Monday 11 May 2015

[Hunhan Fanfiction/TwoShoot/NC] Kidnapped (1)

Warning:

Hunhan fanfiction. Boy x boy love story. Yaoi. Mature. NC.

Don't like, don't read. Simple.

I just own the story.

Happy reading ~ ~




Kidnapped

Luhan berlari kencang, meninggalkan makan siangnya yang belum tersentuh di kantin, menuju mading sekolah. Siswa berkerumun di sana dengan wajah penasaran, sebagian ada yang lega, ada pula yang sedih, melihat nama mereka dalam deretan hasil ujian sekolah. Luhan yang baru sampai, segera menyingkirkan siswa lain yang menghalangi pandangannya, menuju tepat di depan mading. Dengan nafas yang memburu, ia segera mencari namanya dari urutan paling atas.

1. Oh Sehun

2. Wu Luhan

Luhan menemukan namanya di urutan kedua, tak ayal membuat kedua tangannya mengepal kuat.

“Lu, kau tidak apa-apa?” tanya Kyungsoo, sahabatnya, khawatir.

Luhan tak menjawab. Wajahnya memerah menahan emosi yang dalam. Selalu saja seperti ini. Selalu saja ia dikalahkan oleh si namja poker face sialan yang merebut singgasananya sebagai juara umum sekolah dua tahun terakhir. Menyebalkan.

“Wow! Kau menempati urutan pertama lagi, Hun! Daebak!” suara cempreng namja berkulit tan bernama Jongin itu segera membuyarkan amarah Luhan. Kalau Jongin ada di sini, berarti...

“Ya, aku tahu.” Suara huski yang sangat familiar di telinga Luhan segera membuat kedua mata Luhan melirik sinis. Si namja poker face yang memiliki tubuh lebih tinggi darinya itu sudah berada tepat di sampingnya dengan ekspresi dingin andalannya. Siswa-siswi yang sedari tadi berkerumun itu segera menyebar, menghindari aura menakutkan Luhan yang terlihat seperti memancarkan api dari sekujur tubuhnya.

“Mianhe, Luhan. Tampaknya kau harus ikhlas berada di posisi kedua.” ujar Sehun dengan senyum tipis meremehkan sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Luhan yang melihatnya hanya menggigit bibirnya sendiri menahan amarah.

“Kau boleh senang sekarang. Tapi ini akan menjadi kali terakhir namamu di posisi pertama!” kata Luhan kesal.

“Oh ya? Aku ragu. Bukankah ujian yang lalu kau juga berkata seperti itu? Tapi sekarang apa? Namaku masih tetap di posisi pertama.”

“YAK! KAU!!!”

“Apa? Ada yang salah dengan perkataanku? Kau memang hanya pandai bicara, Luhan. Coba buktikan kalau kau memang bisa menjadi peringkat pertama.”

Luhan semakin kuat mengepalkan kedua tangannya. Kyungsoo yang menyadari hal itu segera berinisiatif menarik Luhan menjauh dari musuh bebuyutannya itu.

“YA! OH SEHUN!!! AKU AKAN MEMBUKTIKAN KALAU AKU BISA MENJADI PERINGKAT PERTAMA! LIHAT SAJA NANTI!” teriak Luhan saat meninggalkan tempat itu, pasrah mengikuti Kyungsoo yang berjalan cepat di depannya sambil menarik lengannya. Sehun yang mendengar hal itu hanya menyunggingkan senyum tipis. Begitu Luhan berbalik, Sehun kembali ke wajah poker face andalannya lalu berjalan menuju kelas diikuti Jongin dan siswa lainnya.

Luhan masih belum bisa menerima dirinya dikalahkan (lagi) oleh namja poker face sialan itu. Tak peduli sekeras apapun kedua sahabatnya, Kyungsoo dan Baekhyun menghiburnya, mood Luhan tetap buruk seharian.

Luhan tetap belajar meski di jam itu tak ada guru yang masuk. Sedangkan teman-temannya yang lain sibuk bergosip, bermain, atau mendengarkan musik, Luhan tetap tak lepas dari buku-buku dan alat tulis. Bahkan saat jam istirahat, Luhan menolak ajakan Kyungsoo dan Baekhyun ke kantin. Ia lebih memilih pergi ke perpustakaan. Apalagi kalau bukan untuk belajar.

