Friday 20 March 2015

[Fanfiction Hunhan] I'm In Love With My Best Friend - Chapter 07


Warning: This is boy x boy love story, yaoi, mature, nc.

Don't like, don't read. That's simple.

I just own the story. The cast belong to God and their self.

I'm hunhan hard shipper.

Happy reading...



Lagu Just yang dinyanyikan oleh Zion T. mengalun lembut dari mp3 player mobil Sehun saat Sehun dan Luhan meninggalkan restoran. Keduanya hanya terdiam dalam pikiran masing-masing dalam perjalanan pulang. Luhan melihat keluar jendela dan Sehun yang fokus menyetir sejenak teralihkan oleh suara dering handphone Sehun.
“Ya, dad? Ada apa?” tanya Sehun setelah menekan speaker handphonenya.
“Kau dimana?”
“Aku dalam perjalanan pulang.”
“Oh, baguslah. Kau bersama Luna?”
Sehun menoleh sebentar melihat Luhan yang hanya membalasnya dengan anggukan kecil.
“Ya, Dad. Kenapa?”
“Kita akan mengunjungi rumah kakek sore ini. Bersiaplah.” Tut.Tut. Roger menutup teleponnya sepihak, membuat Sehun menggeram kesal.
“Astaga, kenapa harus tiba-tiba seperti ini?!” ujar Sehun jengkel. Ia lalu menoleh melihat Luhan.
“Kau tidak harus ikut, Lu. Aku tahu kau harus bekerja. Aku akan mencari alasan agar mereka mengerti.”
“Tidak apa-apa, Sehun. Mungkin orang tuamu ingin mengenalkan Luna pada kakekmu. Lagipula aku tidak ingin di-cap sebagai calon menantu yang kurang ajar.” kata Luhan sambil tertawa kecil membuat Sehun tak bisa menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Hati kecilnya sungguh berharap ucapan Luhan bukan sekadar candaan semata.
“Oh ya, Sehunna, apa kau tidak merasa Kai terlihat aneh tadi? Aku rasa dia menyembunyikan sesuatu.” Luhan memandang lurus ke jalanan sambil berpikir keras. Sehun hanya mengidikkan bahunya, berpura-pura tidak tahu.
“Apalagi waktu dia bilang aku akan terjebak ucapanku sendiri. Menyebalkan. Apa maksudnya berbicara seperti itu? Dia yakin aku akan benar-benar jatuh cinta padamu. Padahal itu tidak mungkin terjadi.” ujar Luhan kesal. Ia melirik Sehun sejenak dan menyadari perubahan mimik sahabatnya itu.
“Oh, aku tidak bermaksud mengatakan bahwa kau tidak bisa membuatku jatuh cinta, Sehunna. Kau tampan, baik, cerdas, dan punya banyak uang. Aku yakin perempuan manapun pasti akan jatuh pada pesonamu. Tapi, aku bukan perempuan, jadi, kau mengerti kan’ maksudku?” Luhan kelabakan menjelaskan sendiri membuat suara tawa terdengar dari bibir Sehun.
“Hahaa... Ya, aku mengerti, Luhan. Kau tidak perlu menjelaskannya. Astaga, kau ini lucu sekali, ck.” Sehun memegangi perutnya yang mulai sakit karena tertawa sementara Luhan mengerucutkan bibirnya, kesal.

