Monday 23 March 2015

[Hunhan Fanfiction] I'm In Love With My Best Friend - Chapter 10 End

Warning: This is boy x boy love story, yaoi, mature, nc.
Don't like, don't read. That's simple.
I just own the story. The cast belong to God and themselves.
I'm hunhan hard shiper.
Happy reading...


Setelah memarkirkan mobilnya, Sehun segera berlari ke gedung belakang kampusnya. Nafasnya memburu, langkahnya panjang, dan pikirannya hanya menyuruhnya untuk sampai di gedung itu secepat mungkin. Setelah sampai di depan gedung, Sehun menggedor-gedor pintu perpustakaan itu seperti orang gila.

“Luhan! Luhan! Kau di dalam? Kau baik-baik saja?” teriak Sehun. Luhan yang mendengarnya segera berlari menuju pintu.

“Ya, Sehun.” Teriaknya serak, karena tenggorokannya sudah kering.

“Tunggu sebentar, Lu.” Sehun mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat, menuju ke arah halaman dan mencari batu yang cukup besar untuk merusak gembok pintu itu. Sehun menemukannya. Ia pun kembali ke pintu perpustakaan dan memukul-mukul gembok itu dengan sekuat tenaga hingga gembok itu rusak. Sehun segera membuka pintu dan menemukan Luhan dengan wajah pucat dan senyum tipis terlukis di bibirnya. Sehun menghampiri sosok itu dan memeluknya erat.

Luhan hanya berbisik terima kasih sebelum akhirnya jatuh pingsan.

***

Sehun menunggu Luhan sadar dengan sabar. Tangannya sesekali bergerak memeriksa suhu tubuh Luhan dengan meletakkan telapak tangannya di kening Luhan. Demam Luhan telah beranjak turun setelah dikompres dan meminum obat. Dokter yang sempat memeriksa Luhan mengatakan kekebalan tubuh Luhan menurun karena Luhan kurang memperhatikan makan dan kurang istirahat. Sehun meruntuki kebodohannya yang tidak begitu memperhatikan kondisi Luhan.

Luhan menggeliat perlahan kemudian membuka matanya. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mengenali langit-langit kamar tempatnya berada saat ini. Ini kamarnya yang dulu. Kamar yang disediakan Sehun untuknya.

Luhan menoleh dan mendapati Sehun duduk di sisinya sambil tersenyum tipis.

“Syukurlah, kau sudah sadar.” ucap Sehun lega. Luhan ingin berbicara, tapi tenggorokannya terlalu kering hingga kesulitan mengucapkan satu kata saja. Sehun mengetahuinya. Ia segera membantu Luhan untuk duduk dan memberikan air minum yang sudah tersedia di atas meja nakas.

“Terima kasih.” Ujar Luhan lemah namun masih bisa didengar jelas oleh Sehun.

Sehun hanya tersenyum membalasnya. Ia kembali mengecek suhu tubuh Luhan dengan menempelkan tangannya di kening Luhan. Demamnya sudah turun. Luhan bergerak tidak nyaman dan Sehun menyadarinya. Ia segera menjauhkan tangannya dari kening Luhan.

“Maaf.” Sehun merasa bersalah. Tidak seharusnya ia menyentuh Luhan. Luhan pasti tidak nyaman. Atau bisa saja ia trauma akan kejadian tempo hari.

‘Bodoh kau Sehun!’ Sehun menyesali tindakannya.

Luhan yang menyadari perubahan air muka Sehun pun merasa bersalah. Sebenarnya, Luhan hanya tidak ingin Sehun mengetahui jantungnya yang berdebar lebih cepat dari biasanya atau wajahnya yang merona tanpa bisa ia kendalikan. Luhan tak ingin Sehun tahu itu.

“Aku sudah menyiapkan bubur untukmu. Makanlah.” Sehun menunjukkan semangkuk bubur di sampingnya. Sebenarnya, Sehun ingin menyuapi Luhan karena menurutnya Luhan masih terlalu lemah untuk makan sendiri. Namun, ia tidak ingin membuat Luhan merasa tidak nyaman dengan perlakuannya.