“Kau masih mau tinggal, Lu?” tanya Baekhyun.

Luhan mengangguk. “Kalian pulang duluan saja.”

“Baiklah, kami duluan ya, Lu.” Kyungsoo dan Baekhyun beranjak meninggalkan ruang kelas.

Luhan melirik jam tangannya, masih menunjukkan pukul 8 malam. Paling tidak masih ada waktu dua jam sebelum perpustakaan ditutup. Luhan memilih memasukkan peralatan sekolahnya ke dalam tas sebelum melangkah keluar kelas.

Tepat jam sepuluh, pengumuman yang mengabarkan bahwa perpustakaan akan segera ditutup terdengar. Luhan segera mengembalikan buku-buku yang dipinjamnya lalu berjalan keluar perpustakaan. Luhan berjalan menuju pintu gerbang. Langkahnya terhenti sejenak ketika ia berpapasan dengan Sehun.

Sehun yang memakai earphone di telinganya, memasang wajah dinginnya saat melihat Luhan.

Luhan hanya memutar bola matanya dan berjalan cepat keluar dari sekolah tanpa memperdulikan Sehun yang berjalan di belakangnya. Luhan pun duduk di halte sambil menunggu bus. Sehun ikut duduk di sana dengan jarak yang cukup jauh dari Luhan. Luhan duduk di paling ujung kanan dan Sehun di ujung kiri.

Tak ada pembicaraan selama mereka di tempat itu. Karena mereka memang tak pernah mengobrol selain pada saat pengumuman hasil tes seperti siang tadi. Walaupun pembicaraan itu lebih tepat disebut perdebatan daripada obrolan.

Luhan sesekali melirik sinis namja poker face yang sedang memejamkan matanya menikmati musik dari earphonenya. Luhan tak habis pikir, mengapa namja itu masih bisa mengalahkannya dan menjadi juara umum di sekolah? Padahal Luhan tidak pernah melihat Sehun di perpustakaan atau membawa buku kemana-mana. Bahkan, berdasarkan informasi dari Baekhyun, Sehun seringkali membolos dari kelasnya. Sehun terkesan cuek pada pelajaran. Berbanding terbalik dengan dirinya yang memang tak melewatkan semenit pun untuk belajar. Menyebalkan.

Luhan menghela nafas berat. Bus yang ditunggunya akhirnya tiba. Ia pun segera berlari naik ke dalam bus diikuti Sehun dari belakang. Hanya ada empat orang penumpang di dalam bus itu sehingga banyak tempat duduk yang kosong. Luhan memilih duduk di kursi panjang paling belakang dekat jendela sedangkan Sehun duduk di deretan kedua sebelah kanan.

Luhan bersandar. Perutnya keroncongan membuatnya tersadar bahwa ia belum makan apapun sejak pagi tadi. Di dekatnya duduk seorang wanita yang berusia sekitar 20-an yang dapat mendengar suara perut Luhan dengan jelas. Membuat Luhan malu setengah hidup.

“Kau lapar, dik?. Ini, ada roti. Makanlah.” Ucap wanita itu sambil menyerahkan sebungkus roti cokelat. Luhan melihatnya ragu. Ingin menolak tapi tidak ingin menyinggung wanita itu. “Makanlah.” Ucap wanita itu lagi sambil tersenyum hangat. Luhan pun menerima roti itu dan mengucapkan terima kasih.

Luhan memakan roti itu dengan lahap. Matanya memandang keluar jendela dan menyadari bahwa jalan yang ia lalui sangat asing baginya.

‘Dimana ini?’ tanyanya dalam hati.

Bus itu melaju keluar dari kota dan Luhan baru menyadari hal itu saat melihat tanda ‘Selamat Jalan’ di pinggir jalan. Luhan mulai panik. Ia segera berdiri dan pada saat yang sama Sehun ikut berdiri juga. Sehun lebih dahulu memencet bel di sampingnya beberapa kali namun bus itu tak juga mau berhenti.

Sehun menoleh ke belakang dan matanya bertatapan dengan Luhan. Mereka menunjukkan tatapan kebingungan yang sama. Mereka pun melihat keempat penumpang yang berada dalam bus yang sama. Anehnya, keempat orang itu tenang-tenang saja seakan mengetahui tujuan bus tersebut.

