Tuesday, 3 February 2015

[Fanfiction Hunhan] Sehun's Angel Part 10 (End)



Luhan adalah malaikat Sehun, selamanya.

Sehun's Angel


Hari ini hari Sabtu. SMA Shinwa mengadakan pentas seni di aula utama. Aula itu terletak di gedung ketiga dekat kantor guru. Panitia pelaksana sudah sibuk sejak pagi menyiapkan berbagai persiapan mulai dari mendekor aula, menyiapkan susunan acara, memastikan pengisi acara yang akan tampil, menyiapkan konsumsi, sampai geladi bersih.

Kris dan Chanyeol ikut ambil bagian dalam acara itu.

Kris sebagai salah satu panitia, sedangkan Chanyeol sebagai salah satu pengisi acara.

Malam pun tiba, para tamu yang adalah siswa siswi, guru, dan tamu undangan berdatangan mengenakan setelan jas untuk pria, dan gaun untuk wanita.

Mereka memadati aula besar itu dan duduk di tempat yang sudah ditentukan.

Sehun dan Tao mendapat tempat di deretan kelima di bagian tengah.

Cahaya lampu mulai berkurang, menandakan acara akan segera dimulai.

“Kau dari mana saja? Aku baru melihatmu hari ini.” tanya Tao.

Sehun tidak menanggapinya, pandangannya tertuju pada panggung yang sedang menampilan tarian ballet sebagai pembuka.

Ada Sulli di sana.

Gerakan tariannya sangat indah dan sanggup mempesona siapa saja yang melihatnya. Kecuali Sehun, hatinya sama sekali tidak bergetar.

“Ya. Tao. Apa yang kau lakukan jika kau dihadapkan pada situasi dimana kau harus memilih antara kebahagiaan diri sendiri atau kebahagiaan orang lain?” tanya Sehun tanpa melihat Tao.

Tao menoleh melihat sahabatnya itu. Baru kali ini ia mendengar pertanyaan yang begitu filosofis dari mulut Oh Sehun.

“Hmm... Bagaimana ya? Kalau aku pribadi, selama aku bahagia, orang lain menderita pun tidak masalah.”

Huh... Sehun langsung menyesal menanyakan hal itu pada Tao. Harusnya ia tahu pikiran Tao tidak jauh berbeda dengannya.

“Memangnya apa yang kau pikirkan? Apa ini tentang memilih antara Luhan atau Sulli? Kudengar Sulli ingin kembali padamu, ya?”

Sehun diam saja mendengar pertanyaan Tao. Memang benar Sulli mengajaknya balikan kemarin. Tapi Sehun belum menjawabnya. Ia ingin berpikir dulu. Setelah pentas seni, baru ia akan menemui Sulli untuk memberikan jawabannya.

Tapi Sehun masih bimbang.

“Ya. Tao. Jika kau adalah malaikat, apa kau mau berubah menjadi manusia?” tanya Sehun lagi.

Tao berpikir sejenak.

“Kalau aku malaikat, untuk apa aku berubah jadi manusia? Jadi malaikat kan’ enak, tidak perlu menderita.”

Benar juga perkataan si mata panda ini.

Malaikat tidak perlu menderita. Malaikat tidak perlu merasakan rasa sakit. Malaikat bahkan bertempat tinggal di surga dengan penuh kebahagian.

Tidak mungkin Luhan mau meninggalkan semua itu hanya demi Oh Sehun.

Sehun hanya manusia biasa dengan otak rata-rata, ketampanan di bawah Kris, dan sikap yang lebih kekanakan dari Tao.

Sehun tidak memiliki apa-apa yang bisa ia banggakan.

Mendadak Sehun kehilangan kepercayaan dirinya.

Akhirnya, ia memutuskan pilihannya.

...

...

...

Luhan berdiam diri di sebuah ruangan hanya dengan berteman cahaya rembulan. Ia mencoba memahami tubuhnya sendiri.

Detak jantungnya, darah yang mengalir di tubuhnya, perasaan cemas yang memenuhi pikirannya, semua bermuara pada satu kesimpulan, ia hampir menjadi manusia seutuhnya.

Sebuah cahaya putih tiba-tiba membuyarkan lamunannya.

Sesosok malaikat muncul di hadapannya.

“Dyo?”

“Apa yang terjadi padamu, malaikat Luhan?” tanya malaikat bernama Dyo itu.

Luhan menunduk. “Aku gagal melaksanakan tugasku.”

“Apa karena orang itu menyukaimu?”

Luhan mengangguk pelan.

“Lalu, apa kau juga menyukainya?”

Luhan mendongak menatap Dyo.

“Tidak.”

Malaikat Dyo tersenyum.

“Jangan menyangkal lagi, malaikat Luhan. Kau menyukainya. Jantungmu berdetak lebih cepat saat di dekatnya, bukan?”

Luhan terdiam. Ia heran mengapa malaikat Dyo masih bertanya jika ia sudah tahu jawabannya?