***

Rumah kakek Sehun terletak di Busan. Sebuah rumah dengan desain tradisional khas rumah kayu zaman dulu dengan pagar tembok batu yang menjulang tinggi dan halaman rumput hijau yang cukup luas. Tak jauh dari rumah itu terdapat pegunungan yang ramai oleh pengunjung saat musim liburan. Mungkin, Luhan akan mencoba mendaki nanti, sembari memanfaatkan kali pertama kakinya menginjak tanah Busan.
Luhan sedang berperan sebagai Luna, diperkenalkan oleh kedua orang tua Sehun di depan pria tua yang usianya hampir mencapai seratus tahun. Pria tua yang dipanggil Oh Haraboji oleh Sehun itu masih terlihat sehat dan cekatan saat menjabat tangan Luhan dan memeluknya hangat. Luhan sedikit terkejut dengan perlakuan tiba-tiba Oh haraboji, takut wig-nya terlepas begitu saja. Beruntung, Oh haraboji tidak memeluknya terlalu erat.
“Wah, kakek tidak menyangka tunanganmu secantik ini. Kau beruntung, Sehunna.” ujar Oh Haraboji sambil tersenyum. Sehun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Ne, haraboji. Aku tahu.” balasnya sambil tersenyum. Sementara para pelayan membereskan barang bawaan mereka.
“Dimana kami membawa barang nona Luna, tuan?” tanya salah seorang pelayan wanita pada Oh haraboji.
“Bawa saja ke kamar yang biasa Sehun tempati.”
“Tapi,
“Kenapa Sehunna? Bukankah kalian sudah bertunangan? Nanti kan’ akan menikah juga. Tidak apa-apa. Kakekmu ini bukan pria kolot, tahu?”
“Benar, Sehunna. Kau seharusnya berterima kasih bisa sekamar dengan Luna.” ujar Taehun mendukung ayahnya.
Sehun hanya menghela nafas berat. Ia tidak yakin bisa tidur malam ini. Sementara Luhan terdiam mendengarkan.
“Kalian istirahatlah dulu, nanti kalau waktu makan malam tiba, ayah akan memanggil kalian.”
“Ne.” kata Sehun dan Luhan serempak sambil pamit meninggalkan ruang tamu.
Kamar Sehun di rumah kakeknya itu terletak paling belakang. Sehun berjalan lebih dulu sementara Luhan mengikut di belakangnya. Mereka melewati lorong yang berlantai kayu dan menimbulkan suara berdecit jika diinjak. Tak sampai semenit kemudian, mereka sampai di kamar Sehun. Kamar Sehun cukup luas dengan perabot yang terbuat dari kayu dengan pemandangan langsung taman belakang yang dapat dilihat dari pintu jendela kaca. Sebuah kolam air panas di taman belakang langsung menarik perhatian Luhan. Ia segera berlari mendekati kolam dan menyentuh air hangat yang membuatnya ingin segera masuk ke dalam kolam.
“Kau ingin berendam?” tanya Sehun menebak antusias wajah Luhan.
Luhan berbalik menatap Sehun sambil berpikir, “Bolehkah?”
“Tentu saja.” Sehun mengambil handuk dan pakaian ganti dari kopernya.
“Tapi, bagaimana jika...”
Sehun mengerti kekhawatiran Luhan, “Tenang saja, tidak ada yang akan ke sini jika tahu aku di dalam. Mereka sudah tahu kalau aku tidak suka diganggu.”
“Baiklah. Aku akan berendam dulu.” Luhan pun mengambil handuk dan baju ganti dari kopernya lalu melepas wig yang membuatnya gerah dari tadi.
“Kau tidak ikut?” Pertanyaan Luhan sukses membuat wajah Sehun merah padam. Membayangkan mandi bersama Luhan sudah mengotori otaknya. Beruntung, Luhan sedang sibuk mempersiapkan acara berendamnya sehingga tidak menyadarinya.
