Monday 26 January 2015

[Fanfiction Hunhan] Healer



Title: Healer

Author: Lu Hana

Genre: Bromance, Yaoi
Ratting: 17+
Main cast : Luhan and Sehun. Other cast are cameo.

Summary:

Seperti putri tidur yang membutuhkan seorang pangeran untuk membangunkannya, Luhan pun membutuhkan seorang Sehun untuk menyembuhkannya.



Tik…tik…tik

Suara gerak jarum jam terdengar begitu jelas saat Luhan bangun di pagi itu. Diliriknya benda berbentuk lingkaran yang terpajang di dinding, menunjukkan pukul 7 tepat. Ia sudah terlambat ke sekolah. Tetapi memang itu tujuannya sejak awal, ia tidak mungkin pergi ke sekolah dalam keadaan babak belur seperti ini. 

Tunggu. Luhan meraba-raba sekujur tubuhnya sendiri. Kemana perginya luka-luka kemarin? Padahal ia ingat persis bagaimana ia dikepung oleh segerombol siswa sekolah lain dan dipukuli habis-habisan. Wajah, dada, perut, dan kakinya tak luput dari luka sobek yang mengeluarkan banyak darah. Bahkan darah itu masih tertinggal di seragam sekolahnya. Tetapi ia tidak dapat menemukan satupun luka di tubuhnya. Bagaimana bisa semua lukanya sembuh dalam semalam?

Mungkin tanpa ia sadari, ia adalah seorang super hero.

Hahah… Luhan tertawa sendiri membayangkannya. Ia pun segera beranjak mandi.

---

---

---

Luhan mengendap-ngendap masuk ke ruang kelasnya saat guru yang mengajar sedang fokus menghadap ke papan tulis. Ia duduk di bangku terakhir dekat jendela. Kemudian mengeluarkan buku dan alat tulis dari dalam tasnya.

“Ada yang bisa mengerjakan soal ini?”

Pak guru yang terkenal sangar itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang kelas. Semua siswa berusaha tidak bertatapan dengan mata sang guru. Sampai pak guru itu menyadari kehadiran Luhan yang tersenyum tanpa dosa di bangku belakang.

Beraninya anak itu masuk terlambat dengan cara sembunyi-sembunyi lagi.

Amarah pak guru sudah sampai di ubun-ubun. Tangannya bergerak menunjuk ke arah Luhan. Namun, suara seorang siswa segera mengurungkan niat awalnya.

“Saya bisa, pak.”

Pak guru pun mengalihkan pandangannya ke arah siswa yang duduk paling depan tepat di hadapannya.

“Ya, Oh Sehun.”

---

---

---

Luhan membawa nampan yang berisi makan siangnya menuju salah satu meja di kantin tempat seorang pemuda duduk.

“Kau berangkat lebih awal,” ujar Luhan sambil membuka sumpitnya dan mulai memasukkan satu potong kimbab ke dalam mulutnya.

“Tidak. Kau yang terlambat bangun.” Kata pemuda bernama Oh Sehun itu sambil mengunyah salad di depannya.

Benar juga. Mungkin Luhan yang terlambat bangun sehingga ia tidak menemukan roommatenya itu waktu ia bangun pagi tadi.

“Tapi, apa kau tahu, kemarin aku bertemu anak SMA Shinwa. Mereka memukulku untuk membalas dendam setelah kalah di pertandingan basket yang lalu.”

Wajah Sehun tampak terkejut, Luhan sudah menduganya.

“Kau pasti tidak tahu karena aku pulang saat kau sudah tidur. Ada banyak luka di tubuhku. Tapi anehnya…”

Luhan mengambil jeda sejenak untuk membuka susu kotak dan meneguknya pelan.

“Semua luka itu hilang. Seperti tidak terjadi apa-apa.”

Sehun terdiam. Luhan masih bercerita dengan penuh antusias.

