Warning: This is boy x boy love story, yaoi, mature, nc.
Don't like, don't read. That's simple.
I just own the story. The cast belong to God and their self.
I'm a hunhan hard shipper.
Happy reading...
Iringan musik dansa memenuhi ruangan pesta ulang tahun Sehun. Para tamu berdansa dengan pasangan mereka. Yang tidak mendapat pasangan, hanya duduk di tempat, seperti Kai. Namun, pemandangan di hadapannya membuatnya tak henti tertawa. Diantara sekian banyak pasangan yang sedang berdansa, Sehun dan Luhan adalah salah satu yang menarik perhatian Kai. Oh, lihatlah cara dansa mereka yang kaku. Belum lagi kenyataan yang Kai ketahui bahwa Luhan bukanlah seorang wanita dan cara Sehun memegang pinggang Luhan dengan posesif terlihat menggelikan. Beruntung Kai masih dapat menahan tawanya dengan menutup mulut.
Luhan berdansa dengan gerakan seperti robot. Beruntung Sehun sebenarnya cukup baik dalam dansa pasangan itu sehingga ia bergerak membimbing langkah Luhan satu persatu. Kedua tangan Sehun berada di pinggang Luhan dan tangan Luhan melingkar di bahu Sehun dengan posisi seperti berpelukan, mereka melangkah dari kiri ke kanan. Jarak mereka yang sangat dekat membuat jantung Sehun berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia hanya bisa berharap Luhan tidak menyadarinya.
“Tidakkah kau berhutang penjelasan padaku, Oh Sehun?” tanya Luhan. Suaranya berbisik tepat di telinga Sehun sambil tersenyum melihat orang tua Sehun yang sedang memandang mereka.
“Maaf, Luhan. Orang tuaku menginginkan agar kita bertunangan hari ini juga.” Kata Sehun sama berbisik di telinga Luhan.
“Lalu kau menyetujuinya tanpa membicarakannya denganku? Bagus.”
“Aku minta maaf, Luhan. Aku juga tidak menyangka masalahnya jadi serumit ini.”
“Kalau begitu kita harus segera mengakhirinya, Sehun. Aku tidak bisa membayangkan kalau orang tuamu mengetahui kebohongan ini. Mereka terlalu baik. Aku tidak mau mengecewakan mereka, kau tahu?”
“Ya, Luhan. Kumohon bersabarlah sebentar lagi. Aku akan mencari waktu yang tepat untuk mengakhiri ini.”
Sehun melihat orang tuanya. Mereka berdansa sambil tersenyum bahagia. Jauh di lubuk hatinya, Sehun berharap ia dan Luhan akan seperti mereka kelak. Namun, Sehun sadar, perasaan itu hanya miliknya. Luhan tidak memiliki perasaan yang sama dengannya.
“Ya, coba lihat Kai. Ia dari tadi menertawakanku. Lihat saja, akan kubalas dia nanti.” Luhan menggeram menahan amarah. Sehun menoleh melihat Kai. Benar, Kai sedang tertawa di sana. Sehun ikut tertawa kecil. Memang posisi ini pasti terlihat menggelikan.
“Yak! Kenapa kau malah ikut tertawa?” Luhan tidak terima.
“Tidakkah kau sadar, Luhan? Kita sedang berdansa sekarang. Tetapi kalau tamu undangan tahu kalau kau adalah pria, mereka pasti akan tertawa.”
“Oh, kau benar. Sebaiknya itu tidak terjadi. Dua orang yang menertawaiku sudah lebih dari cukup.” Ujar Luhan jengkel.
-
-
-
Sehun memandang langit-langit kamar sambil berbaring di ranjang. Hari ini memang melelahkan. Namun, tak dapat ia pungkiri kalau ia merasa bahagia. Akhirnya, ia tahu perasaan yang selama ini mengganggunya. Itu cinta. Sehun mencintai Luhan. Bukan sebagai sahabat, tapi sebagai seorang kekasih.
“Ini hadiahmu.” Luhan menyerahkan sebuah kotak pada Sehun. Sehun bangkit untuk melihat isinya. Sepasang sepatu olahraga berwarna abu-abu -biru tua. Ia menyukai sepatu itu, benar-benar sesuai seleranya.
“Kau suka?” Luhan bertanya tanpa melihat Sehun. Ia sibuk melepaskan high heels menyiksa, rambut palsu, dan gaun merah yang dikenakannya.
Perhatian Sehun tak lagi pada sepasang sepatu dalam kotak itu. Ia hanya memandang tubuh polos Luhan yang kini hanya mengenakan boxer, membuatnya harus bersusah payah menelan air liurnya sendiri.
“Ya, aku suka.”