Luhan memandangi mangkuk itu cukup lama. Ia sama sekali tidak ada nafsu makan. Apalagi Sehun tampak tidak terlalu peduli makanan itu habis atau tidak karena Sehun tidak menyuapinya. Ah, benar. Pasti karena Sehun sudah punya pacar. Jadi, ia tidak terlalu peduli pada Luhan.

“Kau bisa makan sendiri?” Sehun berinisiatif bertanya saat menyadari Luhan hanya menatap makanan itu dalam diam. Luhan mengangguk pelan lalu mulai menyendok bubur dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasanya sungguh tidak enak. Hambar dan cenderung pahit. Mungkin karena kondisinya yang sedang sakit. Tapi Luhan tetap menghabiskannya karena mata Sehun yang memperhatikannya sejak tadi seperti berharap Luhan akan menghabiskannya.

Keheningan cukup lama di ruangan itu buyar saat dering ponsel Sehun berbunyi nyaring. Pesan dari Kai.

From: Kai

Bagaimana rencanaku? Kau berhasil?


Sehun mengerutkan keningnya. Berhasil? Entahlah. Sehun masih tidak tahu.

To: Kai

Entahlah. Luhan tampak biasa saja.


Tak lama, ponsel Sehun berbunyi lagi.

From: Kai

Sabar, kawan. Semua butuh proses. Asal kau tidak lupa balas budi setelah berhasil nanti. Oh ya, kau tidak lupa tugas kelompok kan? Aku baru sampai di rumah Kyungsoo. Cepatlah menyusul.


Sehun hampir lupa tugas kelompok yang harus ia kerjakan bersama teman-temannya itu. Tapi bagaimana dengan Luhan?

Sehun mengalihkan pandangannya dari layar ponsel ke arah Luhan. Ternyata Luhan memperhatikannya sejak tadi.

Luhan menatap Sehun yang tampak tidak tenang. Apa ini ada hubungannya dengan pesan yang Sehun terima?

‘Pesan dari siapa? Apa mungkin wanita itu? Tampaknya Sehun ingin pergi.’

Benar saja pemikiran Luhan.

“Luhan, kau istirahat saja dulu di sini. Aku akan keluar sebentar. Nanti aku kembali.” Kata Sehun pelan. Luhan menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

“Kau mau ke mana?” Luhan tidak tahu mengapa pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya. Kenapa ia ingin tahu Sehun pergi kemana? Bukankah kemanapun itu, tidak ada hubungannya dengan Luhan?

“Ke...” Sehun menjawab ragu. Ia tahu hubungan Luhan dan Kai masih belum baik. Bisa-bisa Luhan akan marah saat ia mengungkit nama Kai.

Luhan semakin yakin kalau Sehun akan bertemu wanita itu. Sial. Kenapa ia merasa tidak rela Sehun pergi?

“Kau ingin pergi bersama wanita itu?”

Pertanyaan Luhan sukses membuat Sehun terkejut.

“Wanita yang mana?” tanyanya loading mode on.

“Wanita yang bersamamu semalam.”

Sehun baru sadar akan hal itu. Ah, dia sendiri sudah hampir melupakan wanita itu. Tapi kenapa Luhan menanyakannya?

Daripada mengatakan dirinya akan pergi bertemu Kai, mungkin ada baiknya kalau menggunakan wanita itu sebagai alasan.

“I.. ya.” Sehun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ah, kenapa sulit sekali berbohong di depan Luhan? Padahal biasanya ia paling mahir menyembunyikan perasaannya dibalik ekspresi datarnya.

“Kau istirahat saja. Aku pergi dulu.” ucap Sehun setelah keadaan menjadi hening beberapa saat. Ia beranjak dari duduknya, bersiap melangkah pergi. Tiba-tiba tangan halus menahan lengannya.

Sehun beralih menatap Luhan. Luhan menahannya. Menahan lengannya. Ini mengejutkan.

“Jangan pergi.”

“Eoh?”

“Jangan temui wanita itu.”

Sehun semakin terkejut. Apa itu tadi? Luhan melarangnya bertemu wanita itu. Luhan melarangnya bertemu wanita itu! Artinya... Luhan cemburu?

“Kenapa?” Sehun bertanya.

Luhan menunduk sejenak. Kenapa? Luhan tidak tahu. Kenapa ia harus melarang Sehun bertemu wanita itu?

