Wednesday 3 June 2015

[Hunhan Fanfiction] Pretty Boy (Chapter 1)

This is hunhan fanfiction, Sehun & Luhan as main cast. 
Rated T for now. 
I don't own anything except the story line.
Happy reading~

-Chapter 1-

Hari ini adalah hari yang istimewa bagi Luhan, seorang siswa SMA dengan tinggi 178 cm, tubuh kurus, dan rambut pendek cokelat karamel. Luhan adalah seorang ketua kelas di kelas XII-1 yang merupakan kelas unggulan di sekolahnya. Luhan memiliki wajah yang kecil, mata bulat dengan bulu mata yang lentik, hidung kecil, dan bibir plum merah muda alami. Semua yang mengenalnya akan setuju bahwa Luhan adalah pria yang cantik. Walaupun Luhan sangat keberatan dengan hal itu.

Lalu mengapa hari ini menjadi istimewa bagi seorang Luhan? Jawabannya adalah karena hari ini Luhan akan menembak (baca:menyatakan cinta) pada seorang gadis yang disukainya. Gadis yang beruntung itu bernama Hyeri, seorang siswi kelas XII-3 berambut panjang sebahu dengan lesung pipit yang manis. Luhan dan Hyeri sudah mengenal cukup lama. Lebih tepatnya saat keduanya bergabung dalam organisasi intra sekolah (OSIS). Mereka sudah cukup akrab sebagai teman sampai di suatu waktu Luhan menyadari bahwa ia tak lagi menganggap Hyeri sebagai teman biasa. Luhan jatuh cinta.

Hari yang cukup sibuk bagi Luhan dalam mempersiapkan segalanya. Mulai dari membuat spanduk bertuliskan ‘Hyeri, would you be my girlfriend’ dengan warna pink kesukaan Hyeri. Spanduk itu dipasang di dekat jendela ruang OSIS dalam keadaan tergulung dengan sebuah tali penghubung yang apabila ditarik, akan membuat spanduk itu terbuka dan menampakkan isinya. Luhan pun menyiapkan setangkai bunga mawar merah dan sekotak cokelat yang ia simpan di atas meja. Kurang lebih sepuluh menit lagi Hyeri akan datang. Luhan tentu tidak ingin terlihat berantakan. Karena itu, Luhan merapikan rambut dan pakaian seragam sekolahnya di kamar mandi sambil melatih beberapa kalimat yang akan diucapkannya nanti. Setelah dirasa siap, Luhan kembali ke ruang OSIS.

“Yak!! Oh Sehun!!!” kedua mata Luhan membulat terkejut mendapati sosok pemuda tinggi dengan rahang tegas, hidung mancung, dan bibir tipis itu sedang memakan cokelat yang Luhan simpan di sana. Pemuda yang merasa disebut namanya itu hanya menoleh dengan ekspresi datar dan mulut yang masih mengunyah cokelat.

“Oh, hai Lu.” Sapa Sehun tanpa dosa.

Luhan menghampiri Sehun dan menatap nanar kotak cokelat yang telah habis itu. Luhan tidak menyangka cokelat berisi sepuluh butir berbentuk love itu habis tanpa sisa. Padahal Luhan hanya meninggallkannya sebentar, tak sampai lima menit. Luhan pun beralih menatap Sehun tajam.

“Kau! Kenapa kau makan cokelatku?!” tanya Luhan emosi.

“Aku tidak tahu itu milikmu. Kukira memang untuk dimakan di sini. Mian.” Ucap Sehun dengan cuek.

“Aisshhh... Dasar kau! Bagaimana sekarang? Aku tidak mungkin hanya memberinya bunga.” Guman Luhan kesal.

“Memangnya akan kau berikan pada siapa?” tanya Sehun.

Luhan melirik teman sekelasnya itu sekilas, masih dongkol dengan Sehun. “Sudahlah, bukan urusanmu!”

Tak lama kemudian, suara tapak sepatu terdengar mendekat. Luhan yakin seratus persen kalau orang itu adalah Hyeri.

Gawat! Luhan segera mengambil kotak cokelat dan bunga mawar di atas meja kemudian menarik Sehun bersembunyi di balik lemari buku. Sehun yang ditarik tidak bisa berbuat banyak terlebih karena Luhan menutup mulutnya. Dengan nafas yang tersengal-sengal, Luhan mencoba tenang dan mengetik pesan di ponselnya setelah mengisyaratkan kepada Sehun untuk tetap diam.

Hyeri berhenti di depan pintu, lalu mengeluarkan ponselnya yang berbunyi dari saku jas almamater. Sebuah pesan masuk.

“Siapa?” tanya Suzy, teman yang menemaninya ke ruang OSIS.

“Luhan. Katanya ia tidak jadi menemuiku hari ini.” ujar Hyeri.

“Kenapa?” tanya Suzy lagi.

“Entahlah. Aku juga tidak peduli. Aku malas bertemu dengannya.”

“Wae? Bukankah kalian dekat? Aku kira kalian pacaran.”

“Pacaran? Jangan membuatku tertawa Suzy-ah. Aku tidak mungkin pacaran dengannya. Wajahnya saja lebih cantik dariku. Bisa-bisa aku mati karena iri.”

“Lalu kenapa kau masih dekat dengannya?” tanya Suzy lagi.

Hyeri tersenyum sambil memegang kedua bahu Suzy, “Dengarkan aku, Suzy. Kau tahu Luhan itu pintar kan?” Suzy mengangguk. “Karena itulah aku dekat dengannya. Dia bisa kumanfaatkan untuk menaikkan nilai ujianku nanti.”

“Heoh? Serius? Jadi, nilai yang kau dapat dari ujian kemarin itu...”

