A. LARANGAN BERSUMPAH
DALAM JUAL BELI
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ خَلَفٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى
ح و حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ
قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مَعْبَدِ بْنِ كَعْبِ بْنِ
مَالِكٍ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ((إِيَّاكُمْ وَالْحَلِفَ فِي الْبَيْعِ
فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ))
… dari Abi Kotadah; meriwayatkan: Rasulullah SAW
bersabda,”Hindarilah bersumpah dalam jual-beli (perdagangan), sesungguhnya
sumpah itu menjadikan laku (namun) kemudian hilang (barokahnya)”.
Maksudnya adalah para
pembeli akan membenarkan penjual yang bersumpah tersebut lalu membeli barang
dagangannya sehingga si penjual meraup keuntungan dari harga dagangannya, di
samping dagangannya menjadi laris. Akan tetapi, keberkahannya hilang. Si penjual
hampir-hampir tidak mendapat manfaat dari keuntungannya. Boleh jadi ia diserang
penyakit atau ditimpa musibah lainnya, atau sisa barang dagangannya rusak atau
musibah lainnya. Faktor penyebabnya adalah terlalu banyak bersumpah dengan nama
Allah dalam segala masalah, baik masalah besar maupun kecil.
Dalam ayat lain
Allah SWT berfirman:
"Dan
janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antara kamu yang
menyebabkan tergelincir kaki(mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan
kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
bagimu adzab yang pedih. Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah
dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah,
itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," (An-Nahl: 94-95).
Setiap sumpah yang keluar dan mulut manusia harus
dengan nama Allah. Dan jika sudah dengan nama Allah, maka harus benar dan
jujur. Jika tidak henar, maka akibatnya sangatlah fatal. Oleh sehab itu, Rasulululah SAW selalu memperingatkan kepada para
pedagang untuk tidak mengobral janji atau berpromosi secara berlebihan yang
cenderung mengada-ngada, semata-mata agar barang dagangannya laris terjual,
lantaran jika seorang pedagang berani bersumpah palsu, akibat yang akan menimpa
dirinya hanyalah kerugian.
Manfaat dari
hadis larangan bersumpah dalam jual beli adalah memberi peringatan kepada para
pedagang bahwa sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan akan menghapus
barokah.
B. LARANGAN MENIMBUN BARANG KEBUTUHAN
POKOK
Sabda Rasulullah
SAW:
وَ عَنْ مَعْمَرِ بْن ِعَبْدِ اللهِ رَضِيَ الله عَنْهُ عَنْ رَسُوْ الله
صَلى الله عَليْهِ وَسَلم قالَ :لا يَحْتكِرُ إلاخَاطِىءُ. )رواه مسلم(
Artinya:
“Dari Ma’mar bin Abdullah r.a. dari Rasulullah SAW beliau
bersabda: Tidaklah yang menimbun itu, agar barang naik, kecuali orang yang
bersalah.”(HR Muslim).
يَحْتكِر : Menimbun
خَاطِىءُ : Orang
yang melakukan kesalahan (dosa)
وعن أبى هريرة قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من احتكر
حتكرة يريدان يغلى ها على المسلمين وهو خا طئ (رواه أ حمد).
Artinya:
“
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: siapa yang menimbun
serta timbun (barang) dengan maksud menaikkan harga bagi kaum muslim, maka
orang itu adalah barsalah (berdosa).” (H.R. Ahmad).
وعن معقل بن يسار قال، قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم : من دخل فى شى من اسعار المسلمين ليفليه عليهم كان حقا على
الله أن يقعده بعظم من النار يوم القيا مة (رواه أحمد).
Artinya:
“Dari
ma’qil bin yasar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang
mencampuri urusan harga bagi kaum muslimin untuk tujuan menaikkan harga,
maka Allah akan menempatkan dia didalam neraka pada kiamat nanti.” (H.R.
Ahmad).
Perkataan menimbun maksudnya adalah memakan barang untuk
tidak dijual. Secara lahiriah hadis diatas menunjukkan bahwa menimbun barang
itu hukumnya adalah haram tanpa dibedakan antara makanan pokok manusia dengan
binatang.
.
Kata Al-Ihtikar yaitu orang yang
membeli makanan dan kebutuhan pokok masyarakat untuk dijula kembali, namun ia
menimbun (menyimpan) untuk menunggu kenaikan harga. Ini merupakan pengertian
secara terminologi. Kata al-Khaati’; Ar-Raqhib berkata “Al-khata’ adalah
merubah arah. Monopoli adalah membeli barang perniagaan untuk didagangkan
kembali dan menimbunnya agar keberadaaannya sedikit dipasar lalu harganya naik
dan tinggi bagi si Pembeli.
Sehubungan dengan celaan melakukan penimbunan ini, telah
disebutkan sejumlah hadis diantaranya:
Sabda
Rasulullah SAW:
Dari
ibnu Umar, dari Nabi SAW
مَنْ احْتَكَرَطَعَمًاأرْبَعِيْنَ
لَيْلة فَقَدْبَرِىءَمِنَ اللهَ وَبَرِىءَ مِنْهُ
Artinya:
“Siapa
yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari
Allah dan Allah berlepas dari padanya”
Al-Hakim
meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW
مَنِ احْتَكَرَحُكْرَة ًيُرِيْدُأنْ
يُغَالِيَ بِهَاعَلَى ا لمُسْلِمِيْنَ فَهُوَخَطِئ
Artinya:
“Barang
siapa yang menimbun barang terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal,
maka ia telah melakukan dosa.”
Yang menjadi ilat (motivasi hukum) dalam
larangan melakukan penimbunan adalah “kemudharatan yang menimpa orang banyak”.
Sebab, kemudharatan yang menimpa orang banyak itu tidak terbatas pada makanan,
pakaian, dan hewan, tetapi juga mencakup seluruh barang yang dibutuhkan orang.
Jadi jelas pengertian ihtikar adalah tindakan
menyimpan harta, manfaat, atau jasa, dan enggan menjual dan memberikannya
kepada orang lain yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar secara drastis
disebabkan persediaan terbatas atau stok barang hilang sama sekali dari pasar,
sementara masyarakat, negara maupun hewan amat membutuhkan produk, manfaat,
atau jasa tersebut. Ihtikar tidak saja menyangkut komoditas, tapi juga manfaat
suatu komoditas, dan bahkan jasa dari para pemberi jasa; dengan syarat
“embargo” yang dilakukan para pedagang atau pemberi jasa itu bisa membuat harga
pasar tidak stabil, padahal komoditas, manfaat, dan jasa tersebut dibutuhkan
oleh masyarakat, negara, dan lain-lain.
Manfaat
dari hadis larangan untuk menimbun barang kebutuhan pokok itu sendiri adalah
untuk melarang penjual menjual
barang dagangannya untuk menunggu melonjaknya harga dan penjualannya ketika
harga melonjak karena lebih banyak kemudharatannya dibanding manfaatnya.
No comments:
Post a Comment