Thursday 12 March 2015

[Fanfiction Hunhan] I'm In Love With My Best Friend - Chapter 03



Setelah pertemuan hari itu, Luhan diterima tinggal di rumah Sehun. Tentu saja Luhan gembira bukan main. Pasalnya, hari itu tepat hari terakhir ia harus pindah dari apartemennya.

Sehun menunjukkan kamar Luhan yang terletak tepat di sebelah kanan kamarnya. Kamar itu terlihat nyaman dengan ranjang besar, lemari pakaian berwarna emas, meja rias, meja nakas, meja belajar, dan rak buku. Karpet berbulu lembut menghias lantai kamar. Di sudut kamar, ada sebuah kamar mandi yang tak perlu dipertanyakan keadaannya. Tentu jauh berbeda dengan kamar mandi di apartemen Luhan.

“Woah... woah... woah...” Luhan tak dapat menyembunyikan rasa kagumnya. Ia duduk di pinggir tempat tidur sambil menaik-turunkan bokongnya dan merasakan betapa empuknya kasur itu.

“Oh ya, orang tuaku sedang ada di Beijing, mereka baru pulang dua minggu lagi. Jadi kau bisa melepas penyamaranmu.” Ujar Sehun.

Luhan yang mendengar informasi itu segera melepas wig yang dipakainya dan membuangnya ke sembarang tempat. “Kebetulan, kepalaku sudah sangat gatal.”

“Sebenarnya tanpa wig itu, kau masih tampak seperti perempuan.”

“Astaga, Sehun. Kau mungkin sudah keseringan melihatku sebagai perempuan. Tapi kau tidak boleh lupa kalau aku ini namja. SSANG NAMJA.” Seru Luhan sambil memberikan penekanan di akhir kalimatnya.

“Aku tidak akan lupa, Luhan.” Sehun tertawa.

***

Luhan menutup bukunya, lalu melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 12 malam. Rasa lapar menyerangnya tiba-tiba meskipun ia sudah makan malam yang sangat banyak tadi. Luhan pun keluar dari kamar untuk mencari dapur sambil membawa sebungkus mie ramen.

“Dimana dapurnya?” Luhan bermonolog lalu turun ke lantai bawah. Keadaan rumah itu memang sudah kosong, para pembantu Sehun yang berjumlah lebih dari dua puluh orang pasti sudah pulang ke rumah mereka. Alhasil, Luhan leluasa berkeliaran tanpa menyamar.

Luhan berhasil menemukan dapur di dekat ruang makan. Dapur itu terlihat seperti dapur-dapur di restoran dengan perlengkapan yang lengkap. Perhatian Luhan tertuju pada lima kulkas besar yang berjejer di pinggir. Luhan iseng melihat ke dalam kulkas, kulkas pertama berisi bermacam-macam daging, kulkas kedua berisi sayur-sayuran, kulkas ketiga berisi buah-buahan, kulkas keempat berisi kue dan makanan manis, dan terakhir, kulkas kelima berisi beraneka macam minuman. Dapat dipastikan Luhan tak akan pernah merasa kelaparan di rumah ini. Mungkin ia akan mengambil cake cokelat di kulkas keempat setelah makan ramen nanti.

Ramen yang dimasak Luhan hampir masak ketika ia dikejutkan oleh langkah kaki dari ruang makan. Luhan segera mematikan kompor dan bersembunyi di bawah meja.

‘Astaga, siapa itu? Jangan-jangan orang tua Sehun? Matilah aku!’ batin Luhan panik. Langkah kaki itu semakin mendekat ke tempat persembunyiannya.

“Luhan? Untuk apa kau bersembunyi di sana?” suara Sehun segera menyadarkan Luhan. Ia menghela nafas lega.

“Astaga, Sehun! Kau mengagetkanku tahu?” Luhan keluar dari tempat persembunyiannya sambil mengelus-elus dadanya. Jantungnya terasa mau copot.

“Apa yang kau lakukan tengah malam begini?” tanya Sehun. Ia berjalan membuka kulkas kelima dan mengambil sekotak jus apel.

“Aku lapar, jadi..” Luhan mengalihkan pandangannya pada mie ramen yang sudah masak itu lalu meletakkannya di atas meja. “Aku masak ini.”

“Ramen?”

Luhan mengangguk, “Mau?”

Sehun menatapnya makanan di panci itu sejenak, biasanya ia hanya melihat makanan itu di iklan. Baru kali ini ia melihat makanan itu secara nyata. Ya, selama hidupnya, Sehun memang belum pernah memakan mie ramen. Orang tuanya tak pernah membiarkannya karena menurut mereka mie itu buruk untuk kesehatan.

“Kau kenapa? Seperti baru melihat mie ramen saja.” Luhan terkekeh pelan.