“Kau pasti tidak percaya, kan? Itu benar. Di wajahku, ada luka lebam di pipi kanan karena ditinju. Bahkan bibirku sampai mengeluarkan darah. Belum lagi luka dalam di dada dan perutku karena dipukuli. Tetapi semua luka itu hilang tak berbekas saat aku bangun pagi ini. Hebat kan? Aku mulai curiga, jangan-jangan sebenarnya aku adalah pahlawan super!”

Sehun tertawa.

“Ya ya ya. Jangan menertawakanku. Aku cerita yang sebenarnya!”

Luhan mulai sewot. Tetapi itu tidak mengurungkan niatnya untuk memberikan buah apel yang ada di nampannya pada Sehun. Sehun menerima buah itu lalu memakannya.

“Lalu, apa kau ingat siapa saja orang yang membully-mu itu?” tanya Sehun.

“Oh,, iya. Orang itu adalah Kris, sang kapten, Tao, dan Rap Monster.”

“Ooh…” Sehun mengangguk mengerti. Ia pun menghabiskan buah apel di tangannya.

---

---

---

Sepulang sekolah, Luhan berjalan kaki menuju asrama. Ia melewati gang kecil yang biasa ia lewati. Namun, langkahnya terhenti saat melihat seorang pemuda berseragam biru tua juga melewati gang itu. Orang itu adalah Kris.

Luhan sudah mempersiapkan diri untuk dihajar lagi. Tetapi Kris hanya berlalu tanpa melihatnya.

“Ada apa dengan orang itu? Kenapa wajahnya babak belur begitu?” Luhan heran melihat wajah tampan Kris seperti tak dapat dikenali lagi saking parahnya luka-luka di wajahnya.

---

---

---

Sehun menekan tuts-tuts hitam putih di hadapannya, memainkan beberapa nada yang terdengar lembut dan indah. Seorang wanita tua yang rambutnya sudah memutih menghampirinya sambil meletakkan segelas wine di atas meja piano. Lalu kembali meneguk wine dari gelas yang ada di tangannya.

“Kau tahu waktumu tidak banyak lagi. Sampai kapan kau akan berpura-pura seperti ini?”

Sehun mendengar dengan jelas perkataan wanita itu, tetapi ia lebih memilih tidak menanggapinya.

“Ingat, dua hari lagi purnama ke dua muncul. Kau harus bisa mendapatkannya sebelum hari itu.”

Sehun menghela nafas berat.

“Kau tidak perlu memberitahuku tentang apa yang harus kulakukan. Aku sudah tahu.”

Sehun beranjak meninggalkan ruangan itu.

“Tetapi kau tidak tahu kalau kau hanya menyia-nyiakan waktumu hanya karena perasaanmu itu!”

---

---

---

Luhan berbaring di tempat tidurnya sambil memandangi langit-langit kamar. Pikirannya berputar pada tiga orang yang ditemuinya secara tidak sengaja tadi sore. Mulai dari Kris, Tao, dan Rap Monster yang ia temui di tiga tempat berbeda. Anehnya, mereka semua tampak babak belur seperti habis dipukuli. Mereka pun seperti tak ingin bertatap muka dengan Luhan dengan tak menganggap keberadaannya. Hanya Tao yang sempat mengeluarkan sebuah kalimat saat ia berjalan melewati Luhan.

“Sebaiknya kau berhati-hati dengan temanmu, Oh Sehun.”

Luhan menghela nafas berat, mencoba mencari pengertian atas kalimat sederhana yang dilontarkan Tao tersebut.

Kenapa ia harus berhati-hati pada Oh Sehun?

Oh Sehun sudah dikenalnya sejak pertama ia menginjakkan kaki di sekolah itu. Menurutnya, Oh Sehun adalah siswa yang cerdas, ramah, dan baik hati. Suatu hal yang tidak mungkin jika orang yang sangat menyayangi binatang sampai-sampai menjadi vegetarian seperti Oh Sehun itu menyakiti seseorang.

“Kau belum tidur?” suara Sehun membuyarkan lamunan Luhan.