Hyeri mengangguk. “Itu karena Luhan memberiku kisi-kisi soal ujian yang akan muncul nanti.”

“Daebak! Lain kali bagi denganku juga ya!”

“Tentu!”

Hyeri dan Suzy pun meninggalkan ruangan OSIS. Sementara dua pemuda yang masih bersembunyi di belakang lemari itu masih tak beranjak dari tempatnya. Luhan menunduk, kotak cokelat dan bunga mawar di tangannya jatuh begitu saja. Matanya menatap kedua ujung sepatunya datar ditemani alunan musik rock dari earphone yang dipasangkan Sehun di telinganya beberapa menit yang lalu.

Sehun terdiam. Tapi ia tidak sebodoh itu untuk menyadari apa yang terjadi. Oleh karena itu, ia memberikan earphone yang sedari tadi menggantung di lehernya pada Luhan yang kemudian menatapnya dengan senyum yang dipaksakan lalu kembali menunduk. Sehun tak bicara apa-apa. Ia membiarkan pemuda yang lebih pendek darinya itu larut dalam pikirannya sendiri. Menurut Sehun, itulah yang paling diinginkan oleh seseorang yang baru patah hati: waktu untuk sendiri.

Matahari mulai kembali ke peraduannya saat Luhan dan Sehun duduk di salah satu meja restoran dengan dua mangkuk ramen di hadapan mereka. Ramen dengan tingkat kepedasan maksimal sehingga kuahnya tampak berwarna merah menantang. Luhan mengambil sumpitnya lalu mulai menjepit beberapa mie yang masih panas. Pipi Luhan menggembung sambil meniup-niup mie itu sebelum dimasukkan ke dalam mulut mungilnya.

‘Sluruppp..’ “Wah...” Luhan menelan suapan pertamanya dengan senang walaupun rasa pedas sudah terasa di tenggorokannya. Sementara Sehun hanya tersenyum tipis melihatnya sambil memakan ramen yang tidak sepedas ramen Luhan dengan tenang.

“Ini pedas sekali, hahaha” Luhan tertawa setelah mie ramennya habis. Bibirnya memerah dan keringat bercucuran dari pelipisnya. Luhan meneguk air putih cepat-cepat. “Terima kasih sudah mentraktirku, Sehunna.”

“Tidak masalah.” Ujar Sehun sambil tersenyum tipis. Sehun dapat melihat Luhan beberapa kali menyeka liquid bening di sudut matanya sambil berguman ‘pedas sekali’ dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sehun tahu Luhan sedang menangis. Hanya saja hal itu ditutupi dengan alasan kepedasan. Tentu, Luhan tidak ingin terlihat cengeng. Padahal Sehun tidak masalah dengan hal itu. Menurutnya, anak laki-laki boleh saja menangis. Karena bagaimanapun mereka juga manusia yang punya perasaan.

Luhan dan Sehun berpisah di bus. Luhan turun lebih awal setelah mengucapkan kata terima kasih pada Sehun. Sedangkan Sehun turun dua puluh menit setelahnya. Sehun berjalan pulang menuju apartemennya yang terletak di lantai 12. Apartemen mewah dengan gaya minimalis menjadi tempat tinggalnya. Sehun tinggal seorang diri karena memutuskan untuk hidup mandiri di usianya ke 15 dua tahun yang lalu. Setelah sampai, Sehun segera menuju kamarnya. Menghempaskan tas ranselnya di atas meja belajarnya lalu membuka jas almamaternya. Kemudian ia berjalan menuju rak buku yang terletak di salah satu sisi kamar, mengambil beberapa buku di rak paling atas lalu menekan tombol tersembunyi di balik buku tersebut. Perlahan rak buku itu bergeser dan memperlihatkan sebuah ruangan dengan pencahayaan yang minim. Sehun memasuki ruangan itu, seketika ia tersenyum melihat foto-foto yang memenuhi ruangan tersebut. Foto seorang pemuda berambut cokelat karamel yang sedang berpidato di depan kelas merupakan foto terakhir yang diambilnya kemarin terpajang rapi bersama ratusan foto lainnya. Ada sedikit penyesalan karena Sehun tidak bisa mengambil foto apapun hari ini. Tapi, bukan masalah baginya. Ia masih memiliki sembilan butir cokelat berbentuk love yang masih terbungkus kertas alumunium di saku celananya.

Sehun mengeluarkan cokelat itu dari sakunya dan menyimpannya bersama beberapa barang lainnya. Di dekat pulpen, buku, jam tangan, dan baju olahraga. Sehun tersenyum puas melihat semua barang yang bukan miliknya itu. Tangannya bergerak mengangkat baju olahraga, memeluknya erat dan menghirup aroma vanilla yang masih tertinggal.

“Kau milikku, Luhan.” Ucapnya pelan.


-TBC-


NB: Wah, sebenarnya saya pernah berpikir untuk tidak menulis fanfiction hunhan lagi. Tapi, koneksi hunhan di medsos itu bikin tangan gatal buat ngetik. Jadi dah fanfic abal-abal ini. Oya, fanfic ini gak akan panjang2 amat. Kurang dari 10 chapter (mungkin). 
Thanks for reading... See u next chap!


4 comments:

Unknown said...

kyaaaa ternyata sehun diam2...😂
maaf thor, baru kali ini aku komen setelah beberapa kali baca ff di blog ini. intinya keren2 semja ff yg aku baca :3

Shaoran said...

Iya gapapa, justru aku yg berterimakasih karna kamu sudah menyempatkan waktu membaca ff ini :D

Unknown said...

Wah kayaknya seru deh..

Unknown said...

Wah kayaknya seru deh..

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...