Saturday 20 June 2015

[Hunhan Fanfiction] Pretty Boy (Chapter 7)

Hunhan Fanfiction, Sehun & Luhan as main cast
BL, yaoi, rated T for now
I just own the story
Don't like, don't read
Happy reading~ ~


-Chapter 7-


Untuk kali pertama dalam sepuluh tahun terakhir, Sehun berdoa dalam hati.

Sehunna, terima kasih telah membantuku selama ini.

Semoga Tuhan masih berbaik hati untuk tidak mengambil Luhan darinya.

Kau sahabat yang sangat baik. Aku menghargai semua bantuanmu.

Semoga ia tidak terlambat.

Aku akan selalu mengingatmu sebagai sahabat terbaikku. Terima kasih.

Semoga ia masih bisa bertemu Luhan dan mengungkapkan perasaannya.

Aku mencintaimu, Luhan. Jangan tinggalkan aku.

Tep. Sehun sampai di rooftop. Ia segera membuka pintu dan hembusan angin menerpa wajahnya yang dipenuhi keringat dingin. Matanya terpaku pada sosok namja yang berdiri membelakanginya. Hanya dengan melihat punggungnya pun Sehun tahu kalau namja itu adalah Luhan. Sehun segera berjalan cepat menghampiri pemuda itu. Menariknya menjauh dari pinggir tembok lalu mendekapnya. Luhan terkejut melihatnya.

“Se... Sehunna...”

Sehun hanya terdiam. Mengatur nafasnya yang memburu sambil memeluk Luhan erat hingga Luhan bisa mendengarkan detak jantung Sehun dari jarak yang begitu dekat.

“Sehunna...”

“Jangan tinggalkan aku, Luhan.” Suara Sehun terdengar serak tak seperti biasanya. “Aku takut, Lu. Aku takut kehilanganmu. Jangan lakukan itu. Kumohon...”

“Sehun...” Luhan mencoba melepaskan pelukan Sehun pelan. Namun, Sehun bersikeras untuk tetap memeluknya.

“Aku tahu ini berat untukmu. Tapi bunuh diri bukanlah jalan keluar, Luhan. Jangan lakukan itu.”

“Aku tidak punya alasan untuk tetap hidup, Hunna. Aku..”

“Aku. Tidak bisakah aku menjadi alasanmu untuk hidup?” Sehun melepaskan pelukannya. Memegang kedua bahu Luhan sambil menatap namja itu lekat. “Aku, Luhan. Aku ingin menjadi alasanmu untuk tetap bertahan hidup.”

“Sehunna...”

“Aku mengagumimu. Aku menyayangimu. Aku mencintaimu dengan segenap hatiku, Lu. Kau adalah segalanya bagiku. Jadi, bisakah aku... menjadi alasanmu untuk bertahan?”

Luhan terdiam, menatap kedua mata elang Sehun yang menatapnya penuh kesungguhan. Perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuhnya mendengar pengakuan Sehun. Ia tak pernah merasakan perasaan cinta yang ditunjukkan oleh orang lain selain kedua orang tuanya dulu. Sehun adalah orang pertama yang membuatnya menyadari bahwa ia masih pantas untuk dicintai.

Luhan tersenyum, dengan air mata yang menetes dari pelupuk matanya. Ia mengangguk pelan, membuat Sehun ikut tersenyum dan memeluknya erat.

“Terima kasih. Terima kasih, Lu.” ucap Sehun senang. Ia bersyukur Luhan mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Bersyukur Tuhan memberinya kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya pada Luhan. Dan bersyukur Luhan menerimanya. Sehun bersumpah akan membahagiakan namja dalam dekapannya ini.

***

Hop! Masuk!

Sehun kembali mencetak angka di sesi latihan basket di sekolah. Jam menunjukkan pukul 5 sore saat ia memutuskan untuk berhenti bermain. Sehun berjalan ke ruang ganti bersama Jongin, Chanyeol, Kris, Joonmyeon, dan Chen. Mereka bersiap mandi dan mengganti pakaian olahraga mereka.