Sehun yang baru pulang itu pun meletakkan ranselnya di meja belajar dan membuka jas seragam sekolahnya.

“Oh. Kau dari mana?” Luhan bangun dan duduk di tempat tidurnya.

“Ada urusan yang harus kuselesaikan dulu. Kenapa?” Sehun dapat menangkap perasaan yang mengganjal dari raut wajah Luhan.

Luhan terdiam. Ia merasa tidak enak menanyakan hal itu pada Sehun.

“Ada apa?” Sehun kembali mengulang pertanyaannya.

“Tidak. Tidak ada apa-apa.” Luhan tersenyum tipis.

“Oh…” Sehun pun beranjak ke kamar mandi.

---

---

---

Pagi yang tak biasa bagi Sehun saat ia tak menemukan Luhan di tempat tidurnya. Biasanya, Sehun selalu bangun lebih pagi dari Luhan, bahkan sebelum matahari sempat menampakkan sinarnya. Namun, di saat Sehun bangun pagi seperti biasanya, ia heran melihat Luhan sudah berangkat sekolah lebih awal.

Luhan sedang bermain basket di lapangan indoor sekolahnya. Sehun menghampirinya.

“Tumben kau bangun pagi.” Sehun duduk di bangku pemain. Luhan pun menghentikan permainan solonya itu lalu duduk di samping Sehun.

“Ada sesuatu yang harus kupastikan dulu.” Ujar Luhan sambil meneguk air dari botol mineral di tangannya.

“Apa itu?”

“Aku ke sekolah Shinwa tadi pagi.”

Sehun terkejut, “Untuk apa? Apa kau ingin dibully oleh mereka lagi?”

“Tentu tidak.”

“Lalu?”

“Hmm... Oh ya, Sehunna, apa kau pernah bertemu dengan Kris, Tao, dan Rap Monster?” Luhan memposisikan duduknya menatap Sehun.

Sehun terdiam sejenak dengan raut wajahnya sulit ditebak.

“Tidak pernah. Untuk apa aku menemui mereka?”

Luhan menunduk, kemudian kembali melihat Sehun sambil tersenyum tipis.

“Ya.. sudahlah. Kalau begitu jangan dipikirkan. Ayo kita kembali ke kelas.”

Luhan beranjak meninggalkan lapangan. Tetapi tiba-tiba Sehun menariknya sehingga Luhan kembali terduduk.

Luhan melihat Sehun terkejut. Sedangkan Sehun masih memasang wajah poker facenya.

“Memangnya apa yang mereka katakan padamu?”

“Eoh?”

“Apa yang mereka katakan padamu?” Sehun mengulangi pertanyaannya.

“Itu…” Luhan berpikir sejenak. Sehun masih menatapnya tajam.

“Mereka mengatakan bahwa aku harus berhati-hati padamu.”

“Hah?!”

“Iya, tapi kau tidak perlu khawatir. Aku mengenalmu lebih baik dari mereka. Kau tidak mungkin menyakitiku, kan’?”

Sehun hanya mengangguk pelan.

“Aku tahu.” Luhan tersenyum.

---

---

---

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Luhan belum juga kembali ke asrama. Sehun sudah menunggunya sejak tadi.

Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?

Perasaan Sehun semakin tidak tenang. Baru saja Sehun ingin pergi keluar untuk mencari Luhan. Tetapi ia mengurungkan niatnya saat mendengar langkah kaki mendekat. Ia tahu itu Luhan. Ia pun melompat ke tempat tidur dan memejamkan matanya.

Luhan membuka pintu kamar dengan sangat hati-hati. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju tempat tidurnya lalu membuka mantel hijau tua yang ia kenakan.

Luhan mengambil kotak obat di atas lemari lalu mengeluarkan sepotong kapas dan alcohol untuk membersihkan luka di wajahnya.

“Awh..” Luhan meringis perih sambil menyeka luka di wajahnya dengan kapas yang sudah dibasahi alcohol itu.