Well, sebenarnya Luhan tahu.

“Aku tidak suka.” Luhan menunduk.

Sehun masih tidak percaya. Tidak suka? Luhan tidak suka kalau Sehun bertemu wanita itu? Sudah jelas, bukan? Luhan cemburu. Ya, dia cemburu.

Sehun mati-matian menahan bibirnya untuk tersenyum lebar saat itu juga. Ia masih ingin memastikan satu hal.

“Kenapa kau tidak suka aku bertemu wanita itu?”

Luhan kembali menatap Sehun. Pikirannya semakin berkecamuk. Haruskah ia mengakui kalau ia cemburu? Tapi kalau mengakui dirinya cemburu sama saja dengan mengakui bahwa ia mencintai Sehun.

Mengaku sekarang mungkin tidak ada bedanya. Toh, Sehun sudah melupakannya. Luhan tidak ingin terbebani dengan perasaan itu lagi.

Luhan menghela nafas panjang.

“Aku... cemburu.”

“Kenapa kau cemburu?”

Luhan mendelik saat mendengar pertanyaan Sehun. Well, ia tahu Sehun tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari bahwa ia cemburu karena ia mencintai Sehun. Atau, Sehun sedang mempermainkannya?

“Kenapa kau cemburu, Lu?” tanya Sehun lagi.

“Karena aku mencintaimu, bodoh. Kenapa kau tidak paham? Menyebalkan.” Luhan mengalihkan pandangannya ke arah lain, menyembunyikan wajahnya yang sudah merah seperti kepiting rebus.

Sehun tersenyum lebar, “Kau memakan waktu yang cukup lama juga untuk menyadarinya, Lu.” Sehun terkekeh pelan. Tangannya bergerak menyetuh dagu Luhan untuk menatapnya. Lalu menyentuh bibir Luhan dan mengusap permukaan benda merah muda itu. Teksturnya begitu lembut dan padat menggoda Sehun untuk mencicipinya lagi.

Sedetik kemudian, bibir Sehun kembali menempel di bibir Luhan. Mengecapnya intens dan melumatnya lembut. Pikiran Luhan seperti sedang berada di awan-awan. Entah mengapa, mulutnya terbuka begitu saja saat lidah Sehun bergerak masuk dan membelit lidahnya dalam pertarungan yang panas.

Sehun tersenyum tipis dalam ciuman itu sebelum akhirnya menjauhkan wajahnya, memberi kesempatan pada mereka berdua untuk menghirup oksigen sebanyak mungkin.

“Kau sudah tidak normal, Luhan. Akui itu.” ujar Sehun penuh kemenangan. Luhan memandangnya sebal. Ia benar-benar kalah telak.

“Kau menyebalkan.”

“Terima kasih.”

“Aku membencimu.”

“Aku juga mencintaimu.” Sehun tersenyum lalu mengecup kening Luhan lembut lalu memeluknya penuh kasih sayang.

***

Kai adalah salah satu orang yang paling berbahagia atas bersatunya Sehun dan Luhan. Tentu saja itu karena Kai adalah orang pertama yang mengusulkan ide gila tentang penyamaran itu. Penyamaran yang membuat Sehun jatuh cinta pada Luhan. Kai juga yang menjebak Luhan agar bercinta dengan Sehun. Terakhir, Kai adalah orang yang mengusulkan agar Sehun mencari seorang wanita untuk membuat Luhan cemburu. Kai terus menerus mengungkit kehebatan dirinya dalam berperan sebagai cupid Sehun dan Luhan. Kris yang duduk di sampingnya hanya mendengarkan dengan terpaksa.

“Lalu kapan kalian menikah?” pertanyaan Kris itu sukses membuat Sehun dan Luhan membulatkan matanya.

“Tidak secepat itu, tahu? Kami harus menyelesaikan kuliah dulu.” Ujar Sehun yang disetujui oleh Luhan.

“Oh ya, Luhan. Bukankah kau berhutang permintaan maaf padaku?” tanya Kai serius. Luhan memutar bola matanya malas.

“Iya, aku tahu. Aku minta maaf sudah memukulmu tempo hari.”

Kai tersenyum lebar. Lalu meneguk minuman di hadapannya.