“Tidak. Aku langsung mandi saja.” Sehun cepat-cepat berlalu menuju kamar mandi yang terletak di sudut kamar.

***

Makan malam tiba, Sehun, Luhan, Roger, Taehun, dan Oh haraboji sudah bersiap untuk makan sambil duduk bersila. Beragam jenis makanan khas tradisional Korea sudah tersaji di meja di depan mereka.
“Selamat makan!” seru mereka serempak-minus haraboji- sambil menyuap nasi dan lauk dengan sumpit.
“Bagaimana, Luna? Kau suka?” tanya Oh haraboji.
“Ne, hayaaboci. Iniw ewnaek syekali.” kata Luhan dengan mulut penuh makanan. Sehun menatapnya sambil geleng-geleng kepala. Begitulah Luhan jika sudah berhadapan dengan makanan. Oh haraboji tertawa melihat tingkah lucu Luna. Ia senang karena Luna tak seperti gadis kebanyakan yang makan dengan menjaga image di depan calon mertua. Sebaliknya, Luna tampak tidak peduli dan makan dengan lahap.
Setelah makan, mereka berkumpul di ruang keluarga, duduk di sofa sambil menghangatkan diri di dekat perapian. Taehun beranjak ke dapur untuk menyiapkan minuman hangat dan cemilan, sementara Roger membaca koran. Sehun sibuk dengan smartphonenya saat Luhan menemukan permainan menarik di atas meja.
“Haraboji, suka permainan go?” tanya Luhan sambil menunjuk catur go di atas meja.
Oh haraboji mengangguk pelan, “Ya, tapi di rumah ini tidak ada yang bisa memainkannya selain kakek. Jadi, permainan itu hanya jadi pajangan saja.” ucapnya.
“Haraboji mau bermain denganku?”
“Kau tahu?” Oh haraboji melihat Luhan terkejut. Tak biasanya ada anak muda yang mengetahui permainan ini.
“Tentu saja, aku sering memainkannya bersama ayahku.”
“Baiklah. Kakek tidak menyangka kau tahu permainan ini. Biasanya anak muda hanya sibuk bermain smartphone-nya.” ujar haraboji sambil melirik Sehun dan tertawa.
Luhan ikut tertawa sambil menyiapkan permainan catur itu.
“Kalian membicarakanku?” tanya Sehun dengan wajah tidak senang.
“Oh, kau percaya diri sekali, Oh Sehun. Kami tidak membicarakanmu. Benar kan’ haraboji?” Luhan tersenyum sambil mengedipkan matanya.
“Iya, Luna benar.” ujar haraboji membenarkan ucapan Luhan sambil tersenyum. Sehun hanya mengedikkan bahunya tidak peduli. Namun, ia senang juga melihat Luhan yang bisa cepat akrab dengan kakeknya itu.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sehun dan Luhan sudah bersiap untuk tidur setelah mengganti pakaian mereka dengan baju tidur.
“Oh ya, Lu. Kalau kau tak nyaman tidur denganku, aku bisa tidur di bawah. Ada kasur lipat di lemari.” kata Sehun ketika melihat Luhan tak juga beranjak dari kursi di depan cermin.
“Kau ada-ada saja, Sehunna. Kenapa aku harus tidak nyaman tidur denganmu. Kita itu sama-sama pria, ingat? Tidur saja di sini.” Luhan lebih dahulu mengambil tempat di tempat tidur yang berukuran king size itu.
Sehun mengikuti langkah Luhan dan ikut berbaring di samping kiri Luhan sambil menetralkan detak jantungnya yang berdebar cepat. Luhan membalikkan tubuhnya menghadap Sehun.
“Selamat malam, Sehun. Semoga mimpi indah, ne.” kata Luhan seraya memejamkan kedua matanya.
“Malam, Luhan. Semoga kau juga mimpi indah.” Sehun ikut membalikkan tubuhnya menatap Luhan sambil tersenyum.
Malam itu, mereka benar-benar bermimpi indah di bawah selimut yang sama.