“Kau tampak bahagia sekali hari ini, Hun. Ada apa?” tanya Jongin penasaran melihat temannya yang biasanya selalu berwajah datar itu terus menerus menampilkan senyum bahagia bahkan pada orang yang bukan temannya. Chanyeol yang berada di shower sebelah sedang asyik membasahi tubuhnya ikut memandang Sehun.

“Ani.” Sehun menolak untuk bercerita. Tapi Chanyeol tertawa melihatnya. “Aku tahu, kau pasti bahagia karena Luhan. Benar? Kurasa hanya itu satu-satunya alasan yang bisa membuatmu sebahagia itu.”

Jongin membulatkan matanya terkejut, “Mwoya? Kau dan Luhan...”

“Sok tahu kau, Yeol.” Sehun tidak ingin memperdulikan ucapan temannya itu. Ia memilih mengambil shampoo dan mencuci rambutnya yang sempat dibasahi keringat. Tapi ia tak menyanggah pernyataan Chanyeol, membuat Jongin mendengus kesal.

“Kau ini, Hun. Diam-diam sudah mendahuluiku. Menyebalkan.” ucap Jongin. Sehun hanya terkekeh mendengarnya.

“Kau berhutang mentraktir kami.” sambung Chanyeol.

“Arasso. Aku akan mentraktir kalian. Bagaimana kalau setelah ini kita ke restoran Italia di Myong-Dong?”

“Oke, deal. Aku akan mengajak teman-teman yang lain. Kalau bisa semua pengurus OSIS. Bagaimana?” tanya Jongin.

“Tak masalah.” ujar Sehun enteng.

“Assaaa!” Jongin berseru senang. Ia cepat-cepat mandi, karena perutnya sudah keroncongan minta diisi.

Di tempat lain, Luhan, Baekhyun, dan Kyungsoo telah selesai mengerjakan tugas kelompok mereka di perpustakaan. Baekhyun lebih dulu keluar dari perpustakaan sambil memakai tas ranselnya, diikuti Kyungsoo dan Luhan.

“Oh ya, Luhan. Kau darimana pagi tadi? Kenapa tidak masuk kelas?” tanya Kyungsoo.

“Mwo? Kau tidak masuk kelas, Lu? Wah, kau mulai nakal juga ternyata.” cengir Baekhyun.

“Hanya ada sedikit masalah.” jawab Luhan pelan sembari tersenyum tipis. Mereka berjalan pelan melewati koridor sekolah.

“Masalah apa, Lu? Apa berhubungan dengan Sehun? Kau tahu tidak, Sehun begitu panik melihatmu tidak ada di kelas. Dia keluar kelas tiba-tiba dan tidak kembali lagi setelahnya. Apa kau bersama Sehun?” tanya Kyungsoo lagi.

“Kyungsoo-ya. Kau ini. Tentu saja dia bersama Sehun.” Baekhyun mengalihkan pandangannya menatap Luhan jail. “Bagaimana? Apa dia sudah menyatakan perasaannya padamu?”

Luhan melihatnya terkejut, “Kau tahu darimana?”

Baekhyun tertawa, “Jadi, benar? Kau sudah jadian dengan albino itu? Akhirnya... dia berhasil juga merebut hatimu. Dia memang sudah cukup lama menyukaimu, Lu. Karena itulah dia menolak Hyeri waktu itu. Bagaimana mungkin dia menerima Hyeri saat di hatinya hanya ada dirimu?”

Luhan membulatkan matanya mendengar ucapan Baekhyun. Jadi, Sehun sudah lama menyukainya? Kenapa ia bisa tidak sadar? Semua perhatian yang diberikan Sehun, mengapa ia bisa tidak sadar itu karena Sehun menganggapnya lebih dari sahabat? Pantas saja Sehun tidak suka ketika ia membahas tentang Hyeri. Dan dengan bodohnya ia malah mengira Sehun menolak Hyeri karena Luhan menyukai Hyeri. Belum lagi, saat di Lotte World, Luhan memuji gadis lain yang terlihat sangat cocok bersanding dengan Sehun. Pantas saja Sehun bersikap begitu. Entah berapa banyak luka yang sudah ia goreskan pada namja itu.

