a. Pengertian Persuasi
Dalam bahasa Inggris kata to persuade berarti ‘membujuk’ atau ‘meyakinkan’. Bentuk nominanya adalah persuation yang kemudian menjadi kata serapan bahasa Indonesia persuasi (Finoza, 1993: 229).
Persuasi adalah suatu keahlian untuk mencapai suatu persetujuan atau kesesuaian kehendak pembicara dan yang diajak berbicara; lagi pula merupakan proses untuk meyakinkan orang lain supaya orang itu menerima apa yang diinginkan oleh pembicara atau penulis (Gani, dkk., 1987: 99) .
Menurut KBBI edisi keempat tahun 2011, persuasi adalah ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya; karangan yang bertujuan membuktikan pendapat.
Keraf (2001: 118) mengemukakan bahwa persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang. Tujuan akhirnya adalah agar pembaca atau pendengar melakukan sesuatu, maka persuasif dapat dimasukkan pula dalam cara-cara untuk mengambil keputusan. Mereka yang menerima persuasif harus mendapat keyakinan bahwa keputusan yang diambilnya merupakan keputusan yang benar, bijaksana, dan dilakukan tanpa paksaan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa persuasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik melalui bahasa lisan maupun tulis untuk memengaruhi orang lain melakukan sesuatu yang diinginkan oleh pembicara maupun penulis. Dalam kegiatan menulis khususnya pada karangan persuasif, yaitu berisi hal-hal yang bersifat memengaruhi pembaca atau orang lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh penulis.
b. Dasar-dasar Persuasi
Aristoteles (dalam Keraf, 2001: 121) mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengadakan persuasi, yaitu:
1) watak dan kredibilitas;
Dalam pergaulan antarmanusia, karakter atau watak merupakan salah satu faktor yang selalu harus diperhitungkan. Watak dan seluruh kepribadian pembicara atau penulis dapat diketahui dari seluruh pembicaraan atau paragrafnya. Gaya yang dipakai, pilihan kata, struktur kalimat, tema, dan sebagainya merupakan keseluruhan atau totalitas pengarang atau pembicaranya. Kemantapan berbicara, keteraturan proses berpikirnya, dan bahasa yang dipergunakan semuanya akan mencerminkan latar belakangnya.
Kepercayaan (kredibilitas) terhadap pembicara atau penulis akan timbul, bila hadirin tahu bahwa pembicara mengetahui dengan baik persoalan yang tengah dibicarakannya; bila hadirin tahu bahwa pembicara tidak memeroleh keuntungan pribadi dari masalah yang dibicarakan. Kepercayaan juga akan timbul bila pembicara atau penulis jujur pada hadirin; bila ia dengan terbuka menjawab semua pertanyaan dan menerima semua kritik yang dilontarkan secara simpatik.
Singkatnya, orang yang akan mengadakan persuasif harus memiliki kualitas yang baik dan tepercaya dalam segala hal, memiliki watak yang baik dan tepercaya, kemampuan berpikir secara teratur, selalu memerlihatkan simpati, sikap memercayai orang lain, dan sebagainya.
2) kemampuan mengendalikan emosi;
Pengertian mengendalikan emosi di sini harus diartikan baik sebagai kesanggupan pembicara untuk mengobarkan emosi dan sentimen hadirin, maupun kesanggupan untuk merendahkan atau memadamkan dan sentimen itu bila perlu.
Meskipun persuasif diarahkan kepada pengendalian emosi, haruslah diingat pula bahwa pengarahan persuasi kepada emosi, janganlah menjadi inti keseluruhan persuasif. Emosi tidak boleh digalakkan sedemikian rupa sehingga hadirin tidak diberi kesempatan untuk berpikir atau menilai persoalan. Logika, perincian fakta yang dijalin dengan sentuhan emosi sudah sanggup menimbulkan tenaga yang dahsyat. Emosi haruslah menjadi alat untuk mencapai kesepakatan, jangan dijadikan tujuan.
Sering kita menghadapi kenyataan bahwa massa atau orang-orang yang diajak bicara dapat terpancing oleh hasutan-hasutan emosional sehingga tanpa sadar mereka melakukan apa saja yang sebenarnya ditargetkan secara diam-diam oleh pembicara. Emosi yang dikobarkan tanpa landasan kematangan ilmiah dan kematangan moral, sukar dikendalikan. Sebab itu, secara moral dan bertanggung jawab, pembicara atau penulis harus menyiapkan isi yang sesuai dengan maksud yang akan dicapai persuasinya itu.
3) bukti-bukti.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi agar pembicara dapat berhasil dalam persuasif adalah kesanggupan untuk menyodorkan bukti-bukti (evidensi) mengenai suatu kebenaran.