***

Esoknya, setelah makan siang, keluarga Sehun mengadakan acara mencari harta karun bersama para karyawan pabrik soju Oh haraboji. Secara berpasangan, peserta diberi peta dan petunjuk yang akan menggiring mereka ke harta karun tersembunyi di dalam hutan. Sehun dan Luhan ikut berpartisipasi dalam acara itu. Mereka mendapat urutan kelima untuk memasuki hutan.
Luhan sebagai Luna, mengenakan celana hitam panjang dan baju hangat dibalut mantel merah maroon. Tak lupa, wig cokelat tua dan beanie merah yang menutupi rambut palsunya. Sedangkan Sehun mengenakan mantel biru tua, celana hitam, dan beanie hitam.
Udara siang itu cukup dingin walaupun belum memasuki musim dingin karena mereka berada di hutan. Jalanan menanjak harus mereka lalui agar sampai di puncak. Sehun dan Luhan harus mendaki jalanan yang cukup terjal itu.
“Kau tahu pegunungan ini, Sehun?” tanya Luhan.
“Ya, aku sudah sering mendaki sejak kecil.” Jawab Sehun tanpa berbalik. Luhan masih mengikutinya dari belakang.
“Baguslah. Aku bisa optimis kita akan menang kalau begitu.”
“Kenapa kau sangat ingin menang?” Sehun menyingkirkan tanaman-tanaman merambat yang menghalangi jalannya.
“Aku ingin memenangkan hadiah jalan-jalan ke Paris.” seru Luhan.
Sehun tersenyum mendengarnya. Sebenarnya ia bisa saja membawa Luhan ke Paris tanpa perlu berusaha. Hanya saja, tidak ada alasan yang tepat untuk mengajak seorang yang ‘hanya teman’ ke tempat romantis seperti itu.
“Baiklah, kita akan memenangkannya.” ujar Sehun yakin, membuat Luhan jadi semakin semangat mendaki.
Mereka mendaki selama satu jam, saat menemukan sebuah petunjuk yang tertempel di pohon tentang letak petunjuk berikutnya, kemudian berjalan lagi selama satu jam saat menemukan petunjuk berikutnya. Sesekali mereka beristirahat sejenak untuk melepas lelah, lalu melanjutkan pencarian. Luhan menjadi orang yang paling bersemangat dalam mencari. Ia memutar matanya dengan teliti hingga dalam menemukan petunjuk. Ia tidak ingin ada petunjuk yang terlewat sedikitpun.
Saking sibuknya mencari, Luhan tidak menyadari saat dirinya sudah tertinggal jauh di belakang Sehun. Sementara Sehun masih tidak menyadari bahwa Luhan sudah tidak ada di belakangnya sebelum ia berbalik menanyakan keadaan Luhan.
“Luhan?” Sehun terkejut setengah mati saat tidak melihat Luhan di belakangnya. Segera Sehun berjalan dengan setengah berlari ke tempat yang ia lalui untuk mencari Luhan. Sehun merasa sangat bodoh karena membiarkan dirinya terlalu fokus melihat petunjuk sampai tidak memperhatikan Luhan. Padahal Luhan sama sekali tidak mengenal tempat itu. Bahkan, peta dan kompas ada pada Sehun. Bagaimana Luhan bisa kembali ke arah yang benar saat semua petunjuk ada pada Sehun?
“Sehun...” Di sisi lain, Luhan masih memanggil Sehun sambil berjalan tak tentu arah. Ia hanya mengandalkan firasat dan perasaannya saja yang justru membuatnya kian jauh dari tempat Sehun berada.
Hari sudah mulai gelap. Roger, Taehun, dan Oh haraboji mulai cemas saat Sehun dan Luna belum juga kembali padahal peserta lain sudah kembali sejak sore tadi. Mereka pun memerintahkan karyawan dan penjaga hutan untuk mencari Sehun dan Luna.
Malam menjelang, hutan yang lebat itu terlihat semakin menakutkan. Apalagi, udara dingin mulai bertambah dan menusuk hingga ke tulang. Luhan sama sekali tidak tahu tempat ini. Luhan tak punya petunjuk apapun. Kakinya sakit setelah terjatuh tadi, mungkin kakinya terkilir. Ia merasa lelah. Tenaganya mulai habis. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya bersandar di salah satu pohon dan duduk sambil menekuk kedua lututnya. Luhan menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya sambil menutup telinganya dengan kedua tangannya. Dia kedinginan. Belum lagi suara lolongan serigala membuat bulu kuduknya berdiri.
Luhan sungguh merasa lemah. Ia tidak dapat berbuat apa-apa. Satu-satunya harapannya agar seseorang menemukannya sebelum ia dimakan serigala.
“Luhan!” Sehun berlari menghampiri Luhan saat mengenali sosok itu di bawah cahaya bulan purnama. Luhan mendongak lemah lalu tersenyum melihat Sehun di hadapannya.
“Sehunna.”
“Apa yang kau lakukan? Kenapa kau tidak mengikutiku? Astaga, kau dingin sekali, Lu.” Sehun menyentuh kedua pipi Luhan dengan kedua tangannya.
“Kau menemukanku.”
“Kau kedinginan.” Sehun menggenggam kedua tangan Luhan lalu meniup-niupnya untuk mengantarkan hawa panas dari mulutnya agar Luhan merasa sedikit hangat.
“Terima kasih sudah menemukanku, Sehunna.” Ucap Luhan sambil tersenyum. Kedua matanya mulai menyipit.
“Jangan pingsan, Luhan. Tetaplah sadar! Kumohon!” Sehun menggosok kedua tangan Luhan.
“Luhan, bertahanlah. Mereka akan menemukan kita.” Sehun memeluk Luhan erat, berharap pelukannya bisa sedikit mengurangi kedinginan yang menyelimuti Luhan. Namun, Luhan tak bereaksi, matanya mulai terpejam.
“Luhan, kumohon,” Melihat Luhan ingin memejamkan matanya membuat Sehun kehabisan akal. Ia segera mencium Luhan dan mengecap setiap sudut bibirnya yang terasa dingin dan manis di saat yang sama.
“Eughhh.. apa yang... hppmmhh...” Sehun tak membiarkan Luhan mengucapkan sepatah katapun. Lidahnya mulai bergerak masuk ke dalam mulut Luhan dan bermain di dalamnya. Luhan masih sadar saat lidah Sehun melilit lidahnya dalam pergulatan yang menimbulkan rasa panas di dalam tubuhnya. Tetapi Luhan tidak berbuat apa-apa. Dengan sadar, ia membiarkan Sehun menyalurkan kehangatan dalam penyatuan kecil itu.
Tak lama kemudian, suara beberapa orang yang memanggil mereka mendekat bersama cahaya lampu senter. “Ayo kita pulang.” Sehun segera menggendong Luhan di pundaknya. Lalu berjalan menuju arah orang-orang itu. Tak peduli jika wig Luhan telah menghilang.

*** 

TBC

2 comments:

Yuko said...

huwaaaa wignya lepaaaaaasss, sehun saking paniknya ampe ga nyadar kalo wig luhan lepas... nanti kalo ketauan kakek ama orangtuanya gimana? jangan2 mereka bakal misahin hunhan-___- jangan dipisahin dooong, nyatu aja belum masa udah mau pisah aja ;____; mana luhan belum ada tanda2 suka ama sehun, sian banget sehun .-. ngomong2 updatenya cepet banget, tapi hasilnya ga ngecewain. Keren!

Shaoran said...

Hahaha... Sebenarnya ceritanya sudah end kemarin makanya updatenya cepat. Tenang aja, hunhan-nya bakal happy ending kok >_<
Kamsahamnida :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...