Luhan ingin menanyakan tujuan bus itu pada wanita yang duduk di dekatnya namun mulutnya tak dapat mengeluarkan sepatah katapun saat melihat wanita itu menyeringai menakutkan.

“Sehun!” Luhan panik dan berjalan mendekat ke arah Sehun. Namun, tenaganya tiba-tiba melemah dan kedua matanya terasa sangat berat. Sehingga sebelum sampai ke tempat Sehun, ia sudah terduduk tak berdaya. Sehun beranjak menghampirinya.

“Luhan! Kau tidak apa-apa?” tanya Sehun ikut panik. Kedua mata Luhan masih setengah terbuka saat melihat seorang pria berdiri di belakang Sehun memegang sebilah kayu di tangannya. Luhan menunjuk ke arah belakang Sehun. Sehun mengikuti arah telunjuk Luhan namun terlambat. Kayu itu sudah terayun dan tepat mengenai kepala Sehun dengan sangat keras. Sehingga Sehun kehilangan kesadarannya dan ambruk di depan Luhan. Luhan tak bisa berbuat apa-apa. Matanya terpejam perlahan.

***

Luhan membuka matanya. Mengerjap beberapa kali untuk membiasakan cahaya lampu yang masuk ke matanya. Kepalanya masih terasa pusing. Tenggorokannya kering. Perutnya meronta meminta makanan. Namun, Luhan tidak menghiraukan hal itu. Matanya melihat sekeliling dan menyadari bahwa ia sedang berada di dalam ruangan yang sangat asing. Sebuah kamar bercat abu-abu dengan lantai abu-abu dan sebuah kamar mandi di sudut. Tak ada apapun di dalam kamar itu selain tempat tidur king size yang sedang dihuni Luhan. Luhan menoleh dan mendapati Sehun terbaring di sampingnya tak sadarkan diri. Darah yang telah mengering terlihat di pelipis pemuda itu.

“Sehun! Sehun! Sadarlah!” Luhan mengguncang tubuh Sehun, mencoba membangunkan si poker face itu. Tak lama kemudian, Sehun membuka matanya. Ia mengerjap sebentar lalu bangun dalam posisi duduk. Sehun meringis merasakan perih di kepalanya dan sadar kalau ada darah kering yang di sana. Matanya kemudian menatap Luhan yang duduk di sampingnya bingung.

“Apa yang terjadi?” tanya Sehun. Luhan menggeleng tidak tahu. Sehun kemudian mengerdarkan pandangannya ke sekeliling kamar.

“Dimana ini?” tanyanya lagi.

“Aku tidak tahu. Tapi, kurasa... kita diculik.”

“Apa?!” Sehun terkejut. Ia segera berdiri. Mencoba mencari pintu keluar, namun tidak ia dapatkan. Hanya ventilasi kamar mandi yang sangat kecil dan tidak mungkin bisa ia lewati.

Luhan terdiam di tempat. Otaknya benar-benar buntu saat ini. Bahkan, ia masih tidak percaya akan apa yang terjadi. Sehun ikut duduk di sampingnya. Sehun mengacak rambutnya sendiri frustasi. Ia tidak percaya akan terkurung di tempat itu. Apalagi bersama Luhan.

“Kau punya musuh?” tanya Sehun tiba-tiba membuat Luhan menoleh melihatnya.

“Ya. Kau.” Jawab Luhan. Sehun menghela nafas.

“Selain aku?” tanya Sehun lagi.

“Tidak ada.”

Sehun berpikir sejenak. “Bagaimana dengan keluargamu? Orang tuamu? Apa mereka punya musuh?”

“Kurasa tidak. Kenapa kau bertanya begitu? Tunggu... kau bermaksud mengatakan kalau aku adalah alasan kenapa kita berada di sini?” tanya Luhan tidak terima.

“Tentu saja. Siapa lagi kalau bukan kau? Kau tahu aku bukan anak konglomerat sepertimu. Untuk apa mereka menculikku? Mereka tidak akan mendapatkan apa-apa dariku.”

Luhan mendengus sebal mendengar jawaban Sehun itu.

“Bisa saja mereka menculikmu karena memiliki dendam padamu. Kau kan’ sering berkelahi. Pasti ada orang yang tidak terima karena kalah darimu!” ujar Luhan emosi.

“Oh ya? Seperti dirimu? Kau masih tidak terima telah kalah dariku, bukan?”

