Warning:
This is Hunhan fanfiction, yaoi, mature, nc
Don't like, don't read.
I just own the story.
Happy reading ~ ~
HIV
Mulutmu adalah harimaumu. Luhan sudah sering mendengar peribahasa itu. Namun, rupanya ia belum memahaminya dengan baik.
Sehun dapat merasakan belasan pasang mata yang mengekorinya sejak ia menginjakkan kaki di sekolah pagi itu. Apa yang salah dengan dirinya? Mengapa orang-orang terus menatapnya seperti itu?
Sehun berbelok ke kamar mandi. Ia memperhatikan dirinya sendiri di cermin wastafel. Tetap tampan seperti biasa. Tak ada yang aneh dengan penampilannya. Ia pun memutar otak. Mungkin ada sesuatu luput dari perhatiannya. Namun, sekeras apapun ia berusaha, ia tetap tidak menemukan alasan dibalik dirinya menjadi objek perhatian.
Sehun baru saja melangkah keluar dari kamar mandi saat ia merasakan sebuah telur mentah pecah tepat di wajahnya. Belasan siswa sedang mengelilinginya dengan tatapan tajam. Sehun bingung sendiri dengan apa yang orang-orang itu lakukan. Bahkan, telur-telur terus menghujani tubuhnya dan mengotorinya mulai dari kepala sampai kaki. Disusul dengan tepung yang dijatuhkan dari lantai atas tepat di atas kepalanya. Membuat penampilannya semakin buruk.
“Ya!!! Apa yang kalian lakukan?!!!” Amarah Sehun sudah sampai ke ubun-ubun. Para siswa itu tertawa cekikikan melihatnya.
“Itu pantas untukmu, Oh Sehun. Kau sudah mengotori sekolah ini.” Seorang siswa imut bersuara. Mata sipitnya yang memakai eyeliner tak henti menatap Sehun tajam.
Sehun semakin bingung. Mengotori sekolah? Apa yang pemuda bernama Baekhyun itu maksudkan?
“Sebaiknya kau segera meninggalkan sekolah kami. Kami tidak mau tertular virus HIV darimu.”
Mata Sehun membulat terkejut mendengar ucapan pemuda berkulit gelap bernama Kai itu.
“HIV? Apa maksudmu?”
“Kau mengidap virus HIV.”
Sehun tertawa mendengar ucapan Baekhyun itu.
“Ya. Apa kalian bodoh? Kenapa mempercayai berita seperti itu?”
Siswa-siswa yang mengepungnya itu kemudian saling berbisik.
“Ibumu seorang kupu-kupu malam, bukan?”
Deg.
Sehun terdiam. Kepalanya sedikit tertunduk.
“Tampaknya itu benar. Apa kau yakin kau tidak mengidap HIV? Sudah periksa ke dokter? Aku yakin belum. Kau harus memeriksakan dirimu sebelum terlambat.” Kai memandang remeh ke arah Sehun. Ia kemudian beranjak pergi diikuti oleh Baekhyun dan belasan siswa lainnya.
Sehun sendiri, masih berdiri terpaku.
Hanya satu orang yang tahu tentang ibunya. Seseorang yang pernah menjadi temannya. Orang itu adalah Luhan.
Kedua tangan Sehun mengepal kuat.
“Aku tidak akan memaafkanmu, Luhan.”
...
...
...
Luhan mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kantin. Tampaknya orang yang dibencinya sedang tidak berada di sana. Syukurlah. Dengan begitu, Luhan bisa makan dengan tenang. Ia pun meletakkan nampan yang berisi makan siangnya itu di salah satu meja.
Luhan makan dengan lahap. Satu per satu ia menyendokkan nasi goreng kimchi ke dalam mulutnya. Sesekali diselingi dengan buah atau air putih. Kemudian mengunyah makanannya baik-baik.
Haaah... Entah kapan terakhir kali Luhan makan setenang ini. Biasanya Sehun akan muncul dan berlagak penguasa sekolah hingga menumpahkan semua makanan Luhan di lantai. Biasanya Sehun akan naik ke meja dan berbicara menggunakan pengeras suara.
“Tidak ada yang boleh berbicara padanya. Tidak ada yang boleh berada di dekatnya atau tersenyum padanya. Jika kalian melanggar, kalian akan tahu akibatnya.”
Sebuah peringatan yang membuat Luhan tidak memiliki satupun teman. Peringatan yang membuat Luhan menjadi kutu buku dan tak dianggap kehadirannya. Peringatan yang membuat masa SMA-nya menjadi masa-masa paling kelam dalam hidupnya selama setahun terakhir.
Tetapi untunglah semua itu tidak terjadi hari ini. Entah kemana Oh Sehun. Luhan tidak perduli. Selama ia bisa makan dengan tenang dan beberapa orang mulai berbicara padanya.
...
...
...
Luhan berjalan pulang ke rumah saat matahari mulai kembali ke peraduannya. Sebelum pulang, ia singgah di minimarket untuk membeli beberapa mie instan dan cemilan. Orang tuanya sudah pesan bahwa mereka tidak akan pulang malam ini karena ada kerjaan di luar kota. Sehingga ia harus sendirian malam ini.