Bila dikaitkan dengan syarat nomor dua di atas, maka dapat dikatakan bahwa walaupun emosi merupakan unsur yang penting dalam persuasif, namun fakta-fakta tetap merupakan faktor yang dapat menanamkan kepercayaan untuk persuasif. Yang terpenting adalah bagaimana fakta yang sekadarnya itu disodorkan dapat dijalin dengan faktor-faktor emosional sehingga dapat tercapai maksud pembicara.
c. Ciri-ciri Tulisan Persuasi
Tulisan persuasi adalah tulisan yang dapat merebut perhatian pembaca, yang dapat menarik minat, dan yang dapat meyakinkan mereka bahwa pengalaman membaca merupakan hal yang amat penting. Ciri-ciri tulisan persuasi menurut Albert (dalam Tarigan, 2008: 113-114) antara lain, sebagai berikut.
1) Tulisan persuasi haruslah jelas dan tertib. Maksud dan tujuan penulis dinyatakan secara terbuka atau dikemukakan dengan jelas. Bahan-bahan diatur sedemikian rupa sehingga para pembaca mengalihkan perhatian pada sepenggal tulisan, seyogianyalah padanya ada beberapa pertanyaan yang jawabannya dapat ditemui segera di situ. Penulis yang memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sejak semula paling sedikit telah mulai beranjak ke arah persuasi. Dia telah membuat suatu permulaan yang baik dan teratur.
2) Tulisan persuasi haruslah hidup dan bersemangat. Segala sesuatu yang mempunyai daya tarik yang kuat terhadap indera hidup. Warna yang hidup enak didengar. Lebih khusus lagi, kata-kata yang hidup, cerah, bersemangat adalah kata-kata yang dapat menyentuh perasaan, suasana, pandangan, pikiran, selera, dan gairah. Penulis harus terampil memergunakan kata-kata yang hidup dan bersemangat dalam karyanya.
3) Tulisan persuasi beralasan kuat. Tulisan yang beralasan kuat berdasar pada fakta-fakta dan penalaran-penalaran. Bebas dari generalisasi-generalisasi yang hampa serta pendapat-pendapat yang tidak mempunyai dasar dan prasangka yang tidak-tidak.
4) Tulisan persuasi harus bersifat dramatik. Tulisan persuasif harus dapat memanfaatkan ungkapan-ungkapan yang hidup dan kontras-kontras yang mencolok. Penulis harus dapat menarik pembaca berjalan dari satu puncak ke puncak lain. Harus dapat menjaga agar perhatian pembaca tidak sempat kendor. Penulis harus dapat membuat konflik antara kebenaran yang didukungnya, serta menyalahkan yang bertentangan dengannya. Tulisan dramatik memang bersifat persuasif karena dapat menggugah perasaan para pembaca.
d. Langkah-langkah Menulis Persuasi
Surana (1996: 149) mengemukakan bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam menulis persuasi sebagai berikut.
1) Menentukan topik tujuan
Topik yang dikemukakan hendaknya dapat merangsang minat pembaca untuk mengetahui, memahami, dan pada akhirnya bersedia melakukan anjuran penulis yang tertuang dalam karangan. Topik karangan persuasi harus dirumuskan secara jelas dengan menggunakan bahasa yang singkat, tetapi mudah dipahami.
2) Menetapkan tujuan penulis persuasi
Karena tujuan persuasi harus jelas, maka perlu disertakan alasan yang kuat, bukti yang nyata utnuk meyakinkan pembaca bahwa pendapat dan sikap penulis itu benar.
3) Mengumpulkan bahan
Bahan yang dikumpulkan harus berdasarkan fakta. Kalau perlu dicari kesaksian dari orang yang dapat dipercaya. Pengumpulan bahan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan penelitian, yaitu dengan observasi, wawancara, membaca buku-buku, majalah, atau surat kabar. Akhirnya bahan yang terkumpul itu diseleksi serta dinilai secara logis dan kritis.
4) Membuat kerangka karangan (outline)
Susunan kerangka karangan persuasi harus sesuai dan logis. Oleh karena itu, perlu dibuat kerangka karangan yang akan menjadi pedoman dalam pengembangan gagasan-gagasan yang akan dikemukakan.
5) Membuat kesimpulan
Kesimpulan harus merupakan pembuktian yang sukar dibantah. Kesimpulan tersebut harus membuktikan bahwa gagasan penulis benar membujuk, mendorong, serta meyakinkan pembaca untuk melakukan keinginan penulis.
Sumber:
Finoza, Lamuddin. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Gani, Husnah, dkk. 1987. Paket Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sulawesi Selatan: TIM Instruktur Bahasa Indonesia SMA Provinsi Sul-Sel.
Keraf, Gorys. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.
Surana. 1996. Materi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas I SMU. Solo: PT Serangkai Pustaka Mandiri.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.
