bersama selamanya. Kita pun sudah mengadakan upacara pernikahan di usia 10 tahun dengan sebuah cincin berbentuk bunga yang kau beli dari toko mainan. Selama bertahun-tahun kau sudah mengisi hidupku. Bahkan tak ada hari tanpa bertemu denganmu. Kau sudah menjadi bagian dari hidupku. Lalu bagaimana bisa aku melupakanmu? Bagaimana bisa aku menghilangkan semua kenangan tentangmu dalam ingatanku? Aku tidak bisa. Tidak akan bisa.

6 Januari 2014

Kau tahu, hari ini ada seorang murid baru. Dia pindahan dari Bandung. Namanya Rian. Dia duduk di tempat dudukmu. Karena itu, setiap kali aku menoleh untuk melihat tempat dudukmu, aku hanya menemukan dia. Sehingga hal itu sedikit mengganggu lamunanku tentangmu. Lalu entah mengapa, aku jadi tak suka padanya. Dia mengganggu.

7 Januari 2014

Hari ini aku putuskan untuk pindah ke tempat dudukmu. Daripada melihat orang lain berada di sini, lebih baik kalau aku yang menempatinya. Walaupun semua siswa menatapku aneh. Bahkan anak baru itu menegurku. Dia menyuruhku pindah. Aku tidak mau. Aku tetap bersikeras duduk di tempat itu. Lalu kau tahu apa yang dia lakukan? Dia menarikku dengan sangat kasar sampai tanganku sakit. Siswa lain hanya menonton. Seandainya kau ada di sini, kau pasti tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kau tidak akan membiarkan siapapun menyentuh seujung kuku-ku. Apalagi sampai menyakitiku seperti ini. Aku sungguh merindukanmu. Air mataku pun kembali menetes deras. Sementara anak baru itu hanya menatapku dengan penuh tanda tanya.

20 Januari 2014

Hari ini kedua orang tuaku berencana pindah ke Solo. Menurut mereka, mungkin aku akan bisa melupakanmu jika berada di lingkungan yang baru. Tetapi tidak. Mereka salah. Meninggalkan kota ini justru akan membuatku semakin merindukanmu. Karena terlalu banyak kenangan tentangmu yang tidak akan pernah bisa kulupakan. Entah bagaimana aku bisa melanjutkan hidup tanpamu.

5 Februari 2014

Apa kau datang untuk menemuiku? Kau datang karena merindukanku juga? Aku sangat bahagia bisa melihatmu di kedai es krim yang biasa kita kunjungi bersama. Kau memakan es krim vanilla kesukaanmu sambil bercerita tentang hobimu mengumpulkan buku-buku sastra. Aku tahu kau baru pulang dari berburu buku di Yogya. Kau tampak sangat bahagia karena menemukan buku yang selama ini kau cari. Aku hanya mendengarkanmu sambil berharap kalau ini bukan mimpi. Aku tidak sedang bermimpi. Kau tepat berada di depanku. Kau di sini. Aku tidak bermimpi. Aku sangat bahagia.

13 Februari 2014

Ternyata selama berbulan-bulan kemarin aku hanya bermimpi buruk. Kau di sini. Kau ada di sini bersamaku. Aku sangat senang bisa berjalan-jalan denganmu sambil bergandengan tangan. Lalu membeli permen kapas kesukaanku. Rasanya manis. Sudah lama aku tidak merasakan makanan manis seperti ini. Karena kau tahu, berbulan-bulan kemarin lidahku seperti mati rasa. Bahkan sebatang cokelat pun terasa hambar. Tetapi sekarang berbeda. Aku bisa merasakannya lagi. Permen kapas ini sangat enak. Apalagi saat aku memakannya bersamamu sambil tertawa karena candaanmu. Aku sangat bahagia.

27 Februari 2014

Kau ada di sini. Tapi kenapa mereka tidak bisa melihatmu? Kenapa mereka terus meyakinkanku kalau aku sedang berhalusinasi? Padahal kau ada di sini. Kau jelas-jelas ada di sini. Mungkin mereka yang buta karena tidak melihatmu.

3 Maret 2014

Hari ini aku tak mengerti kenapa begitu banyak orang berpakaian serba putih di depan rumahku. Mereka menghampiriku lalu memegang kedua tanganku. Menarikku masuk ke dalam mobil putih dengan lampu merah yang menyala-nyala. Apa yang terjadi? Aku melihat ibuku. Dia hanya menangis di pelukan ayah. Aku berontak. Apa salahku? Kenapa aku harus dibawa pergi? Aku baik-baik saja. Tolong katakan pada mereka kalau aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.

18 Maret 2014

Kenapa kau diam saja? Kau lihat kan’ aku dibawa paksa ke rumah sakit ini? Tapi kenapa kau tidak berbuat apa-apa?

Apa? Kau sengaja tidak berbuat apa-apa agar bisa berdua saja denganku di tempat ini? Hmm... Baiklah. Aku rasa itu tidak terlalu buruk. Apalagi ruangan ini hanya ada tempat tidur saja. Tidak ada hiburan sama sekali. Aku senang kau ada di sini. Karena dengan begitu aku bisa mempunyai teman bicara. Ngomong-ngomong hari ini kau terlihat sangat tampan dengan kemeja biru muda dan celana jins hitam yang kau kenakan. Aku suka.

20 Maret 2014

Dokter itu aneh. Dia terus meyakinkanku kalau aku sedang berhalusinasi. Dia mengatakan kalau kau sudah mati. Katanya kau mati dalam kecelakaan di jalan Jenderal Sudirman tahun lalu. Itu tidak benar kan? Itu hanya mimpi buruk yang pernah kumimpikan. Buktinya, kau masih ada di sini denganku.

Dokter itu juga bercerita tentang orang tuaku. Katanya, mereka sering melihatku bicara sendiri, tersenyum dan tertawa sendiri. Katanya, mereka juga melihatku makan es krim sambil bicara sendiri. Jalan-jalan sambil membeli permen kapas sendiri tetapi seolah-olah sedang bersama orang lain. Itu tidak benar kan? Jelas-jelas aku bersamamu. Aku berbicara dan tertawa bersamamu. Tetapi kenapa mereka tidak melihatmu? Aku heran.

Sudahlah, aku tidak apa-apa. Selama ada kau, aku yakin aku akan baik-baik saja. Kau adalah satu-satunya orang yang kubutuhkan. Bahkan, saat semua orang menganggapku gila, aku tidak apa-apa. Karena kau ada di sini. Kau masih di sini. Aku tidak gila. Aku baik-baik saja. Aku tidak peduli dengan apa yang mereka pikirkan. Yang paling penting adalah kau ada di sini denganku.


No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...