Ia lalu membuka pakaiannya, luka lebam berwarna biru kehijauan terdapat di sekitar perut dan dadanya. Luhan hanya mengoleskan obat anti nyeri di bagian itu lalu memakai kaos lengan panjang berwarna abu-abu yang ia ambil dari lemarinya.

Luhan kemudian berbaring di ranjangnya. Obat nyeri itu tidak banyak membantu. Tubuhnya masih terasa sakit. Tetapi ia berusaha memejamkan mata dan terlelap.

Sehun membuka matanya, di seberang tempat tidurnya ia melihat Luhan sudah tertidur lelap. Sehun pun bangun dan berjalan mendekati tempat tidur Luhan. Sehun duduk di tepi tempat tidur Luhan sambil memandangi wajah yang damai itu.

Kening Luhan mengerut, tetapi kedua matanya masih terpejam rapat.

“Hentikan… Tolong hentikan… ayah..” Luhan mengigau dalam tidurnya. Bulir-bulir air mata mulai mengalir dari pelupuk matanya.

Sehun menghapus air mata Luhan dengan jari-jarinya lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Luhan.

Kedua bibir itu menyatu dalam diam. Cairan bening dari lidah Sehun mengalir masuk ke dalam mulut Luhan, meresap, dan menyembuhkan luka di wajah Luhan.

Sehun kembali memperdalam penyatuan bibirnya dengan bibir Luhan. Cairan bening semakin berlimpah mengalir ke dalam mulut Luhan. Luhan meneguknya tanpa sadar. Luka di dada dan perutnya pun berangsur-angsur lenyap.

---

---

---

Luhan terbangun dari tidurnya tepat pukul 6 pagi. Ia segera menyadari luka-luka di tubuhnya kembali menghilang tanpa bekas. Ia harus bersyukur dapat sembuh hanya dalam semalam. Namun, hal itu semakin mengganjal pikirannya.

Itu aneh.

Luhan bergegas mandi.





“Kau pulang jam berapa? Aku tidak melihatmu pulang semalam.” Tanya Sehun sambil meletakkan nampannya yang berisi salad dan buah di samping Luhan.

“Jam 12, mungkin. Aku tidak terlalu memperhatikannya.” Jawab Luhan di sela-sela mengunyah makan siangnya.

Tak lama kemudian, seorang siswa mungil bernama Kyungsoo ikut duduk bersama mereka.

“Bagaimana kemarin?” Tanya Kyungsoo. Pertanyaan yang ia tujukan pada Luhan.

Sehun ikut menatap Luhan. “Kemarin? Ada apa?”

“Itu, Luhan mengunjungi ayahnya kemarin. Padahal dia tahu ayahnya suka mabuk-mabukan dan selalu memukulinya. Apa kemarin ayahmu tidak memukulimu?” Tanya Kyungsoo melihat keadaan Luhan yang baik-baik saja.

Luhan hanya mengangguk pelan sambil tersenyum canggung.

“Syukurlah. Mudah-mudahan ayahmu tetap seperti itu.”

Luhan hanya terdiam mendengar ucapan Kyungsoo tersebut.

Sehun melanjutkan memakan salad di hadapannya.







Hujan turun dengan sangat deras saat matahari mulai kembali ke peraduannya. Luhan memakai sebuah payung hitam berjalan pulang. Ia tak pulang ke asrama, melainkan berbelok ke arah lain. Ia berhenti di sebuah rumah kayu yang tampak tidak terawat.

Luhan memasuki rumah tersebut, seorang pria paruh baya melihatnya malas.

“Kau lagi.”

Luhan tidak memperdulikan ucapan dingin yang ditujukan padanya itu.

“Aku membawakan makanan untuk ayah.” Luhan meletakkan keranjang makanan yang dijinjingnya sejak tadi di meja makan.

“Bodoh! Daripada kau membeli makanan, lebih baik kau menggunakan uangmu untuk membelikanku bir!”