“Oh ya guys, kami duluan ya.” pamit Sehun sambil menggandeng tangan Luhan.

“Kalian mau kemana?” tanya Kris.

“Rahasia.” Jawab Sehun sambil tersenyum. Ia pun meninggalkan kafe dengan menggandeng tangan Luhan.

“Apa sih pakai rahasia-rahasia segala.” Ujar Kris jenuh.

“Oh, aku tahu. Mereka pasti mau ke hotel.” Kai menebak sok tahu.

“Hotel? Ngapain?”

“Kau seperti tidak tahu saja. Hehehe..” Kai menyeringai yang dibalas jitakan oleh Kris.

“Dasar mesum.” ujarnya sambil meninggalkan Kai. Takut tertular.

Matahari bersinar lebih cerah. Langit biru terlihat begitu indah dengan awan putih yang bertebaran bagai kapas. Sehun tersenyum sepanjang perjalanan. Memang pemandangan yang tidak biasa, saat Oh Sehun yang terkenal dingin itu menyunggingkan senyum di bibirnya.

“Sehunna, berhentilah tersenyum. Aku tidak mau dianggap jalan dengan orang gila, tahu?” ujar Luhan sebal. Mengarahkan pendangannya ke jalan, menghindari tatapan orang-orang yang melihat mereka aneh.

“Kau baru tahu, Lu? Aku memang sudah gila. Tergila-gila padamu.” Kata Sehun masih dengan senyum di wajahnya. Luhan hanya memutar bola matanya malas.

“Jam berapa filmnya dimulai?” tanya Luhan. Sehun melirik jam tangannya, “Lima belas menit lagi.”

“Kalau begitu beli popcorn dulu ya.”

“Anything for you, baby.” Sehun pun menarik tangan Luhan menuju kedai makanan. Baby? Sehun memanggilnya baby. Oh, tuhan. Semoga Sehun tidak melihat wajah Luhan yang merona saat ini.

“Sehun? Luhan?” Sehun dan Luhan menoleh ke arah suara itu.

“Sulli.” Luhan mengarahkan tatapannya pada gadis tinggi semampai itu. Dengan segera ia melepaskan tangannya dari genggaman Sehun.

Sulli tersenyum lalu menghampiri mereka sambil menggandeng tangan seorang pria, kekasihnya.

“Kalian hanya berdua? Mana Luna?” tanyanya heran melihat Sehun dan Luhan yang pergi menonton film berdua.

Luhan tidak tahu harus menjawab apa. Ia melirik Sehun, Sehun tampak tenang. Atau mungkin wajahnya memang selalu seperti itu.

“Kukira itu bukan urusanmu.” Ucap Sehun dengan tatapan tajamnya.

“Astaga, Sehun. Kau masih marah padaku?” Sulli menyadari ketidaksukaan Sehun dari wajahnya.

“Kau salah. Aku tidak marah. Ayo, Lu.” Sehun segera menarik Luhan setelah menerima pesanan minuman dan popcorn mereka. Luhan hanya menurutinya tanpa berkata apa-apa.

Sehun dan Luhan menonton film tanpa sedikitpun berbicara. Mereka terdiam dalam pikiran masing-masing. Luhan sesekali melirik ke arah Sehun. Sehun tampak serius menonton film membuatnya urung bertanya akan sesuatu yang mengganjal hati dan pikirannya. Entah mengapa, Luhan merasa kalau sikap dingin Sehun pada Sulli itu sedikit berlebihan. Bukankah mereka sudah putus? Lalu kenapa Sehun terlihat tidak suka saat melihat Sulli bersama kekasihnya? Atau mungkin... Sehun masih tidak rela melihat mantan kekasihnya itu bersama pria lain? Ya, mungkin.

Sehun menoleh saat menyadari mata Luhan menatapnya sejak tadi. Tapi Luhan segera mengalihkan pandangannya ke layar sambil memakan popcornnya rakus. Sehun pun kembali fokus menonton film.

Sehun dan Luhan berjalan pulang saat matahari mulai kembali ke peraduannya sehingga langit tampak berwarna jingga. Mereka melewati taman kota yang ramai oleh pasangan yang sedang menikmati senja. Luhan berjalan dengan wajah menunduk lesu menatap tanah. Sementara Sehun berjalan sambil sesekali melirik Luhan di sampingnya. Ia heran melihat Luhan yang tidak mengajaknya bicara sejak tadi. Ia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan pria mungil itu.