“Lalu aku harus bagaimana?”

“Biarkan dia memilih. Pilihannyalah yang akan menentukan takdirnya kelak.”

...

...

...

Acara pentas seni telah berakhir. Satu per satu tamu undangan pulang ke rumah masing-masing. Beberapa orang masih tinggal untuk mengobrol, membereskan perlengkapan, atau sekedar bermain-main.

Sehun berjalan ke belakang panggung, ia sempat bertemu Kris yang sibuk membereskan perlengkapan. Tetapi tentu bukan Kris orang yang dicarinya, melainkan gadis yang sedang duduk sambil memasukkan baju dan sepatu balletnya ke dalam tas.

“Sulli, bisa kita bicara?”

Sulli hanya mengangguk kemudian mengikuti Sehun ke lantai atas gedung.

“Jadi, apa jawabanmu?” tanya Sulli begitu mereka sampai.

Sehun menunduk sebentar, lalu kembali menatap Sulli.

“Aku minta maaf, Sulli. Aku tidak bisa berpura-pura. Di hatiku hanya ada Luhan.”

Sulli terdiam sejenak.

“Baiklah, tidak masalah. Semoga kau bahagia bersamanya.” Sulli pergi.

Sehun kembali menunduk.

“Maafkan aku, Luhan. Aku memang egois.”

...

...

...

Matahari bersinar cerah membuat kedua mata Sehun terpaksa terbuka.

Jam berapa sekarang? Kenapa matahari sudah begitu terik?

Sehun melirik benda bundar yang terpajang di dindingnya.

Seketika ia melompat dari tempat tidurnya.

Oh tidak! Sudah pukul tujuh! Sehun mungkin akan terlambat ke sekolah hari ini.

Dengan secepat kilat Sehun mandi. Tentu ia tidak peduli bersih atau tidak. Yang penting wajahnya terlihat segar dan tubuhnya tidak berbau aneh.

Ia pun segera memakai seragam sekolahnya dalam waktu tiga puluh detik. Ini rekor.

Sehun berlari keluar rumah dan menaiki bus menuju sekolahnya.

Sial.

Terlambat.

Pintu gerbang sudah tertutup rapat.

Sehun menghela nafas panjang.

“Terlambat.”

Sehun menoleh melihat siswa yang juga baru sampai itu.

Sehun baru melihatnya hari ini.

Seorang siswa dengan rambut hitam yang menutupi keningnya. Tubuh yang lebih pendek dari Sehun, mengenakan tas ransel besar yang tidak cocok di tubuhnya.

Siswa itu menoleh menatap Sehun. Ia merasa sudah diperhatikan dari tadi.

“Apa?” tanya siswa itu menantang. Tapi Sehun justru menganggapnya lucu.

Wajah imut dan cantik siswa itu sama sekali tidak cocok bersikap sok jagoan.

Siswa itu berbalik sebal melihat dirinya ditertawakan oleh orang yang bahkan tidak mengenalnya.

“Tunggu.”

Suara Sehun menghentikan langkahnya.

“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menertawakanmu. Hanya saja, kau sangat manis.”

Siswa itu hanya terdiam mendengarnya. Tapi semburat merah di kedua pipinya tak dapat ia sembunyikan.

Sehun tersenyum, sungguh baru kali ini ia melihat sosok yang begitu manis.

Mata yang berbinar cerah secerah matahari, membuatnya terpikat dalam pandangan pertama.

“Perkenalkan namaku Sehun. Siapa namamu?” tanya Sehun sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat.

Siswa itu menyambutnya.

“Aku Luhan.”

Siswa bernama Luhan itu tersenyum.

Senyum yang sangat indah.

Senyum tulus yang sanggup mendebarkan hati siapapun yang melihatnya.

Sehun bisa merasakan ribuan kupu-kupu memenuhi dadanya.

Luhan.

Sehun menyukainya.

Mungkin, ini yang namanya cinta pada pandangan pertama.

Ibarat menemukan belahan jiwa yang telah lama hilang, Sehun bahagia.

Mungkinkah Luhan adalah orang yang ditakdirkan untuknya?

...

...

...

Malaikat Dyo tersenyum melihat pemandangan itu.

Dia sudah menduganya. Sehun pasti akan memilih Luhan.

Akibatnya, Luhan menjadi manusia seutuhnya dan semua ingatan tentang masa lalu Luhan sebagai malaikat pun menghilang.

Tetapi itulah takdir.

Luhan memang sudah ditakdirkan bersama Sehun.

Biarlah Luhan menjadi malaikat Sehun seorang ...

(End)

 

2 comments:

Unknown said...

Aaaa....sweet banget...maaf baru bisa komen soalnya baca nya ngebut jadi baru bisa komen deh...btw keren ff nya ������������

Unknown said...

Aaaa....sweet banget...maaf baru bisa komen soalnya baca nya ngebut jadi baru bisa komen deh...btw keren ff nya ������������

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...