“Sudah. Jangan bahas hal itu lagi. Sekarang lebih baik kita mencari jalan keluar dari tempat ini.” Luhan berdiri, mencoba mengelilingi kamar yang tak terlalu luas itu.

“Percuma.” Sehun menghela nafas. “Kurasa kita tidak akan bisa keluar selain penculik itu membebaskan kita.”

“Kau benar.” Luhan menyerah dan kembali duduk.

“Ugh. Aku lapar.” Luhan memegangi perutnya yang keroncongan. Sehun hanya melihatnya prihatin. Sebenarnya ia pun sama. Cacing-cacing di perutnya sudah berdemo minta diisi sejak tadi.

*Kalian lapar?*

Tiba-tiba terdengar suara chipmunk mengagetkan mereka. Kedua pemuda itu segera menatap sebuah speaker yang berada di sudut kamar, tempat suara itu berasal.

*Kami tahu kalian lapar. Kami akan memberikan kalian makanan. Tapi setelah kalian menjalankan misi pertama kalian.*

“Misi?” Sehun dan Luhan saling berpandangan tidak mengerti.

Tak lama kemudian, terdapat sebuah celah di dinding yang terbuka sedikit. Sehun dan Luhan segera berlari menuju dinding itu namun terlambat. Dinding itu kembali menutup setelah melemparkan sebuah gulungan kertas.

Sehun membuka kertas itu dan membacanya. Luhan ikut mendongakkan kepalanya, membaca huruf-huruf yang tersusun di sana.

Misi 1

Kissing

Kalian harus berciuman panas selama 15 menit.


Kedua pasang mata pemuda itu membulat tak percaya.

“Ini gila.” Sehun meremas kertas itu hingga tak berbentuk lagi. Lalu menjatuhkan dirinya di lantai dan bersandar di kaki tempat tidur. Luhan berjalan pelan dan kembali duduk di tempat tidur itu. Menghembuskan nafas berat berulang-ulang.

*Baiklah. Kalau kalian memilih mati kelaparan juga tidak apa-apa.*

Sehun mengepalkan kedua tangannya menahan amarah. Suara chipmunk itu terdengar sangat menyebalkan di telinganya. Ia pun menoleh melihat Luhan. Luhan sudah tampak gemetar karena lapar. Mungkin, Sehun bisa bertahan lebih lama. Paling tidak ia sudah terbiasa kelaparan jika tak mendapat uang untuk membeli makanan. Berbeda dengan Luhan. Luhan orang kaya yang pasti tak terbiasa dengan perut kosong.

Sehun menarik Luhan duduk di sampingnya. Luhan sedikit terkejut. Kedua matanya membulat saat Sehun tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan menciumnya. Mata Sehun terpejam. Ia tahu betapa gila dirinya sekarang. Ia hanya ingin misi itu selesai secepatnya. Sementara Luhan hanya terdiam tanpa memberontak.

Sehun mulai melumat bibir Luhan. Mengecap rasa manis yang terasa dari bibir merah ranum itu. Kepalanya miring ke kanan dan kiri tanpa melepaskan lumatannya.

“Hmmmpphh... hmmpphh..” Luhan mendorong dada Sehun sehingga ciuman mereka terhenti. Sehun menjauhkan wajahnya, memberikan kesempatan bagi mereka untuk menghirup nafas sebelum menempelkan kembali bibirnya di bibir Luhan.

“Hmmpcpk... cpk...” Ciuman itu semakin dalam. Sehun memasukkan lidahnya ke dalam mulut Luhan yang terbuka dan mengabsen seluruh isi rongga mulut Luhan. Lidah mereka bertemu dan Sehun lebih mendominasi dan membelit lidah Luhan dalam pertautan yang panas.

Ciuman selama lima belas menit itu terasa begitu lama. Beberapa kali mereka harus berhenti untuk menghirup nafas. Suara kecipak yang sangat kentara memenuhi ruangan hingga suara chipmunk yang menyebalkan itu kembali terdengar.

*Selamat! Kalian berhasil menjalankan misi pertama!*

Sehun segera menjauhkan wajahnya. Benang saliva yang menghubungkan bibir mereka pun terputus. Sehun menyeka saliva yang tertinggal di sudut bibirnya dengan kasar. Hal yang sama dilakukan Luhan. Keduanya masih mengatur nafas saat sebuah nampan berisi makanan dan minuman Mc Donald masuk melalui celah di dinding yang terbuka.