“Kau suka filmnya?” tanya Sehun memecah keheningan. Luhan menoleh sebentar kemudian mengangguk pelan. Well, sebenarnya ia tidak terlalu meresapi jalan cerita film itu. Karena pikirannya hanya tertuju pada Sehun.

“Lihat, Lu. Itu permen kapas. Kau mau?” tanya Sehun lagi sambil menunjuk ke arah penjual permen kapas yang dikelilingi anak kecil. Luhan melihatnya sejenak dengan heran. Permen kapas?

“Hah... Kau kira aku anak kecil?” dengus Luhan sebal. Bibirnya mengerucut lucu dan Sehun tidak sabar untuk mengecupnya.

Cup.

Mata Luhan melebar menyadari Sehun mengecup bibirnya tiba-tiba. Tangannya refleks menutup mulut sambil memperhatikan keadaan sekitar. Benar saja, beberapa pengunjung taman itu sedang memperhatikan mereka.

Luhan sadar. Ia menatap Sehun marah kemudian berlari menjauh. Sehun terkejut dengan reaksi Luhan kemudian berlari mengejarnya.

“Tunggu, Lu.” Sehun berhasil menangkap lengan Luhan dan membuat Luhan berhenti. “Kau marah?”

“Tentu saja. Lepaskan.” Luhan mencoba melepaskan tangan Sehun yang menggenggam lengannya kuat.

“Kenapa? Kau malu kalau mereka tahu kau gay?”

Luhan terkejut mendengar pertanyaan Sehun itu. Malu? Jadi, Sehun menganggap ia malu untuk mengakui kalau dirinya gay?

“Malu? Jangan membuatku tertawa, Sehun. Bukankah kau yang malu?”

Kali ini Sehun yang terkejut mendengar pertanyaan Luhan.

“Aku?”

“Ya. Tadi saat kita bertemu Sulli. Kau masih memusuhinya. Reaksimu terlalu berlebihan padanya dan kau tidak menjawab pertanyaannya saat dia menanyakan tentang Luna. Itu membuatku berpikir kalau kau masih menyimpan perasaan padanya.” Luhan menatap Sehun dengan mata yang menyala-nyala.

“Astaga, Lu. Darimana kau mendapat kesimpulan seperti itu? Kau salah besar!”

“Salah? Dimana letak kesalahanku?”

Sehun menghela nafas, berusaha bersabar ketika mengetahui alasan kediaman Luhan selama menonton film tadi.

“Aku tidak menyimpan perasaan apapun pada Sulli. Ya, tadi memang aku tidak senang bertemu dengannya di bioskop karena dia, kau melepaskan tanganmu dariku. Itu yang membuatku marah dan tidak mau meladeni pertanyaannya.”

Luhan terdiam. Jadi, sikap tidak bersahabat Sehun hanya karena ia melepaskan tangannya dari genggaman Sehun? Ugh! Luhan merutuki betapa bodoh dirinya saat itu.

“Maaf.” Hanya kata itu yang dapat terucap dari bibir Luhan. Namun, satu kata itu cukup untuk membuat Sehun tersenyum dan menarik tubuh Luhan dalam dekapannya.

“Tidak apa-apa. Aku senang mengetahui kau cemburu pada Sulli. Itu membuatku yakin kalau kau benar-benar mencintaiku.” Bisik Sehun yang dalam sekejap membuat wajah Luhan merona hebat.

Mereka berpelukan, di bawah matahari senja, disaksikan belasan pasang mata yang menatap iri pada sepasang kekasih yang terlihat sempurna itu.

***

Luhan membuang nafas gugup saat mobil yang ia tumpangi bersama Sehun perlahan mendekat ke pintu gerbang yang menjulang tinggi, pintu gerbang rumah Sehun. Malam ini, ia akan makan malam bersama keluarga Sehun. Memang ini bukan kali pertama Luhan akan bertemu kedua orang tua Sehun. Hanya saja ada sedikit kecemasan karena ini kali pertama ia akan bertemu mereka sebagai dirinya sendiri, bukan sebagai Luna.

