a. Pengertian
Elaine B. Johnson (Riwayat, 2008) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Sebuah pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata (Rusman, 2011: 187).
Johnson (2010: 57-58) memaparkan bahwa kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Kontekstual adalah sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilakan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Dengan memanfaatkan kenyataan bahwa lingkungan meransang sel-sel saraf otak untuk membentuk jalan, sistem ini memfokuskan diri pada konteks, pada hubungan-hubungan. “Konteks” bermakna lebih dari sekadar kejadian-kejadian yang terjadi di suatu tempat dan waktu.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru dalam mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pengajaran kontekstual dapat mengaktifkan kemampuan siswa tentang :
a. Konsepsi-konsei siswa yang sudah terbentuk baik berdasarkan pengalaman siswa maupun intuisi siswa (activating knowledge).
b. Perolehan pengetahuan baru, dapat berupa konsep atau pengetahuan baru lainnya.
c. Membedakan konsep yang benar dan konsep yang salah (miskonsepsi).
d. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman dalam dunia nyata.
e. Membuat strategi untuk pengembangan pengetahuan baru.
Nurhadi (dalam Rusman 2011: 189) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekadar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.
b. Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Kontekstual sebagai suatu model dan dalam implementasinya tentu saja memerlukan perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsip. Menurut Rusman (2011: 193-199), ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu.
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofis) dalam contextual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Oleh karena itu, dalam contextual strategi untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibanding dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa.
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari contextual, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengatahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiri and discovery (mencari dan menemukan).
3) Bertanya (Questioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik utama kontekstual adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam kontekstual. Penerapan unsur bertanya dalam kontekstual harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti pada tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam implementasi kontekstual, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman sharing. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
5) Pemodelan (Modelling)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan ini sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajar. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri.
7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kausalitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan model kontekstual. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.
Daftar Pustaka
Johnson, Elaine B. 2010. CTL (Contextual Teaching and Learning). Bandung: Kaifa.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali.
Elaine B. Johnson (Riwayat, 2008) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Sebuah pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata (Rusman, 2011: 187).
Johnson (2010: 57-58) memaparkan bahwa kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Kontekstual adalah sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilakan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Dengan memanfaatkan kenyataan bahwa lingkungan meransang sel-sel saraf otak untuk membentuk jalan, sistem ini memfokuskan diri pada konteks, pada hubungan-hubungan. “Konteks” bermakna lebih dari sekadar kejadian-kejadian yang terjadi di suatu tempat dan waktu.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru dalam mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pengajaran kontekstual dapat mengaktifkan kemampuan siswa tentang :
a. Konsepsi-konsei siswa yang sudah terbentuk baik berdasarkan pengalaman siswa maupun intuisi siswa (activating knowledge).
b. Perolehan pengetahuan baru, dapat berupa konsep atau pengetahuan baru lainnya.
c. Membedakan konsep yang benar dan konsep yang salah (miskonsepsi).
d. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman dalam dunia nyata.
e. Membuat strategi untuk pengembangan pengetahuan baru.
Nurhadi (dalam Rusman 2011: 189) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekadar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses.
b. Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Kontekstual sebagai suatu model dan dalam implementasinya tentu saja memerlukan perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsip. Menurut Rusman (2011: 193-199), ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu.
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofis) dalam contextual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Oleh karena itu, dalam contextual strategi untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibanding dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa.
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari contextual, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengatahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiri and discovery (mencari dan menemukan).
3) Bertanya (Questioning)
Unsur lain yang menjadi karakteristik utama kontekstual adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam kontekstual. Penerapan unsur bertanya dalam kontekstual harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti pada tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam implementasi kontekstual, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman sharing. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
5) Pemodelan (Modelling)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan ini sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajar. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri.
7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kausalitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan model kontekstual. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.
Daftar Pustaka
Johnson, Elaine B. 2010. CTL (Contextual Teaching and Learning). Bandung: Kaifa.
Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali.
No comments:
Post a Comment