“Oh, jadi kalian sudah menjadi sepasang kekasih? Woah.. Cukkae, Luhan. Kau mendahuluiku.” seru Kyungsoo senang tapi sedikit cemburu. Entah kapan dirinya dan Jongin menjadi sepasang kekasih.

Luhan hanya tersenyum menanggapinya. Tanpa mereka ketahui, seseorang telah menguping pembicaraan mereka sejak tadi. Seorang gadis yang sangat sakit hati mengetahui kenyataan itu. Gadis itu menatap benci ke arah Luhan dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

***

“Bersulang!” Semua pengurus OSIS telah berada di salah satu restoran Italia di Myeong-Dong. Mereka duduk memehuni dua buah meja panjang yang terletak di dekat jendela. Semua mengangkat gelas mereka, bersulang dengan soda dan meminumnya pelan.

“Kalian bisa memesan apa saja! Sehun yang traktir!” seru Jongin yang duduk di samping Kyungsoo.

“Serius, Hun?” tanya Minseok memastikan. Sehun mengangguk sambil tersenyum yakin, membuat Minseok yang memang hobi makan itu senang bukan main.

Mereka sibuk memesan makanan saat Luhan bertanya pada Sehun, “Kau serius, Hunna? Makanan di sini tidak murah, tahu?”

“Jangan khawatir, Lu. Ini tidak seberapa untukku. Kau mau makan apa, heum?”

Luhan berpikir sejenak. “Zucchino pronto saja.”

“Baiklah. Aku juga.” Sehun memesan zucchini pronto, roasted beet salad, dan house smoked salmon bruschetta. Sementara teman-temannya yang lain memesan makanan kesukaan mereka.

“Ngomong-ngomong, dalam rangka apa nih kau mentraktir kami?” tanya Joonmyeon penasaran. Semua anggota ikut menatap Sehun penasaran, termasuk para yeoja yang duduk berseberangan dengan meja mereka.

“Untuk merayakan hari paling membahagiakan untukku.” kata Sehun sambil tersenyum.

“Aku tidak tahu kau punya kekasih. Siapa orang yang beruntung itu?” tanya Kris.

Sehun ingin menjawab. Namun ia tahu Luhan belum siap dengan hal itu. Terlebih di sini ada Hyeri, yeoja yang pernah Luhan sukai. Luhan belum memiliki perasaan yang sama dengannya, Sehun tahu itu, dan ia tidak akan memaksakan kehendaknya pada Luhan. Baginya, asalkan Luhan sudah membuka diri dan menerimanya untuk berada di sampingnya, itu sudah lebih dari cukup.

“Kau ini mau tahu saja, Naga. Itu urusan pribadi. Not your bussiness, okay?” ujar Chanyeol.

“Well, i know. Siapapun dia. Aku mengucapkan selamat untuk kalian.” ucap Kris tulus, dibarengi anggukan teman-teman mereka yang lain.

“Thanks.” kata Sehun. Sementara Luhan hanya melihatnya dalam diam. Sehun memang terlihat sangat bahagia hari itu. Apa sebegitu besar arti dirinya untuk Sehun? Luhan tidak tahu. Namun, Luhan tidak menampikkan perasaannya tenang saat berada di samping Sehun.

***

Sehun dan Luhan berjalan pulang. Langit telah berubah menjadi gelap dihiasi bulan sabit dan bintang-bintang. Sehun melangkahkan kakinya lambat, mengimbangi langkah Luhan yang kecil. Tanpa berpegangan tangan seperti sepasang kekasih pada umumnya. Ya, Sehun cukup tahu diri untuk tidak melakukannya, walaupun beberapa kali tangannya tanpa sengaja bersentuhan dengan tangan Luhan yang terayun pelan.

“Sehunna...” panggil Luhan sambil menatap ujung sepatunya.

Sehun menoleh melihatnya, hanya diam menunggu Luhan menyelesaikan kalimatnya.

“Terima kasih.” ucap Luhan. Senyum terlukis di bibir dan matanya yang menyipit.

“Untuk apa?” tanya Sehun tidak paham.

“Semuanya. Kau sudah banyak membantuku, menyukaiku di saat aku menyukai orang lain. Bahkan, tetap menyukaiku saat mengetahui apa yang dilakukan ayahku. Terima kasih.”