Luhan tidak sadar sedang diperhatikan. Ia berjalan santai mengambil baju kaos di lemari lalu memakainya.
“Baguslah.” Luhan beranjak ke kamar mandi untuk menghapus make-up tebalnya.
Tak lama kemudian, Luhan kembali dengan wajah yang tanpa make up, tapi masih terlihat manis. Ia memandang Sehun yang sedang mencoba sepatu pemberiannya.
“Pas sekali.” ujar Sehun sambil tersenyum. Luhan ikut tersenyum senang.
“Baguslah, aku sempat berpikir kalau sepatu itu mungkin akan,
Kriek
Suara knop pintu yang berputar itu mengagetkan Sehun dan Luhan. Secepat kilat, Sehun menarik Luhan ke tempat tidur lalu menindihnya sambil menutup tubuh mereka dengan selimut tebal.
“Sehun, kau
Kata-kata Roger terhenti saat melihat anaknya sedang sibuk berciuman. Ia tersenyum, “Lain kali kunci pintunya dulu. Dasar anak muda.” Roger pun kembali menutup pintu.
Bibir Sehun sukses membungkam mulut Luhan. Sehun sudah tak dapat menahan hasratnya untuk mencicipi bibir merah muda milik Luhan. Ia mengecap setiap sudutnya, merasakan tekstur lembut yang menggoda dan rasa semanis madu yang memanjakan indra pengecapnya.
Luhan mendorong dada Sehun sekuat tenaga. Ia berhasil. Ciuman itu terlepas dengan paksa. Keduanya menghirup nafas banyak-banyak. Sehun menjauhkan wajahnya dari Luhan. Nafasnya masih tersengal-sengal saat kedua matanya bertemu mata Luhan yang membulat terkejut.
Luhan menelan ludah kasar, pikirannya masih kosong untuk mencerna apa yang baru saja terjadi.
“Astaga, apa yang aku lakukan?” Sehun segera bangkit dari posisinya menindih tubuh Luhan.
“Maafkan aku, Lu. Aku tidak bermaksud,” Sehun mengusap wajahnya frustasi. Ia tidak berani berbalik melihat Luhan. Luhan pasti membencinya sekarang.
Luhan masih tidak percaya akan apa yang terjadi. Sehun menciumnya. Kenapa? Ia yakin Sehun tidak mungkin menyukainya. Sehun hanya terbawa suasana. Ya, hanya itu alasannya.
“Tidak apa-apa, Sehun. Aku mengerti. Bisakah kau kembali ke kamarmu? Aku ingin tidur.”
“Hmm...” Sehun beranjak menuju pintu.
“Maafkan aku, Luhan.” Ucap Sehun sekali lagi sebelum keluar dan menutup pintu.
***
Luhan sudah duduk di kursi tempat ia janjian dengan Kris. Tak sampai sepuluh menit kemudian, Kris muncul dengan wajah ceria.
“Ada apa, Luhan?” tanya Kris setelah memesan secangkir cappucinno pada pelayan.
Luhan menghela nafas berat.
“Aku butuh uang, Kris.”
“Untuk apa? Bukankah kau sudah memiliki tempat tinggal? Kalau kau butuh sesuatu kenapa kau tidak menanyakan pada Sehun? Dia punya banyak uang tahu.”
Luhan memutar bola matanya, “Tidak mungkin.”
“Bukankah kalian sudah bertunangan? Tidak ada salahnya memanfaatkan hubungan itu.” Kris tertawa garing.
Luhan mendengus kesal.
“Yak! Yang bertunangan dengannya itu Luna, bukan aku.”
“Okey, okey. Santai, bro. Jadi, kembali ke masalah awal. Kenapa kau butuh uang?”
Luhan menghela nafas panjang sebelum bercerita, “Kurasa aku harus secepatnya meninggalkan rumah Sehun. Rasanya semakin tidak nyaman berada di sana dan menyamar sebagai wanita. Aku sudah mengumpulkan uang, tapi masih kurang satu juta untuk menyewa sebuah kamar dekat kampus.”
“Satu juta? Baiklah, itu tidak terlalu banyak. Aku bisa membantumu.”
Luhan tersenyum, “Terima kasih, Kris.”
***
Di tempat lain, Sehun dan Kai sedang bermain bilyard di salah satu Mall di daerah gangnam. Sayangnya, selama permainan, Sehun hanya satu kali berhasil memasukkan bola ke lubang. Sungguh, bukan Sehun yang biasanya, yang mampu memenangkan permainan dengan sangat mudah.
“Apa yang kau pikirkan, kawan?” tanya Kai saat mereka beristirahat sejenak.
Sehun hanya menghela nafas panjang.
“Apa karena pertunangan itu?” tebak Kai.
Sehun mengangguk pelan.
