Wednesday 17 June 2015

[Hunhan Fanfiction] Pretty Boy (Chapter 6)

Hunhan Fanfiction, Sehun & Luhan as main cast
BL, yaoi, rated T for now
I just own the story
Don't like, don't read
Happy reading~ ~





-Chapter 6-

“Aku tidak akan bertanya apa-apa. Istirahatlah.”

Itulah kalimat yang dilontarkan Sehun setelah membawa Luhan ke apartemennya. Sehun memberikan sebuah kamar yang memang disediakan untuk tamu yang ingin menginap pada Luhan. Memintanya untuk beristirahat karena mereka harus mengikuti ujian besok. Luhan menurut. Ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang seprei biru tua dan berselimut hingga dada. Luhan menghela nafas panjang. Matanya menerawang ke langit-langit kamar. Memikirkan bagaimana ia harus bersikap di depan Sehun. Sesungguhnya, ia malu. Malu karena Sehun telah mengetahui segalanya.

Sehun berjalan ke dapur, mengambil air putih untuk menghilangkan dahaga sekaligus amarah yang masih terpendam. Ia tak habis pikir bagaimana bisa seorang ayah melakukan hal seperti itu pada anaknya sendiri? Pada darah dagingnya sendiri? Sehun bisa membayangkan bagaimana tertekannya Luhan selama ini. Tapi namja rusa itu selalu berpura-pura baik-baik saja dan tersenyum seperti tak ada masalah. Sehun menyesali kebodohannya yang tak peka pada keadaan Luhan. Terlebih, Luhan lebih dari sekadar teman baginya.

Sehun menelpon orang suruhannya lagi, menyuruh mereka mengambil barang-barang Luhan dan membawanya ke apartemen. Luhan tidak boleh berada di rumah itu lagi. Sehun tidak akan membiarkannya.

Esoknya, 06.30 A.M. KST.

“Pagi.” Sapa Sehun sambil tersenyum saat melihat Luhan keluar dari kamar. Luhan tersenyum canggung saat Sehun memanggilnya duduk di meja makan untuk sarapan. Mereka telah berpakaian seragam sekolah. Walaupun Luhan sempat heran melihat semua barang-barangnya sudah berada di kamar.

Sehun menuangkan madu di atas pancake. “Maaf. Aku hanya bisa membuat ini. Kuharap kau menyukainya.”

“Gumawo.” Luhan mulai memotong pancake itu dengan sendok dan memakan potongan pertama. Rasa manis dan lembut melumer di dalam mulutnya. “Ini enak.”

“Jinja?” Sehun ikut memakan pancake miliknya. “Ya. Tidak terlalu buruk. Syukurlah.”

Luhan tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari piring di depannya, lalu memakan potongan kedua. “Oh ya, Sehunna. Barang-barangku...”

“Aku mengambilnya semalam karena kupikir kau pasti membutuhkannya.” Sehun meneguk susu vanillanya. “Kuharap kau tidak keberatan.”

Luhan menggeleng pelan. “Tidak. Tapi, Sehunna... Apa kau tidak keberatan aku tinggal di apartemenmu?”

Sehun mengalihkan pandangannya menatap Luhan. Luhan menunduk sendu tanpa memandang Sehun. Sejak tadi seperti itu, membuat Sehun sadar bahwa Luhan tak ingin menatapnya.

“Luhan.” panggil Sehun lembut. Luhan mau tak mau mengangkat kepalanya untuk melihat Sehun. Sehun tersenyum, “Aku sama sekali tidak keberatan. Justru aku senang menerimamu di sini.”

Luhan mengulas senyum tipis mendengarnya. “Gumawo, Sehunna.” ucapnya pelan. Mereka pun melanjutkan sarapan tanpa sedikitpun membahas masalah Luhan. Sehun tahu akan datang saatnya untuk Luhan bercerita padanya. Sehun akan menunggu hingga saat itu tiba. Yang penting sekarang, Sehun ingin bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa agar Luhan merasa nyaman bersamanya.

***

Kyungsoo kembali ke kelas, membawa beberapa buku dibantu Jongin di belakangnya. Kyungsoo meletakkan buku-buku itu di meja guru, lalu berbalik menatap Jongin dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

“Sudah kubilang, aku tidak mau. Kau ini keras kepala juga ya. Apapun yang kau lakukan tidak akan membuatku berubah pikiran, tahu?” kata Kyungsoo serius. Jongin yang ditatap itu hanya nyengir kuda sambil meletakkan buku-buku yang dibawanya di atas meja.

“Aku tahu, Kyungsoo-ya. Aku tidak akan memaksa. Kalau kau tidak mau, aku bisa mengajak Luhan saja.”

“Mwo?!”

Jongin segera menarik Luhan yang kebetulan baru memasuki kelas setelah istirahat bersama Sehun. Luhan yang ditarik itu hanya mengikut dengan ekspresi bingung yang kentara.