Sehun menoleh dan mengetahui perasaan gugup kekasihnya itu. Sehun membawa tangannya menggenggam tangan Luhan. Luhan sedikit terkejut, tapi ia tetap tersenyum.

“Tenang saja. Orang tuaku tidak akan memakanmu.” kata Sehun bercanda, mencoba menepis perasaan gugup Luhan. Luhan pun tertawa. Perasaan cemasnya sedikit berkurang.

Sehun dan Luhan telah berada di depan pintu rumah Sehun. “Kau siap?” Sehun menoleh melihat Luhan. Luhan mengangguk pelan. Mereka pun masuk ke dalam rumah saat asisten rumah tangga Sehun membukakan pintunya.

Kedua orang tua Sehun menyambut mereka dengan suka cita.

“Astaga, Luhan. Kenapa kau baru datang? Kau tahu kami sangat merindukanmu.” ucap Taehun sambil memeluk Luhan.

Luhan tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Ayo duduk dulu.” ajak Roger setelah menjabat tangan Luhan. Luhan mengikuti mereka duduk di sofa ruang tamu dan Sehun duduk di sampingnya.

“Bagaimana kabarmu? Kudengar kalian sudah benar-benar berpacaran. Benar?”

“I..Iya. Itu benar.” Jawab Luhan sedikit malu.

“Syukurlah. Kami senang akhirnya kalian menjadi sepasang kekasih. Walaupun kami sempat kecewa saat mengetahui kalau dulu kalian hanya berpura-pura.”

“Soal itu, aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal.” Luhan menunduk.

“Tidak, Luhan. Kau tidak perlu merasa bersalah. Kami senang kalian akhirnya bersatu, karena kami tahu kau dan Sehun ditakdirkan bersama saat pertama kali kami melihatmu.” Taehun tersenyum. Luhan menatapnya terkejut.

“Dad, apa kita bisa makan sekarang? Aku sudah lapar.” Ujar Sehun mengalihkan pembicaraan.

“Oh tentu saja. Ayo makan.” Roger pun berdiri dan berjalan menuju ruang makan, diikuti Taehun, Sehun, dan Luhan.

-

-

-

Malam itu langit terlihat meriah dengan bulan sabit dan bintang-bintang menghiasinya. Luhan sudah duduk di taman rumah Sehun setelah makan malam. Luhan memanfaatkan waktunya sendiri dengan melepas penat sambil memandangi bintang, berharap salah satu bintang itu jatuh sehingga ia bisa membuat permohonan. Benar saja, sedetik kemudian ia melihat cahaya sebuah bintang jatuh. Segera Luhan menutup kedua matanya sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Berbicara dalam hati selama beberapa detik lalu tersenyum.

“Kau sedang apa?” tanya Sehun datang sambil membawa dua gelas wine. Ia duduk di samping Luhan.

Luhan membuka matanya lalu tersenyum ke arah Sehun. “Tadi ada bintang jatuh, jadi aku membuat permohonan.”

“Bintang jatuh? Kau masih percaya hal itu? Ck, kau kekanakan sekali, Lu.” Sehun tertawa. Luhan menatapnya kesal.

“Ya! Aku memang kekanakan. Lalu kenapa kau masih suka padaku!” Luhan melipat tangannya di depan dada. Sehun menyadari kalau kekasihnya itu sedang marah. Tapi entah mengapa, Luhan yang sedang marah itu masih terlihat menggemaskan di matanya.

“Mian, mian, Lu. Aku hanya bercanda. Jadi, apa permohonanmu?” tanya Sehun.

“Rahasia.”

“Mwo? Kenapa dirahasiakan? Cepat beritahu aku, apa permohonanmu?”

“Tidak mau.” Luhan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Giliran Sehun yang merasa jengkel.

“Ya, sudahlah. Aku juga tidak penasaran. Oh ya, Lu. Apa kau punya passport?” tanya Sehun kemudian.

“Tidak. Kenapa?”

“Kalau begitu besok aku akan membantumu mengurusnya. Kau ada waktu?”

“Iya, ada. Tapi Sehunna, passport untuk apa?”

“Kita akan liburan ke Paris.”