Luhan membuang stik es krim yang sudah habis ke tempat sampah kemudian membuka pintu rumahnya dengan kunci yang ia sembunyikan di bawah pot. Rumahnya masih dalam keadaan gelap gulita sehingga hal pertama yang Luhan lakukan setelah memasuki rumahnya adalah menyalakan lampu di teras, ruang tengah, dan dapur. Luhan meletakkan barang belanjaannya di meja dapur lalu beranjak naik tangga menuju kamarnya.
Kamar Luhan masih gelap. Sebelum menyalakan lampu, Luhan meletakkan tas ransel dan jas seragam sekolahnya di meja belajarnya. Setelah itu, ia menyalakan lampu yang berada tepat di sebelah lemari pakaiannya.
Kaki Luhan terpaku di tempat saat melihat sosok yang juga berada dalam kamarnya itu.
“Oh..Oh.. Se..Hun..” Luhan tergagap. Sehun duduk di tempat tidurnya.
“Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Sehun berdiri dan menghampiri Luhan.
“Apa..yang..kau..lakukan.. di rumahku?”
Luhan berjalan mundur ketika Sehun semakin mendekat padanya. Sehun hanya diam sambil terus menatapnya tajam. Luhan mengenal tatapan itu. Tatapan yang selalu Sehun tunjukkan setiap kali bertemu dengannya. Tetapi Luhan dapat merasakan kebencian yang terpancar dari kedua mata Sehun.
Luhan berbalik dan mencoba berlari keluar kamar. Namun, Sehun mendahuluinya ke depan pintu lalu mengunci pintu.
“Kau tidak akan bisa lari kali ini.” Sehun memojokkan Luhan tepat di daun pintu, meletakkan kedua tangannya di sisi kepala Luhan untuk mengunci pergerakan pemuda yang lebih pendek darinya itu.
“Apa yang kau inginkan?”
Luhan menatap Sehun lekat dengan degup jantung yang berdebar cepat. Keringat dingin mulai keluar dari sekujur tubuhnya.
Sehun mendekatkan wajahnya sehingga tak ada jarak lagi diantara mereka.
“Aku ingin membuktikan kalau aku tidak mengidap HIV.” Bisikan Sehun seketika melemahkan seluruh persendian tubuh Luhan.
“Apa maksudmu?” Luhan bertanya di sela-sela rasa gugupnya itu. Sehun hanya menyunggingkan senyumnya lalu menarik Luhan ke tempat tidur.
Luhan terhempas di tempat tidurnya sendiri. Sehun menindih tubuhnya dan menggenggam erat kedua pergelangan tangannya.
“Ya! Oh Sehun! Apa yang kau lakukan?! Lepaskan aku!”
(Sorry guys, i have to cut the nc part cause the most of silent reader is just children. And i don't want to join children's brain broken. I will change all my fanfiction rated M to T. Hope you'll understand)
Luhan lelah bukan main. Namun, ia menguatkan diri sendiri agar tidak pingsan saat itu atau Sehun tidak akan berhenti memperkosanya. Dalam pikirannya, besok pagi-pagi sekali ia harus ke gereja untuk pengakuan dosa.
Sehun membalikkan tubuh Luhan menghadap padanya. Lalu menyeka keringat yang membasahi kening Luhan dengan jari-jarinya. Luhan hanya membuang muka.
“Kau sudah puas, kan? Sekarang lepaskan aku, Oh Sehun!” Luhan menatapnya penuh kebencian. Tatapan yang sama yang selalu ia tunjukkan saat melihat Sehun.
Hal itu membuat Sehun sedikit kecewa. Jadi hanya dirinya yang menikmati permainan ini? Tidak adil.
Sehun tersenyum, lalu mencium bibir Luhan dan melumatnya lembut membuat sepasang mata indah Luhan membulat sempuna.
Demi Tuhan, kapan dia akan berhenti?
...
...
...
Sosok manis berambut kecokelatan itu menjadi perhatian seluruh penghuni kantin yang sedang menikmati makan siang mereka. Orang itu adalah Luhan. Ia naik ke atas meja dengan pengeras suara di tangannya, sebuah pemandangan yang tidak biasa.
“Aku ingin menjelaskan bahwa Sehun tidak mengidap HIV. Dia bersih.”
Seluruh siswa yang mendengarnya mulai berbisik-bisik tidak jelas.
“Kau tahu dari mana?” tanya Kai sambil melihat Luhan dengan tatapan tidak percaya.
Luhan menghela nafas panjang.
“Aku sudah membuktikannya dan aku baik-baik saja.”
Luhan turun dari meja lalu meninggalkan kantin. Seluruh siswa serempak menunjukkan wajah bingung. Apa maksud ucapan si kutu buku itu?
Hanya beberapa orang yang paham dengan jelas maksud kalimat Luhan itu, termasuk Kai dan Baekhyun.
...
...
...
Mulutmu adalah harimaumu. Luhan telah mengecamkan dengan baik peribahasa itu dalam pikirannya.
No comments:
Post a Comment