“Aku memang baru melihatnya.”

Kalimat Sehun sukses membuat Luhan tersedak, cepat-cepat ia mencari air minum. Jus di tangan Sehun adalah yang terdekat yang bisa digapainya. Luhan meneguk jus itu cepat.

“Omg, Sehun. Kau tinggal di planet mana, huh?” sindir Luhan. Sehun mengidikkan bahu tak peduli.

“Ayo coba ini. Aku yakin kau tidak akan menyesal.” Luhan menarik Sehun duduk di sampingnya, lalu memberikan sumpitnya pada Sehun.

Sehun memandang mie itu sebentar, lalu dengan ragu-ragu ia memakan mie itu pelan-pelan. Matanya membulat seketika merasakan rasa gurih yang nikmat dari mie yang kali pertama masuk ke tenggorokannya.

“Enak, kan?”

Sehun mengangguk cepat, lalu memakan mie itu lahap dan habis dalam sekejap. Luhan sampai tak bisa berkata-kata.

“Mungkin kau akan menang dalam lomba makan mie ramen, Sehun.” Ujar Luhan.

“Ya, mungkin. Seandainya aku tahu mie ramen seenak ini, aku pasti akan melanggar larangan ayahku sejak dulu.”

“Eoh? Kenapa kau dilarang makan mie ramen?”

“Entahlah, mereka hanya bilang kalau itu tidak baik untuk kesehatan.”

“Hmm... Memang sih itu tidak baik kalau dimakan tiap hari, tapi kalau sesekali saja tidak ada salahnya.” Ujar Luhan sambil membereskan panci kecil dari meja. Sehun mengambil air mineral lalu meneguknya pelan.

“Aku tidur duluan ya. Selamat malam, Sehun.”

“Malam, Luhan.”

Luhan beranjak meninggalkan dapur dan Sehun masih duduk di kursi makan sambil minum air. Entah mengapa kerongkongannya terasa kering.

***

Sehun bergerak gelisah di tempat tidurnya. Tubuhnya terasa gatal dan tenggorokannya sangat kering. Sehun tidak bisa tidur. Tidak dalam kondisi seperti ini. Ia pun bangun dan kembali menuangkan air minum dari poci ke dalam gelas yang terletak di atas meja nakasnya. Sehun meminum air itu cepat tetapi tak juga bisa menghilangkan dahaganya. Tubuhnya terasa gatal dan panas.

‘Apa mungkin karena mie ramen itu?’ batin Sehun.

Sehun segera menelpon ayahnya, berharap ayahnya sedang tidak sibuk saat ini dan bisa menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya. Beruntung, ayah Sehun menjawab teleponnya dalam nada tunggu ketiga.

“Dad,”

“Ya, Sehun. Ada apa, son? Mengapa kau belum tidur?”

Sehun menghela nafas, “Aku tidak bisa tidur, Dad.”

“Why? Apa kau memikirkan sesuatu?”

“Tidak, Dad. Aku... mungkin, karena aku makan mie ramen.”

“APA?!!!”

Sehun segera menjauhkan ponselnya ketika mendengar suara ayahnya yang berteriak itu. Ia bingung sendiri mengapa ayahnya harus sekaget itu. Padahal ia hanya makan mie ramen, hanya ramen.

“Oh My God, Sehun, bukankah sudah ayah bilang kau tidak boleh makan ramen? Kenapa kau masih memakannya?”

“Sorry, Dad. Aku hanya penasaran seperti apa rasanya. Jadi, apa ayah bisa menjelaskan mengapa tenggorokanku terasa kering dan tubuhku panas dan gatal?” tanya Sehun sambil sesekali menggaruk tangan dan kakinya.

Terdengar ayahnya menghela nafas berat.

“Kau alergi, my son. Itu adalah gejala alami yang dikeluarkan tubuhmu. Oleh karena itulah sejak dulu kami tidak pernah membiarkanmu memakan ramen.”

Alergi? Sehun menggaruk kepalanya.

“Lalu apa yang harus kulakukan, dad?”

“Kau bisa menunggu sampai gejalanya hilang sendiri, paling cepat tiga hari, son.”

“APA?!!!”

Kali ini giliran Sehun yang berteriak terkejut. Tiga hari? TIGA HARI? Sehun tidak bisa menderita selama itu.

“Apa tidak ada cara lain, Dad? Ini sangat menyiksa.”

Ayahnya kembali menghela nafas panjang.

“Sebenarnya ada satu cara untuk sembuh dengan cepat, son...”

***
-
-
-
TBC

1 comment:

Yuko said...

hayoloh luhan tanggung jawab, sehun alergi tuh.. kamu harus garukin/?kan gara2 ramennya sehun jadi kaya gt wkwk

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...