Thursday 6 February 2014

Cerpen: My Wedding

Aku tertegun melihat pria yang baru kukenal setahun yang lalu itu kini bertekuk lutut dihadapanku, dengan sebuah cincin di tangannya, menanyakan apakah aku bersedia menikah dengannya. Aku tahu semua mata kini tertuju padaku. Bahkan pelayan restoran pun menghentikan kegiatannya untuk menunggu jawabanku. Tetapi aku tak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Ini terlalu tiba-tiba. Apalagi di hadapan banyak orang seperti ini, aku belum siap. Akhirnya, kuputuskan melangkah keluar restoran tanpa pernah menoleh lagi.


Sebenarnya...

Dulu aku sama seperti gadis lainnya. Yang menganggap pernikahan itu adalah sesuatu yang sakral. Yang hanya dilakukan sekali seumur hidup.

Dulu aku sama seperti gadis lainnya. Yang bercita-cita mempunyai suami yang baik dan membina keluarga yang bahagia.

Dulu aku sama seperti gadis lainnya. Yang bertekad menjadi istri yang baik dan mengurus suami dan anak-anakku kelak dengan baik.

Tetapi, semua berubah sejak aku merasakan kegagalan berumahtangga. Bagiku pernikahan hanya membawa kenangan buruk. Pernikahan hanya menyeretku ke dalam kesedihan tak berujung yang entah sampai kapan aku harus menanggungnya. Aku tak percaya lagi akan arti pernikahan. Aku tak percaya lagi akan janji suci di hadapan Tuhan karena semua hanya omong kosong belaka.

Air mataku jatuh tanpa bisa kukendalikan. Aku tak ingin hatiku tersakiti untuk kedua kalinya. Meski aku harus merelakan satu kesempatan untuk merasakan bahagia, aku tahu ini keputusan yang terbaik. Aku tak ingin membagi hidupku dengan orang lain lagi. Aku tak ingin menghabiskan waktuku demi orang lain yang bahkan tidak menganggapku. Aku tahu aku akan bahagia, walau hidup seorang diri....



End.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...