Dalam bahasa Inggris kata to persuade berarti ‘membujuk’ atau ‘meyakinkan’. Bentuk nominanya adalah persuation yang kemudian menjadi kata serapan bahasa Indonesia persuasi (Finoza, 1993: 229).
Persuasi adalah suatu keahlian untuk mencapai suatu persetujuan atau kesesuaian kehendak pembicara dan yang diajak berbicara; lagi pula merupakan proses untuk meyakinkan orang lain supaya orang itu menerima apa yang diinginkan oleh pembicara atau penulis (Gani, dkk., 1987: 99) .
Menurut KBBI edisi keempat tahun 2011, persuasi adalah ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya; karangan yang bertujuan membuktikan pendapat.
Keraf (2001: 118) mengemukakan bahwa persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang. Tujuan akhirnya adalah agar pembaca atau pendengar melakukan sesuatu, maka persuasif dapat dimasukkan pula dalam cara-cara untuk mengambil keputusan. Mereka yang menerima persuasif harus mendapat keyakinan bahwa keputusan yang diambilnya merupakan keputusan yang benar, bijaksana, dan dilakukan tanpa paksaan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa persuasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik melalui bahasa lisan maupun tulis untuk memengaruhi orang lain melakukan sesuatu yang diinginkan oleh pembicara maupun penulis. Dalam kegiatan menulis khususnya pada karangan persuasif, yaitu berisi hal-hal yang bersifat memengaruhi pembaca atau orang lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh penulis.
b. Dasar-dasar Persuasi
Aristoteles (dalam Keraf, 2001: 121) mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengadakan persuasi, yaitu:
1) watak dan kredibilitas;
Dalam pergaulan antarmanusia, karakter atau watak merupakan salah satu faktor yang selalu harus diperhitungkan. Watak dan seluruh kepribadian pembicara atau penulis dapat diketahui dari seluruh pembicaraan atau paragrafnya. Gaya yang dipakai, pilihan kata, struktur kalimat, tema, dan sebagainya merupakan keseluruhan atau totalitas pengarang atau pembicaranya. Kemantapan berbicara, keteraturan proses berpikirnya, dan bahasa yang dipergunakan semuanya akan mencerminkan latar belakangnya.
Kepercayaan (kredibilitas) terhadap pembicara atau penulis akan timbul, bila hadirin tahu bahwa pembicara mengetahui dengan baik persoalan yang tengah dibicarakannya; bila hadirin tahu bahwa pembicara tidak memeroleh keuntungan pribadi dari masalah yang dibicarakan. Kepercayaan juga akan timbul bila pembicara atau penulis jujur pada hadirin; bila ia dengan terbuka menjawab semua pertanyaan dan menerima semua kritik yang dilontarkan secara simpatik.
Singkatnya, orang yang akan mengadakan persuasif harus memiliki kualitas yang baik dan tepercaya dalam segala hal, memiliki watak yang baik dan tepercaya, kemampuan berpikir secara teratur, selalu memerlihatkan simpati, sikap memercayai orang lain, dan sebagainya.
2) kemampuan mengendalikan emosi;
Pengertian mengendalikan emosi di sini harus diartikan baik sebagai kesanggupan pembicara untuk mengobarkan emosi dan sentimen hadirin, maupun kesanggupan untuk merendahkan atau memadamkan dan sentimen itu bila perlu.
Meskipun persuasif diarahkan kepada pengendalian emosi, haruslah diingat pula bahwa pengarahan persuasi kepada emosi, janganlah menjadi inti keseluruhan persuasif. Emosi tidak boleh digalakkan sedemikian rupa sehingga hadirin tidak diberi kesempatan untuk berpikir atau menilai persoalan. Logika, perincian fakta yang dijalin dengan sentuhan emosi sudah sanggup menimbulkan tenaga yang dahsyat. Emosi haruslah menjadi alat untuk mencapai kesepakatan, jangan dijadikan tujuan.
Sering kita menghadapi kenyataan bahwa massa atau orang-orang yang diajak bicara dapat terpancing oleh hasutan-hasutan emosional sehingga tanpa sadar mereka melakukan apa saja yang sebenarnya ditargetkan secara diam-diam oleh pembicara. Emosi yang dikobarkan tanpa landasan kematangan ilmiah dan kematangan moral, sukar dikendalikan. Sebab itu, secara moral dan bertanggung jawab, pembicara atau penulis harus menyiapkan isi yang sesuai dengan maksud yang akan dicapai persuasinya itu.
3) bukti-bukti.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi agar pembicara dapat berhasil dalam persuasif adalah kesanggupan untuk menyodorkan bukti-bukti (evidensi) mengenai suatu kebenaran.