“Berhentilah minum ayah. Kondisi ayah sudah semakin buruk.”

Pria tua itu berdiri mendekati Luhan.

“Cerewet! Sekarang berikan saja uangmu!”

Pria tua itu menarik kerah seragam Luhan.

“Aku tidak punya uang.”

“Aish… Untuk apa kau bekerja paruh waktu kalau tidak menghasilkan uang, bodoh!”

Sebuah tinju terhempas cukup keras ke pipi kiri Luhan, menyebabkan bibir Luhan mengeluarkan darah.

“Cepat berikan uangmu!” Pria tua itu menggeledah seragam Luhan untuk mencari uang. Amarahnya kembali memuncak setelah ia tidak mendapatkan apa-apa. Sebuah pukulan keras menghantam perut Luhan. Luhan terjatuh di lantai.

“Dasar tidak berguna! Kau sama saja dengan ibumu!”

Tangan Luhan mengepal keras, amarahnya yang sudah sampai di ubun-ubun.

Pria tua itu beranjak pergi, namun seseorang menghentikan langkahnya di depan pintu.

“Siapa kau?”

Pemuda yang berdiri di hadapannya itu tak menjawab. Hanya sebuah tinju yang sangat keras mengenai wajah pria tua itu hingga membuatnya tersungkur di lantai.

Luhan terkejut. Ia mengenali pemuda itu. Itu Sehun.

Pukulan bertubi-tubi menghujam tubuh pria tua yang sudah mulai kehilangan kesadaran itu.

“Hentikan! Oh Sehun!” Luhan berteriak. Namun, Sehun tidak mendengarkannya.

Iris mata Sehun berubah biru. Kulitnya semakin pucat dan kukunya bertumbuh cepat dan runcing.

“Se..hun…” Luhan menyadari perubahan yang terjadi pada diri Sehun.

Sehun membuka baju pria tua yang sudah terlentang tidak berdaya itu lalu membelah dada pria itu dengan jarinya yang lebih tajam dari pisau.

Detik berikutnya, sebuah jantung yang masih hangat telah keluar dari tubuh pria tua itu.

Luhan terpaku. Tubuhnya merinding seketika.

Sehun meninggalkan tubuh pria tua yang sudah tidak bernyawa itu lalu mengalihkan pandangannya pada sosok yang terduduk tak jauh darinya. Ia berjalan mendekati Luhan.

Luhan gemetar. Ia berusaha bangkit dan berjalan mundur menjauhi Sehun.

Tetapi sebuah dinding menghentikan langkahnya. Luhan berdiri terpaku. Sekujur tubuhnya mengeluarkan keringat dingin.

Sehun semakin mendekat. Nafas Luhan semakin tercekat.

Sehun telah berada tepat di depan Luhan. Ia pun meletakkan kedua tangannya di dinding, di samping kepala Luhan. Hal itu semakin mengunci pergerakan Luhan.

Luhan menutup matanya, tak berani menatap Sehun.

Itu bukan Sehun yang dikenalnya.

Kepala Luhan semakin menunduk dalam. Kedua tangannya meremas kain seragamnya sendiri.

“Ja, jangan bu..bunuh..aku..Sehun..” Untuk pertama kalinya Luhan mengucapkan sebuah kalimat yang sederhana dengan terbata-bata.

Sehun tersenyum, tangan kanannya beralih meraba perut Luhan, kemudian perlahan naik ke dada Luhan. Ia dapat mendengar dengan jelas bagaimana degup jantung Luhan berdebar dua kali lebih cepat dari biasanya.

Luhan menggigit bibirnya sendiri, menahan rasa perih dari luka yang tinggalkan ayahnya.

“Memangnya aku pernah bilang ingin membunuhmu?”

Luhan membuka kedua matanya. Iris mata Sehun yang berwarna kecokelatan memerangkap kedua matanya.

“Tap... Tapi kau... sudah membunuh ayahku...” Kedua mata bening Luhan berkaca-kaca.