“Luhannie... Kau mau menemaniku ke Lotte World, kan?” tanya Jongin semangat, mengabaikan kedua orang di sana yang menatapnya tidak percaya. Terlebih Sehun. Apa-apaan si hitam itu memanggil Luhan dengan Luhannie? Menyebalkan.

“Mwo? Lotte World?”

“Yup. Kyungsoo tidak mau ikut. Jadi, kupikir aku mengajakmu saja. Kau mau kan’?”

Luhan terdiam, berpikir sejenak. Namun, sebelum ia membuka mulutnya, kedua orang di sana sudah lebih dulu menginterupsi.

“Aku ikut!” kata Kyungsoo dan Sehun hampir bersamaan. Membuat Jongin dan Luhan melihat mereka dengan tatapan terkejut tidak percaya. Bahkan Sehun dan Kyungsoo juga tidak percaya akan apa yang baru saja keluar dari mulut mereka.

Jongin menyunggingkan senyum tampannya, “Arrasso. Kalian boleh ikut. Lebih banyak, lebih baik. Bukan begitu, Luhannie?”

Luhan hanya mengangguk pelan.

“Baiklah. Kita pergi sepulang sekolah. Sekalian refreshing sehabis ujian.” kata Jongin. Ketiga orang di sana hanya mengangguk mengerti.

***

Lotte World terletak di Songpa-gu, Seoul, merupakan theme park indoor dan outdoor terbesar di Korea. Terdapat beragam wahana yang dapat dinikmati pengunjung di sana. Ice skating salah satunya. Sehun, Luhan, Jongin, dan Kyungsoo telah berada di sana dengan perlengkapan lengkap. Mulai dari jaket parasut dan beanie untuk mencegah suhu dingin memasuki tubuh mereka, hingga sepatu skating dengan warna hitam untuk Sehun dan Jongin serta biru untuk Luhan dan Kyungsoo.

“Kemari, Luhannie. Aku akan mengajarimu.” Jongin menarik tangan Luhan bangkit dari tempat duduknya. Luhan yang memang tidak tahu bermain ice skating terkesiap dan segera menggenggam tangan Jongin erat agar tidak terjatuh. Jongin mulai meluncur mundur, perlahan-lahan membimbing Luhan yang bergerak sangat kaku. Mereka menjauh dari tempat duduk ke tengah-tengah arena seluncur dengan dua pasang mata yang terus menatap mereka tajam.

Kyungsoo mendengus sebal, “Oh, lihatlah. Mereka tampak seperti sepasang kekasih sekarang.”

“Kau cemburu?” tanya Sehun.

Kyungsoo menoleh menatap pemuda itu, “Tidak. Untuk apa? Jongin bukan siapa-siapa untukku.” ujar Kyungsoo lalu kembali melihat ke depan.

“Bodoh. Kalau kau terus seperti itu, Jongin bisa benar-benar memiliki kekasih. Apa kau rela?” tanya Sehun lagi.

Kyungsoo menatapnya kesal, “Mwoya? Kau ini sok sekali, Sehun. Padahal kau juga sama. Aku tahu kau menyukai Luhan.”

“Memang. Tapi paling tidak aku tidak berpura-pura membencinya, sepertimu. Sekarang lebih baik kita susul mereka sebelum mereka terlalu dekat. Okey?” Sehun bangkit dari duduknya dan mulai meluncur menuju ke tengah arena, disusul Kyungsoo di belakang dengan wajah cemberutnya. Ada ketakutan jikalau apa yang dikatakan Sehun itu terjadi. Jongin menyukai Luhan? Oh, tidak. Jangan sampai itu terjadi.

“Berhenti, Jongin. Aku ingin istirahat.” Luhan membungkuk sambil memegang kedua lututnya. Jongin menurut dan berhenti berseluncur.

“Kurasa usahamu berhasil.” Luhan melihat Kyungsoo dari kejauhan mendekat ke arah mereka, “Membuat Kyungsoo cemburu.”

“Kau tahu?” Jongin terkejut. “Mianhe, Luhan. Aku hanya...”

“Tidak apa-apa. Aku mengerti.” Luhan tersenyum. “Semoga kau berhasil mendapatkan pororo-mu.”

Jongin ikut tersenyum menatapnya, “Gumawo, Luhannie.”

“Hei, berhentilah memanggilnya Luhannie.” Sehun menginterupsi, menatap Jongin dengan deathglare-nya. Lalu beralih menatap Luhan penuh kelembutan, “Biar aku yang mengajarimu. Tidak apa-apa kan?”

Luhan mengangguk setuju. “Ayo.”

Sehun dan Luhan pun beranjak meninggalkan Jongin. Tak lama kemudian, Kyungsoo datang dan menubruk tubuh Jongin hingga membuatnya oleng dan terjatuh dengan bokong mendarat sempurna di atas es.