“Itu mudah, kawan. Pertunangan masih bisa dibatalkan. Kau bisa memberi alasan, seperti kau sudah tidak mencintai Luhan lagi, Luhan mengkhianatimu, atau Luhan harus kembali ke kampung halamannya. Ada banyak alasan. Orang tuamu pasti akan mengerti.”
“Memang mudah memberi alasan, Kai. Tapi bagaimana jika aku tidak mau membatalkannya?”
“Maksudmu? Kau mau menikahi Luhan?”
“Ya.”
“APA?! Sehun! Kau sudah gila?! Atau kau amnesia sampai melupakan kalau Luhan adalah pria?!” tanya Kai tanpa jeda. Matanya melotot tajam.
“Memangnya kenapa kalau Luhan pria? Bagiku itu bukan masalah.”
“Jadi, maksudmu, kau... ingin menikahi Luhan walaupun dia pria?”
“Ya.”
“Kenapa?” Kai penasaran.
“Aku mencintainya.”
Kai tidak dapat menahan mulutnya untuk tidak menganga lebar, cukup lebar untuk memasukkan satu buah apel utuh.
“Bagaimana bisa?” Kai menjauhkan duduknya dari Sehun. Ia takut Sehun akan jatuh cinta padanya juga. Sehun yang melihat hal itu hanya memutar bola matanya, malas.
“Aku mencintai Luhan, tak peduli dia pria atau wanita. Aku juga tak tahu alasannya. Hanya saja, setiap berada di dekatnya, jantungku berdebar cepat. Dia... membuatku bahagia.”
Detik demi detik berlalu, Kai masih mencerna informasi yang baru saja diketahuinya itu.
“Hmm.. Okey. Jadi, masalahnya sekarang apakah Luhan mengetahui perasaanmu?” tanya Kai.
“Tidak. Tapi dia mungkin dia mulai curiga karena aku menciumnya waktu hari ulang tahunku.”
“APA?!!! Kau menciumnya?!!!” Kai berteriak histeris membuat semua mata tertuju padanya. Kai hanya tersenyum kikuk sambil menggumankan permintaan maaf.
“Pelankan suaramu, bodoh.”
“Okey. Jadi, bagaimana reaksi Luhan waktu kau menciumnya?”
“Dia terkejut. Pasti. Tapi setelah itu dia bersikap biasa saja, seakan-akan kejadian itu tidak pernah terjadi.”
“Hmm...” Kai mulai berpikir. “Jadi, cintamu bertepuk sebelah tangan, kawan. Tapi, menurutku kau masih punya kesempatan karena Luhan tidak membencimu. Buktinya, dia tidak menjauhimu, kan?”
Sehun mengangguk.
“Baiklah. Kalau begitu aku akan berperan menjadi cupid kalian. Aku akan membuat Luhan jatuh cinta padamu juga.”
“Bagaimana caranya?” tanya Sehun. Kai hanya mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum.
***
Jam mata kuliah Luhan yang terakhir di hari Senin telah usai. Kegiatan Luhan yang sedang membereskan bukunya terhenti sejenak ketika ponselnya bergetar. Sms dari Kai.
‘Luhan. Sehun mau traktir kita makan siang di restoran biasa. Cepatlah datang.’
Luhan segera membereskan bukunya dan menarik ranselnya meninggalkan kelas menuju restoran dekat kampusnya. Tak sampai lima menit dengan berjalan kaki, ia sudah tiba di restoran italia yang terkenal dengan pizzanya itu.
Luhan berdiri sejenak di depan. Perasaannya masih ragu untuk melangkah masuk. Apalagi ada Sehun di dalam. Bagaimanapun ia belum bisa melupakan kejadian saat Sehun menciumnya. Kejadian itu masih terus terbayang-bayang dalam pikirannya.
Luhan menghembuskan nafas panjang, kemudian melangkah memasuki restoran. Paling tidak perutnya harus diisi terlebih dahulu.
“Hei, kau datang juga. Ayo duduk.” Sapa Kai sambil tersenyum. Meja itu berbentuk segi empat dengan dua sofa panjang. Kai duduk di samping Sehun dan satu-satunya tempat yang masih kosong adalah di samping Kris. Luhan pun duduk di tempat itu dan berhadapan dengan Sehun.
“Kau mau pesan apa?” tanya Sehun. Luhan melihat Sehun sebentar lalu mengalihkan pandangannya pada buku menu.
“Meat lover saja, bagaimana?” tanya Luhan.
“Okey. Pesan yang paling besar. Tambah spagetti dan chiken wings.” Ujar Kris.
“Kalau minumnya, aku cappucinno float.” Kata Kai.
“Aku orange jus.” Itu Kris.
“Aku cokelat milkshake saja.” Kata Luhan.