Luhan segera berlari mengambil nampan itu dan membawanya ke depan Sehun. Ia pun memakan nasi dan ayam goreng itu dengan lahap. Sehun melakukan hal yang sama. Keduanya makan dengan tenang. Sesekali mata mereka bertemu. Namun, segera memutuskan kontak itu dengan mengalihkan pandangan mereka. Suasana canggung menyelimuti keduanya.

Setelah makan, suara chipmunk kembali terdengar.

*Bersihkan diri kalian. Mandi dan ganti pakaian kalian dengan piyama yang terdapat di kamar mandi. Setelah itu, kalian boleh beristirahat.*
Sehun maupun Luhan tidak tahu apakah hari itu pagi, siang, atau malam. Mereka bahkan tidak tahu sudah berapa lama mereka terkurung dalam ruangan itu. Yang mereka tahu, segala gerak gerik mereka sedang diawasi oleh seseorang atau kelompok orang dengan alasan yang belum mereka pahami.

***

Entah hari apa ini. Sehun terbangun dan masih berada dalam ruangan yang sama. Bedanya, ia sudah tidak memakai seragam dan berganti menggunakan piyama biru muda. Di sampingnya, Luhan masih tertidur pulas. Sehun segera bangkit dan duduk di pinggir ranjang. Merenungi keadaaannya sekarang. Kenapa ia mau saja mengikuti semua perintah itu? Dirinya bukan boneka. Harusnya dia bisa menolak. Apalagi bayang-bayang ciuman dengan Luhan masih teringat dengan jelas di pikirannya. Itu sangat mengganggu. Walaupun, rasanya tidak terlalu buruk. Rasa manis yang sebenarnya cukup mampu membuatnya ketagihan dan menginginkannya lagi.

‘Astaga. Apa yang kupikirkan?’ Sehun menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran itu.

Mata Sehun kemudian tertuju pada gelang besi di kedua pergelangan tangannya. Sejak pertama kali diculik, gelang itu sudah ada padanya. Luhan pun memakai gelang yang sama. Sehun tidak tahu mengapa gelang itu ada padanya dan Luhan. Yang jelas, gelang itu bukan gelang biasa dan tidak dapat terlepas dengan mudah. Seperti ada kata sandi yang menguncinya.

Tak lama kemudian, Luhan bangun. Ia mengerjap beberapa kali sebelum matanya terbuka lebar dan kecewa saat menyadari dirinya masih di ruangan itu.

“Ternyata ini bukan mimpi.” Guman Luhan, terdengar jelas oleh Sehun. Sehun hanya terdiam tak menanggapi.

*Akhirnya, kalian bangun. Bagaimana tidur kalian? Apa kalian mimpi indah?*

Suara chipmunk itu kembali mengagetkan mereka. Mereka sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan basa basi itu.

*Bersiaplah untuk misi kedua.*

Sehun dan Luhan kembali saling berpandangan. Mereka mendapat firasat yang buruk.

*Kalau kalian berhasil. Kami akan menjelaskan alasan kalian berada di tempat ini.*

Tak lama kemudian, sebuah gulungan kertas jatuh dari atap yang tiba-tiba terbuka dan kembali tertutup.

Sehun membuka kertas itu, membacanya dalam hati. Seketika tangannya kembali meremas kertas itu tanpa membiarkan Luhan membacanya. Sehun melemparkan kertas itu dengan kesal. Melampiaskan seluruh emosi di kepalanya.

Kening Luhan mengerut tidak mengerti. Ia pun berjalan mengambil bola kertas yang tergeletak di sudut kamar.

Misi 2

Blowjob

Lakukan blowjob pada pemuda yang lebih tinggi. Misi ini berhasil apabila pemuda yang lebih tinggi klimaks dan pemuda yang lebih pendek menelan seluruh spermanya.


-

-

-
-TBC-

1 comment:

nabumrabbani said...

Casino & Resort Reviews - MapYRO
Visit the 평택 출장샵 Casino & 보령 출장마사지 Resort in 나주 출장안마 Biloxi, MS for the BEST 여수 출장마사지 Casino! Get reviews, ratings, games, complaints, & more - view 동해 출장샵 the app.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...