“Aaakh! Kyungsoo-ya, kau...”

“Omo! Mianhe, Jonginna. Aku tidak sengaja.” Kyungsoo mengulurkan tangannya untuk membantu Jongin berdiri. Tapi Jongin dengan sifat jailnya, bukannya bangkit, malah menarik tangan Kyungsoo hingga pemuda imut itu ikut terjatuh di atas dadanya.

“Yak!” Belum sempat Kyungsoo memaki, ia segera dikejutkan oleh Jongin yang memeluknya tiba-tiba. Membuat bibir Kyungsoo yang terbuka segera menutup rapat, terpaku.

“Kau hangat, Kyung. Aku suka.” bisik Jongin tepat di telinga Kyungsoo, membuat pemuda bermata owl itu merona hebat.

“Bodoh.” Kyungsoo segera melepaskan pelukan Jongin dan bangkit dari posisinya. Jongin tersenyum melihat Kyungsoo yang tampak sangat menggemaskan dengan pipi yang merona.

“Aigoo... Kau lucu sekali kalau sedang malu-malu begitu, Kyung.” Jongin berdiri. “Kau membuatku ingin memakanmu, tahu?” Jongin lalu mendekatkan tubuhnya kepada Kyungsoo, memasang wajah seperti seekor singa yang akan menerkam buruannya.

“Dasar gila!” Kyungsoo segera meluncur menjauhi Jongin. Menyembunyikan detak jantungnya yang berdebar lebih cepat dari biasanya.

“Tunggu aku!” Jongin bergerak meluncur menyusul Kyungsoo. Sementara Luhan tersenyum melihat pemandangan itu dari kejauhan.

“Tampaknya tak lama lagi mereka akan menjadi sepasang kekasih.” kata Luhan.

“Benar.”

“Hunna... Aku tidak mau main lagi. Ayo kita menepi.”

“Baiklah.” Sehun pun memegang tangan Luhan, membantunya meluncur hingga ke tepi. Menjadi objek pemandangan yang menarik perhatian para pengunjung, terutama kaum hawa. Mereka mengagumi betapa tampannya pemuda yang lebih tinggi itu.

“Hei, Sehunna. Kau merasa tidak para wanita itu memperhatikanmu sejak tadi?” tanya Luhan seraya melepas sepatu skatingnya.

“Entahlah. Aku tidak begitu memperhatikannya.” ujar Sehun setelah mengganti sepatu skatingnya dengan sepatu kets sekolah.

“Aku benar. Coba lihat mereka. Kurasa kau bisa memilih salah satu untuk jadi kekasihmu.” Luhan melirik ke kanannya.

Sehun melihat sejenak ke arah itu, lalu kembali menatap Luhan. “Seleramu buruk, Lu.”

“Wae? Kurasa gadis berambut hitam panjang itu lumayan. Kau akan terlihat serasi dengannya.”

“Sudahlah, Luhan. Aku tidak ingin membahas gadis manapun. Lebih baik kita ke restoran saja. Aku lapar.” Sehun pun menarik tangan Luhan meninggalkan arena ice skating. Luhan hanya mengikutinya tanpa berbicara apa-apa lagi.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam saat Sehun dan Luhan memutuskan untuk pulang. Jongin dan Kyungsoo pun sudah pamit lebih dahulu meninggalkan Sehun dan Luhan berjalan ke halte. Sampai di halte, Sehun dan Luhan duduk menunggu bus mereka datang. Halte itu sudah sepi karena sudah lewat jam pulang kantor. Jalanan pun hanya dilalui dua-tiga mobil saja.

Luhan menghela nafas berat, matanya menatap jalanan. “Sehunna...”

Sehun menoleh menatap Luhan yang duduk di sisi kirinya, “Hmm?”

“Aku ingin bercerita padamu.” Suara Luhan terdengar lemah. Sehun terdiam menunggu Luhan. Mungkin ini saatnya kekasih hatinya itu bercerita tentang masalah yang ia alami.

“Ayahku, sebenarnya orang yang baik. Dia salah satu sosok pahlawan yang kukagumi sejak kecil.” Luhan tersenyum tipis, hanya sepersekian detik sampai wajahnya kembali sendu. “Walaupun menjadi anak tunggal di keluarga, tapi aku merasa bahagia karena kedua orang tua yang begitu menyayangiku. Semuanya baik-baik saja sampai...”

Luhan menunduk mengingat kembali peristiwa yang memilukan baginya. “Ibuku meninggal dalam kecelakaan. Ayahku, menjadi orang yang paling terpukul dan tidak bisa menerima kenyataan itu. Dia berubah. Lebih sering berada di luar rumah dan jarang pulang. Minum minuman keras menjadi salah satu hobinya. Dan jika dia sudah kehilangan akal sehatnya... Dia... melihatku sebagai sosok ibuku, karena aku memang sangat mirip dengannya. Lalu...”