“Baiklah. Aku juga.” Sehun menyerahkan daftar pesanan mereka pada pelayan.
Suasanapun hening sejenak, mereka sibuk dengan smartphone masing-masing. Sampai Kris buka suara.
“Jadi, kapan kau akan pindah Luhan?” tanya Kris. Sehun dan Kai serempak terkejut.
“Kau mau pindah?” tanya Kai.
Luhan melihat Sehun sejenak sebelum mengangguk pelan. Sehun hanya terdiam dengan wajah datar.
“Kenapa? Kau pernah bilang rumah Sehun nyaman untuk ditinggali. Kenapa harus pindah?” tanya Kai lagi.
“Iya, rumah Sehun sangat nyaman sampai-sampai aku takut jika tinggal terlalu lama justru membuatku tidak mau meninggalkannya. Lagipula masalah Sehun sudah selesai. Orang tuanya sudah tidak memaksakan perjodohan lagi.” Jelas Luhan.
“Tapi itu karena kau sudah bertunangan dengan Sehun. Lalu bagaimana jadinya pertunangan kalian?” tanya Kai lagi.
Luhan sempat heran melihat Kai begitu antusias dengan masalah pertunangan itu. Padahal Sehun yang notabene si tunangan terlihat tak terganggu.
“Ya, aku tidak keberatan. Kami bisa berpura-pura tetap bertunangan sampai Sehun menemukan jodohnya sendiri. Benar kan’ Sehun?” Luhan meminta tanggapan Sehun yang terdiam sejak tadi.
‘Bagaimana bisa aku menemukan jodohku ketika aku yakin kalau orang itu adalah kau?’ batin Sehun.
“Tidak akan semudah itu, Luhan. Bagaimana kalau orang tua Sehun menyadari kalian jarang terlihat bersama?” tanya Kai lagi.
Luhan kembali menatap Kai. Apa yang dikatakan Kai memang ada benarnya juga. Setelah keluar dari rumah Sehun, otomatis dia tidak akan menyamar sebagai wanita lagi. Sehingga sosok Luna ciptaannya akan menghilang dengan sendirinya. Orang tua Sehun pasti curiga jika tidak melihat Sehun bersama kekasihnya.
“Kai benar, Luhan. Tidak seharusnya kau meninggalkan rumah Sehun tiba-tiba begitu. Apalagi kalian baru saja bertunangan.” Tambah Kris.
Kai tersenyum tipis mendengar Kris mendukung ucapannya. Luhan hanya terdiam mendengarkan, sama seperti Sehun.
“Lagipula tidak ada salahnya terus berpura-pura. Kalian juga tidak mungkin saling jatuh cinta, benar?”
Ucapan Kris terakhir sukses membuat Kai tersedak karena terkejut. Sehun pun sama terkejutnya hanya saja ia masih bisa mengontrol ekspresi wajahnya untuk tetap terlihat datar. Berbeda dengan Luhan yang matanya sudah membulat terkejut.
“Yak!! Apa yang kau bicarakan, huh?!”
“Maksudku, kalau kalian benar-benar saling mencintai, barulah pertunangan itu bisa menjadi masalah karena kalian tidak mungkin terus berpura-pura sebagai pria dan wanita.”
“Bodoh. Itu tidak mungkin terjadi.” Ujar Luhan santai. Dalam sekejap membuat perasaan Sehun seperti teriris sembilu. Kai menatapnya prihatin.
“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Luhan. Siapa yang tahu? Kau mungkin akan terjebak ucapanmu sendiri.” kata Kai.
Luhan menatapnya heran. Ia tidak tahu mengapa perkataan Kai seperti sedang mengejeknya. Ia pun mengalihkan pandangannya pada Sehun, Sehun hanya tersenyum tipis menatapnya.
***
TBC
4 comments:
kasian banget sehun... belum apa2 udah patah hati duluan. Sabar hun, jodoh mh gabakal kemana
ditunggu kelanjutannya~
Seriusan fanfic abal-abal ini ada yang baca?
Woah... gak nyangka. Tengkyu tengkyu :)
Makasih juga buat komentarnya, saya jadi semangat nulis nih cerita sampe selesai ^^
Kamsahamnida *bow
wkwk aku suka semua ff kamuuu, maaf baru berani menampakan diri._. padahal aku udah baca ff kamu yg lainnya hehe (-_-)/ sebenernya ga ada niatan jadi siders cuman kan aku bacanya lewat opramini dihp dan mau komen itu susah bangeeeet, baru tau sekarang cara komennya. maaf ya :3 aku juga semangat baca ffnya
Oh iya, gak apa-apa. Saya malah menghargai banget kamu sudah menyempatkan waktu untuk membaca dan komen cerita ini. Kamsahamnida :D
Post a Comment