“MWO?!!!” Mata Luhan melotot saking terkejutnya, “Paris?!!!”

“Ya, Luhan. Paris. Kau bilang mau pergi ke sana, kan?”

“I... Iya... Tapi Sehunna, kau serius mau mengajakku ke Paris?” tanya Luhan tidak percaya.

“Tentu saja. Apa aku tampak seperti sedang bercanda?”

Luhan terpaku sejenak, matanya masih menatap Sehun, mencoba mencari kebohongan di sana. Tapi Luhan tidak menemukannya. Sehun benar-benar serius mengajaknya ke Paris.

“KYAAAAAA!!! SEHUNNA! GUMAWO! JINJA GUMAWO! KAU YANG TERBAIK!!!” pekik Luhan senang langsung memeluk Sehun erat.

Sehun tersenyum membalas pelukan Luhan. Pikirannya sudah dipenuhi berbagai rencana saat ia dan Luhan berada di Paris, dan lamaran menjadi salah satunya.

Luhan tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya. Ternyata permohonannya dikabulkan dengan begitu cepat.

‘Tuhan. Aku ingin pergi ke Paris.’

‘Bersama Sehun.’






-End-


Author's Note:
Terima kasih buat kalian yang sudah mengikuti cerita ini. Mohon maaf kalau ada kesalahan penulisan kata, kalimat, alur yang kecepatan, atau ending yang kurang memuaskan. Ya, karena saya masih tahap pemula untuk menulis cerita seperti ini. Btw, mungkin ini cerita terakhir yang author buat berchapter dengan pairing Hunhan. Karena moment Hunhan sudah gak ada lagi jadi sulit buat cari inspirasi dan di situ kadang saya merasa sedih :(

Sedikit curhat. Hunhan adalah pairing k-pop pertama yang buat saya jatuh cinta. Sebelumnya, saya bukan penikmat yaoi atau boyxboy lover, karena bagi saya itu sedikit 'menjijikan'. Tapi karena Hunhan, saya jadi suka banget sama cerita yaoi. Bagi saya yaoi itu cute dan manis. Saya jadi ketagihan baca cerita itu, utamanya yang couple hunhan. Hunhan adalah couple nomor satu di hati saya. Selain itu, saya juga suka couple Baekyeol dan Kaisoo. Kadang saya juga membaca cerita tentang couple boy grup lain. Tapi bagi saya tidak ada yang se-perfect Hunhan.

Saya termasuk salah satu fans yang percaya Hunhan is real. Walaupun sekarang Sehun dan Luhan sudah pisah dan jalani hidup masing-masing, saya percaya akan akhir yang indah buat cerita cinta mereka. Hunhan akan selalu hidup di hati saya >_<

Hidup Hunhan!!!

See you next time... Bye~bye~

3 comments:

Yuko said...

jadi...... ini beneran bakal jadi ff hunhan terakhirnya author??? setelah aku kehilangan moment hunhan di real, aku juga harus kehilangan moment2 hunhan di ff......

jujur aku juga bukan pencinta yaoi, aku bukan pencinta ff... tapi semenjak luhan out aku lampiasin kangennya aku sama hunhan dengan baca ff mefeka, cuman ff hunhan aku ga pernah sekalipun baca ff lain, rasanya kangennya keobati aja. Cuman di ff aku bisa nemuin moment mereka lagi, seengaknya mereka tetep berjaya dihati hhs wkwk

oiya endingnya seru ko, mereka akhirnya bersatu juga... semoga aja di real mereka juga bisa bersatu, persahabatan kan bukan sesutu yg terjalin karna sebuah kontrak. Jadi walaupun mereka udah ga satu agency lagi tapi aku yakin mereka tetep sahabatan ko.

dih author kenapa aku jadi sedih baca notenya T.T kemana lagi aku nyari moment mereka selain di ff, jadi rasanya suka sedih aja kalo ada author hunhan yg berenti nulis ff mereka, jadi ngerasa makin jauh ama hunhan. Cukup di real aku kehilangan mereka tapi makasih udah nyempetin waktu buat nulis ff nya mereka :3 kalo ada atau nemu ff hunhan yg seru kasih tau aku ya thor hehe

Unknown said...

akhirnya selesai jg baca ff ini :v ciee happyending :3

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...