Luhan semakin menunduk dalam, “Dia... Dia... memaksaku untuk...” Luhan menggigit bibirnya sendiri, menahan isak tangis yang terpendam di dadanya. Sehun terdiam, mendekatkan duduknya dengan Luhan, dan mengulurkan tangannya mengelus pundak Luhan pelan, menenangkan namja itu.

Luhan menghela nafas berat, “Kau tahu apa yang dia lakukan... Tapi, entah mengapa aku tidak bisa membencinya. Aku tetap menganggapnya sebagai ayahku. Aku selalu berpikir kalau itu bukan kesalahannya. Semua itu karena wajahku sangat mirip dengan ibuku. Itulah sebabnya aku semakin membenci diriku sendiri. Terlebih wajahku, aku benci melihat wajahku sendiri...”

***

Sehun kesulitan tidur malam ini. Pikirannya terus tertuju pada Luhan dan bagaimana namja itu menangis di depannya sambil mengutuk mengapa dirinya harus dilahirkan dengan wajah cantik. Padahal Sehun sangat mengagumi semua yang ada pada Luhan, termasuk wajahnya yang lebih cantik dari gadis manapun. Tapi Sehun tak dapat mengatakan apapun dan hanya bisa menjadi pendengar yang baik sambil menenangkan pemuda itu.

Sehun bersiap berangkat ke sekolah saat ia menemukan meja makan telah tersaji makanan kecil yang cukup untuk sarapan. Mulai dari roti selai cokelat hezelnut, nasi goreng kimchi, dan secangkir teh lemon yang masih hangat. Sehun mengambil sebuah kertas note di atas meja. Sebuah pesan tertulis di sana.

Sehunna. Aku berangkat lebih awal. Jangan lupa habiskan sarapanmu. Sampai bertemu di sekolah!

Sehun tersenyum, menarik salah satu kursi dan duduk di sana. Memakan sarapan yang disediakan Luhan untuknya.

Sekolah telah ramai saat Sehun menginjakkan kakinya di kelas. Matanya sibuk mencari sosok Luhan. Namun, tak menemukan keberadaan namja itu di sana. Sehun pun menghampiri Jongin yang sedang duduk bersama Kyungsoo.

“Dimana Luhan?” tanya Sehun.

Jongin mengindikkan bahunya tidak tahu. “Aku belum melihatnya.”

Sehun pun mengalihkan pandangannya pada Kyungsoo. “Aku juga belum melihatnya pagi ini.” jawab Kyungsoo.

Sehun menghela nafas, berniat keluar kelas namun bel yang berbunyi bersamaan dengan masuknya Kim Songsaenim memaksanya untuk duduk di tempatnya.

Sehun membuka tas ranselnya dan mengeluarkan buku dan alat tulisnya di atas meja. Lalu memasukkan tas ranselnya ke dalam laci meja. Saat itulah Sehun menemukan sebuah kotak kecil berwarna cokelat di sana. Biasanya Sehun tidak akan peduli mengingat ia telah biasa menerima hadiah dari penggemarnya. Namun, hati kecilnya mengatakan untuk membuka kotak kecil itu sekarang juga. Sehun menemukan sebuah jam tangan kulit berwarna cokelat dominan dan sebuah kertas. Sehun membuka kertas itu dan membacanya.

Sehunna, terima kasih telah membantuku selama ini.

Kau sahabat yang sangat baik. Aku menghargai semua bantuanmu.

Maaf, aku tidak bisa memberimu apa-apa sebagai balasan selain hadiah kecil ini.

Maaf, aku tidak sempat berpamitan denganmu di hari terakhirku di dunia.

Tapi aku akan selalu mengingatmu sebagai sahabat terbaikku. Terima kasih.


Jantung Sehun berdebar lebih cepat setelah membaca surat itu. Tak perlu menjadi orang jenius untuk memahami bahwa surat itu adalah salam perpisahan dari Luhan. Segera Sehun beranjak keluar kelas, tanpa memperdulikan teriakan sang guru yang menyuruhnya tinggal. Bersama kertas yang ia genggam erat, Sehun berlari cepat menaiki tangga menuju rooftop gedung sekolah. Ia bisa saja menunggu lift terbuka, namun hatinya tidak tenang. Mungkin berlari akan lebih cepat. Nafasnya berpacu dengan degup jantungnya yang berdebar dua kali lebih cepat. Untuk kali pertama dalam sepuluh tahun terakhir, Sehun berdoa dalam hati. Semoga Tuhan masih berbaik hati untuk tidak mengambil Luhan darinya. Semoga ia tidak terlambat. Semoga....

 
 
-tbc-

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...