Sehun terdiam sejenak. Menatap Luhan yang masih menunduk itu. Lalu tersenyum, “Justru aku yang berterima kasih, Lu. Terima kasih sudah terlahir ke dunia, terima kasih sudah bertemu denganku, dan terima kasih sudah menerimaku. Kau tidak bisa membayangkan betapa bahagianya aku saat ini, Lu. Aku sangat bahagia.”

Luhan mendongak, melihat namja yang lebih tinggi darinya itu tersenyum. Luhan pun tersenyum, lalu mengangguk pelan. “Ayo kita pulang.” ucapnya bersemangat. Luhan menautkan jari-jari tangan kanannya dengan jari-jari tangan kiri Sehun lalu kembali berjalan. Sehun sedikit terkejut dengan itu, tapi ia tak menolak. Jari-jari tangan Luhan terasa sangat pas berada di sela jari-jarinya. Sehun menggenggamnya erat. Mereka berjalan pulang dengan perasaan bahagia. Tanpa menyadari seseorang tengah mengintai mereka.

“Cih. Kalian bahkan telah tinggal bersama? Memalukan.” kesal gadis berambut panjang sebahu dengan lesung pipit itu. “Tapi apa yang dimaksud Luhan dengan mengatakan Sehun tetap menyukainya saat mengetahui apa yang dilakukan ayahnya? Memangnya apa yang dilakukan ayahnya?” Gadis itu berpikir, “Aku harus mencari tahu.”

***

Sehun dan Luhan baru menginjakkan kaki mereka di sekolah saat mata seluruh siswa tertuju pada mereka. Bukan Sehun, tapi Luhan-lah yang sebenarnya siswa-siswa itu tatap dengan dingin. Bahkan, langkah-langkah Luhan yang berjalan di koridor menuju kelasnya pun tak kalah mencekam, tatapan itu bertambah tajam seakan menusuknya. Sehun bukan tidak menyadari hal itu, hanya saja Sehun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai Kyungsoo menghampiri mereka dengan tergesa-gesa.

“Luhan...” Kyungsoo melihatnya panik, ada suatu hal yang jelas ingin Kyungsoo ucapkan, tapi tertahan di tenggorokannya.

Luhan menatapnya bertanya, “Ada apa, Kyung?”

Sehun ikut bertanya, “Ada apa?”

“Itu...” Kyungsoo membuang nafas, “Lebih baik kalian lihat sendiri di mading.”

Mendengar hal itu, Sehun dan Luhan pun berjalan cepat ke arah mading. Kyungsoo mengikuti mereka dari belakang. Siswa-siswa yang berkerumun di sana segera menyingkir, memberi jalan agar Sehun dan Luhan dapat melihat berita di mading itu dengan jelas.

Luhan, pria jalang yang melayani ayahnya sendiri.

Kedua mata Luhan membulat terkejut melihatnya. Sebuah cerita pendek yang terpajang dengan gambar kartun yang mirip dengannya dan seorang pria terpangpang jelas di sana. Luhan menunduk dalam, mendengar bisikan-bisikan yang jelas mempertanyakan kebenaran cerita itu. Sementara Sehun membuka paksa mading itu dan merobek-robek kertas itu hingga tak terbaca lagi. Amarahnya meluap sampai ke kepala.

“SIAPA YANG MELAKUKAN INI?!” Sehun mengedarkan tatapan tajamnya ke seluruh siswa yang menatapnya takut. Tangannya meremas kertas itu penuh amarah. Tak ada yang berani membuka suara. Mereka terdiam.

Luhan melangkah mundur, lalu berlari meninggalkan kerumunan siswa. “Luhan!!!” Sehun berlari mengejarnya.

Kyungsoo yang sedari tadi hanya terdiam memperhatikan, memungut kertas-kertas yang terjatuh di lantai, dibantu Jongin. Kerumunan siswa di sana pun membubarkan diri.

“Apa itu benar?” tanya Jongin entah pada siapa. Ia tahu Kyungsoo pun tidak tahu menahu tentang kebenaran cerita itu. Hanya saja mulutnya gatal untuk bertanya.

Kyungsoo menghela nafas, “Entahlah... Kurasa Luhan bukan orang yang seperti itu.”