Sehun menghela nafas panjang, “Itu karena dia menyakitimu. Bukankah kau juga membencinya?”

Luhan kembali menundukkan kepalanya.

“Kau benar. Aku...”

“Ssstt... Jangan bicara lagi. Aku tidak akan membunuhmu. Aku ingin menyembuhkanmu.”

Tangan Sehun beralih menyentuh bibir Luhan yang terluka membuat Luhan harus menahan rasa sakit yang ia rasakan.

Kedua mata Luhan membulat sempurna saat bibir Sehun mendarat tepat di bibirnya, mengalirkan perasaan hangat yang membuai sekujur tubuhnya. Rasa sakit itu pun berangsur-angsur menghilang dalam hitungan detik.

Luhan mendorong tubuh Sehun menjauh sehingga pertautan kedua bibir mereka terlepas dengan paksa.

Luhan masih mengatur nafasnya yang terengah-engah. Sementara Sehun masih berada di jarak yang sangat dekat dengannya.

“Jadi..selama ini..kau yang..”

Luhan sudah dapat menyimpulkan apa yang terjadi padanya selama ini. Semua luka yang menghilang dalam semalam itu adalah Sehun penyebabnya.

“Kenapa kau melakukannya?” Luhan mengumpulkan segenap keberaniannya menatap mata Sehun.

“Kenapa kau menyembuhkanku? Apa yang kau inginkan dariku?”

Sehun menatap Luhan dalam. “Menurutmu apa?”

Luhan menunduk sebentar lalu kembali menatap Sehun.

“Jantung. Kau pasti menginginkan jantungku.”

“Kalau aku memang menginginkan jantungmu, apa yang akan kau lakukan?”

Luhan menghela nafas berat. Bagaimanapun, Sehun pasti tidak akan melepaskannya begitu saja.

Luhan akan mati di tangan Sehun.

“Kau bisa memilikinya. Bunuh aku, sekarang.”

Luhan menutup kedua matanya. Sehun kembali tersenyum seraya membuka kancing seragam Luhan satu-persatu.

“Baiklah. Kau yang minta.”

Bulan purnama sudah bersinar sempurna di keindahan malam. Hujan telah berhenti sejak tadi, tapi masih meninggalkan aroma basah yang bercampur rerumputan. Suara senyap menghiasi ruangan yang tak cukup luas itu. Dengan hanya bercahayakan rembulan, mulut Sehun menyentuh kulit leher Luhan. Ia pun menancapkan taring tajamnya menusuk dalam permukaan kulit Luhan.

“Akh…” Luhan dapat merasakan benda tajam itu merobek kulitnya.

Darah segar pun mengucur keluar dari leher Luhan.

Sehun menghisapnya dengan nikmat. Makanan yang telah ia idam-idamkan sejak lama akhirnya dapat ia rasakan.

Sungguh, itu adalah makanan terenak yang pernah melewati tenggorokannya.

Seketika Sehun merasa seperti terlahir kembali. Tubuhnya lebih kuat dari sebelumnya. Jari-jari tangannya semakin kokoh mengepal kuat.

Sedangkan Luhan semakin pucat. Bibirnya berubah membiru dalam sekejap.

Sehun melepaskan gigitannya, Luhan terduduk lemah.

Sehun menyamakan posisinya dengan bertekuk sambil bertumpu pada satu lututnya kemudian mendaratkan ciumannya ke bibir Luhan, mengalirkan cairan bening hangat yang memulihkan Luhan dalam sekejap.

Luhan membuka matanya perlahan, dan menemukan Sehun tersenyum padanya.

“Sudah kubilang, aku tidak akan membunuhmu.”





“Apa aku akan berubah jadi vampir?”

Sehun hanya tersenyum mendengar pertanyaan Luhan itu.



Luhan membutuhkan Sehun untuk menyembuhkannya. Sedangkan Sehun membutuhkan Luhan untuk menguatkannya.




No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...