Monday, 16 June 2014

Hubungan Antara Inflasi dan Pengangguran (Copy)

Setiap negara mengharapkan untuk mencapai tahap kegiatan ekonomi pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi. Dalam prakteknya, hal ini sulit dilakukan. Ahli- ahli ekonomi menyadari bahwa hubungan antara tingkat inflasi ( prosentase ) dengan tingkat pengangguran ( prosentase ) adalah berbanding terbalik, artinya semakin tinggi tingkat pengangguran maka tingkat inflasi akan semakin rendah dan sebaliknya.semakin rendah tingkat pengangguran maka inflasi akan semakin tinggi.
Kalau hubungan ini digambarkan secara statistik dalam kurva salib sumbu, dimana sumbu tegak mewakili tingkat inflasi sedang sumbu datar mewakili tingkat pengangguran, maka bentuk kurva yang terjadi adalah melandai dari kiri atas kekanan bawah. Secara teori kalau terjadi pengurangan jumlah penganggur ( yang bekerja bertambah ) maka jumlah barang yang diminta akan bertambah. Tekanan permintaan ini akan menekan inflasi keatas dan sebaliknya.
Secara teori amat jelas apabila pengangguran mencapai 0 % maka tingkat inflasi juga akan tinggi tak terkendali . Dengan demikian tingkat inflasi harus dikendalikan oleh pemerintah sampai pada tingkat tertentu yang tetap mendorong produksi barang barang, tapi juga dapat terbeli oleh sebagian terbesar konsumen.
Sebagai risikonya apabila pemerintah menetapkan tingkat inflasi tersebut diatas, maka akan ada tingkat pengangguran pada tingkat tertentu. Tingkat inflasi merupakan salah satu tolok ukur keberhasialan pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Secara umum tingkat inflasi yang dapat diterima untuk setiap negara adalah pada level antara 2% sampai dengan 4 %. Dengan demikian secara teori menurut kurva diatas maka setiap negara pasti ada tingkat penggangguran atau sejumlah orang yang tidak dapat terserap dalam kesempatan kerja yang tersedia.
Orang orang yang demikian inilah yang sering disebut dengan penganggur alamiah. Mereka mengangur bukannya tak mau bekerja, tapi yang pertama adalah kemampuan sumber sumber produksi untuk menyerapnya terbatas, sedang yang kedua adalah sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah untuk mempertahankan tingkat inflasi pada level tertentu.
Karena tingkat penganggur pada level tertentu ini merupakan tolok ukur keberhasilan pemerintah dalam bidang ekonomi , maka pemerintah setiap negara berusaha untuk mencapainya, yaitu dengan berusaha menambah kemampuan kapasitas produksi.

HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGANGGURAN
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran di Indonesia bertambah.
Bayangkan, pada 1997, jumlah penganggur terbuka mencapai 4,18 juta. Selanjutnya, pada 1999 (6,03 juta), 2000 (5,81 juta), 2001 (8,005 juta), 2002 (9,13 juta) dan 2003 (11,35 juta). Sementara itu, data pekerja dan pengangguran menunjukkan, pada 2001: usia kerja (144,033 juta), angkatan kerja (98,812 juta), penduduk yang kerja (90,807 juta), penganggur terbuka (8,005 juta), setengah penganggur terpaksa (6,010 juta), setengah penganggur sukarela (24,422 juta).
Salah satu aspek untuk melihat kinerja perekonomian adalah seberapa efektif penggunaan sumber-sumber daya yang ada sehingga lapangan pekerjaan merupakan concern dari pembuat kebijakan. Angkatan kerja merupakan jumlah total dari pekerja dan pengangguran, sedangkan pengangguran merupakan persentase angkatan kerja yang menganggur.
Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh terciptanya lapangan pekerjaan yang baru. Ketika ekonomi bertumbuh, berarti terdapat pertumbuhan produksi barang dan jasa. Ketika hal ini terjadi maka kebutuhan akan tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa pun akan tumbuh.
Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Studi yang dilakukan oleh ekonom Arthur Okun mengindikasikan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran, sehingga semakin tinggi tingkat pengangguran, semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonomi.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi 6 persen, yang berlangsung selama enam bulan sejak triwulan IV tahun 2004 hingga triwulan I tahun 2005, sebagai pertumbuhan tidak berkualitas karena tak mampu menekan pengangguran yang malah naik 10,3 persen. Pertumbuhan ekonomi itu dinilai semu karena kesejahteraan masyarakat tidak semakin membaik.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGANGGURAN DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika petumbuhan ekonomi ada maka penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1%, tenaga kerja yg terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja. Sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta/thn. Sehingga tiap tahun pasti ada tenaga kerja yang tidak terserap sehingga jadilah ia sang pengangguran...
Sebenarnya ada 3 hal yg dilakukan untuk mengurangi pengangguran yaitu penekanan pertumbuhan tenaga kerja, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan mempercepat transformasi sektor informal ke formal baik di kota maupun desa terutama sektor pertanian, perdagangan, jasa dan industri...

HUBUNGAN INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA

Mengacu pada kurva Philips, dapat digambarkan bagaimana hubungan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran di Indonesia dengan menggunakan data tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2005. A. W. Philips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga atau dapat dikatakan sebagai inflasi, maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja sehingga pengangguran berkurang.
Menggunakan pendekatan A.W. Philips dengan menghubungkan antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia ternyata kurang tepat. Karena secara statistik tidak ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran di Indonesia. Di Indonesia, adanya kenaikan harga-harga atau inflasi pada umumnya disebabkan oleh kenaikan biaya produksi, misalnya karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena kenaikan permintaan. Dengan alasan inilah maka tidaklah tepat bila perubahan tingkat pengangguran di Indonesia dihubungkan dengan inflasi, tetapi lebih tepat apabila perubahan tingkat pengangguran dihubungkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...