Bila dikaitkan dengan syarat nomor dua di atas, maka dapat dikatakan bahwa walaupun emosi merupakan unsur yang penting dalam persuasif, namun fakta-fakta tetap merupakan faktor yang dapat menanamkan kepercayaan untuk persuasif. Yang terpenting adalah bagaimana fakta yang sekadarnya itu disodorkan dapat dijalin dengan faktor-faktor emosional sehingga dapat tercapai maksud pembicara.
c. Ciri-ciri Tulisan Persuasi
Tulisan persuasi adalah tulisan yang dapat merebut perhatian pembaca, yang dapat menarik minat, dan yang dapat meyakinkan mereka bahwa pengalaman membaca merupakan hal yang amat penting. Ciri-ciri tulisan persuasi menurut Albert (dalam Tarigan, 2008: 113-114) antara lain, sebagai berikut.
1) Tulisan persuasi haruslah jelas dan tertib. Maksud dan tujuan penulis dinyatakan secara terbuka atau dikemukakan dengan jelas. Bahan-bahan diatur sedemikian rupa sehingga para pembaca mengalihkan perhatian pada sepenggal tulisan, seyogianyalah padanya ada beberapa pertanyaan yang jawabannya dapat ditemui segera di situ. Penulis yang memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sejak semula paling sedikit telah mulai beranjak ke arah persuasi. Dia telah membuat suatu permulaan yang baik dan teratur.
2) Tulisan persuasi haruslah hidup dan bersemangat. Segala sesuatu yang mempunyai daya tarik yang kuat terhadap indera hidup. Warna yang hidup enak didengar. Lebih khusus lagi, kata-kata yang hidup, cerah, bersemangat adalah kata-kata yang dapat menyentuh perasaan, suasana, pandangan, pikiran, selera, dan gairah. Penulis harus terampil memergunakan kata-kata yang hidup dan bersemangat dalam karyanya.
3) Tulisan persuasi beralasan kuat. Tulisan yang beralasan kuat berdasar pada fakta-fakta dan penalaran-penalaran. Bebas dari generalisasi-generalisasi yang hampa serta pendapat-pendapat yang tidak mempunyai dasar dan prasangka yang tidak-tidak.
4) Tulisan persuasi harus bersifat dramatik. Tulisan persuasif harus dapat memanfaatkan ungkapan-ungkapan yang hidup dan kontras-kontras yang mencolok. Penulis harus dapat menarik pembaca berjalan dari satu puncak ke puncak lain. Harus dapat menjaga agar perhatian pembaca tidak sempat kendor. Penulis harus dapat membuat konflik antara kebenaran yang didukungnya, serta menyalahkan yang bertentangan dengannya. Tulisan dramatik memang bersifat persuasif karena dapat menggugah perasaan para pembaca.
d. Langkah-langkah Menulis Persuasi
Surana (1996: 149) mengemukakan bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam menulis persuasi sebagai berikut.
1) Menentukan topik tujuan
Topik yang dikemukakan hendaknya dapat merangsang minat pembaca untuk mengetahui, memahami, dan pada akhirnya bersedia melakukan anjuran penulis yang tertuang dalam karangan. Topik karangan persuasi harus dirumuskan secara jelas dengan menggunakan bahasa yang singkat, tetapi mudah dipahami.
2) Menetapkan tujuan penulis persuasi
Karena tujuan persuasi harus jelas, maka perlu disertakan alasan yang kuat, bukti yang nyata utnuk meyakinkan pembaca bahwa pendapat dan sikap penulis itu benar.
3) Mengumpulkan bahan
Bahan yang dikumpulkan harus berdasarkan fakta. Kalau perlu dicari kesaksian dari orang yang dapat dipercaya. Pengumpulan bahan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan penelitian, yaitu dengan observasi, wawancara, membaca buku-buku, majalah, atau surat kabar. Akhirnya bahan yang terkumpul itu diseleksi serta dinilai secara logis dan kritis.
4) Membuat kerangka karangan (outline)
Susunan kerangka karangan persuasi harus sesuai dan logis. Oleh karena itu, perlu dibuat kerangka karangan yang akan menjadi pedoman dalam pengembangan gagasan-gagasan yang akan dikemukakan.
5) Membuat kesimpulan
Kesimpulan harus merupakan pembuktian yang sukar dibantah. Kesimpulan tersebut harus membuktikan bahwa gagasan penulis benar membujuk, mendorong, serta meyakinkan pembaca untuk melakukan keinginan penulis.
Sumber:
Finoza, Lamuddin. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Gani, Husnah, dkk. 1987. Paket Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sulawesi Selatan: TIM Instruktur Bahasa Indonesia SMA Provinsi Sul-Sel.
Keraf, Gorys. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia.
Surana. 1996. Materi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas I SMU. Solo: PT Serangkai Pustaka Mandiri.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.
No comments:
Post a Comment