Jongin mengangguk membenarkan. “Kalaupun itu benar, pasti ada alasan khusus dia melakukannya.”

***

“Luhan...” Sehun berjalan menghampiri Luhan yang duduk di pinggir tembok rooftop. Luhan hanya terdiam tak menjawab. Sehun mengambil tempat dan duduk di sampingnya. Saat itulah Sehun melihat kedua mata favoritnya itu telah sembab dan basah. Luhan menghapus air matanya kasar, namun entah mengapa bulir-bulir bening itu terus berjatuhan dari pelupuk matanya.

Sehun menarik Luhan dalam dekapannya. Membiarkan Luhan menangis sepuasnya. Sementara tangannya mengelus punggung Luhan lembut, menenangkan pemuda manis itu. Sehun tak berkata apa-apa. Ia membiarkan Luhan larut dalam pikirannya. Baginya, yang paling penting sekarang ia harus menemukan orang yang telah membuat kekasihnya terluka.

Tak lama kemudian, Luhan menarik diri. Menghapus air mata yang masih tersisa di wajahnya, “Aku cengeng, ya?” Luhan tersenyum tipis, “Mianhe, Sehunna. Bajumu jadi basah.”

“Tak apa.” Sehun tersenyum, jari-jarinya bergerak menghapus jejak air mata di wajah Luhan. “Jangan pikirkan apa yang mereka katakan, itu tidak penting. Mereka tidak mengerti yang kau alami. Jadi, jangan menangis lagi, hm?”

Luhan mengangguk pelan, lalu tersenyum. “Gumawo, Sehunna.”

Sehun ikut tersenyum, “Ingatlah aku akan selalu bersamamu.” Sehun menggenggam kedua tangan Luhan. Memberikan perasaan hangat di dalam lubuk hati Luhan. Luhan mengangguk sambil tersenyum, “Aku tahu.”

***

Sehun dan Luhan pulang ke apartemen setelah singgah di supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan. Rencananya malam ini Luhan akan memasak spagetti untuk makan malam mereka. Saat akan memasuki gedung apartemen itulah, Luhan melihat sesosok pria yang sangat dikenalnya. Langkahnya terhenti, membuat Sehun yang berjalan di sampingnya ikut berhenti dan menatapnya heran.

“Ada apa, Lu?” tanya Sehun. Luhan tak menjawab, matanya terpaku pada satu titik dan Sehun pun mengikuti arah pandang Luhan dan terkejut menemukan ayah Luhan berjalan menghampiri mereka.

“Luhan, anakku...” suara pria itu terdengar serak, matanya berkaca-kaca melihat anak semata wayangnya itu.

Luhan tak menjawab, bibirnya terlalu beku untuk terbuka, masih tak percaya ayahnya bisa menemukannya. Sehun melangkah ke depan Luhan, menghalangi penglihatan Luhan, dan menatap ayah Luhan tajam. “Siapa yang Anda sebut anak, ajusshi?” tanya Sehun menahan amarah yang kembali tersulut mengingat apa yang dilakukan ayah Luhan pada Luhan. “Seorang ayah tidak akan melecehkan anaknya sendiri.”

Ayah Luhan menunduk dalam, sejenak kemudian kedua lututnya menyentuh aspal, membuat Sehun dan Luhan terkejut melihatnya.

“Ayah minta maaf, nak. Ayah sudah kehilangan akal sehat ayah selama ini. Ayah menyesal. Pulanglah, nak. Apa kau tega melihat ayahmu sendirian?”

“Baba...” Luhan merasa iba melihat ayahnya. Namun, masih ada ketakutan kejadian itu akan terulang kembali. Sehun menggenggam tangan Luhan, menguatkannya. Sehun tidak akan membiarkan Luhan kembali ke rumahnya. Walaupun ayah Luhan sudah berlutut dan meminta maaf, tak ada yang bisa menjamin kejadian itu tidak akan terulang.

“Luhan, lebih baik kau pulang lebih dulu. Biarkan aku yang berbicara dengan ayahmu, hm?”

Luhan menatap Sehun sejenak, sebelum kemudian mengangguk pelan. Ia pun berjalan memasuki gedung apartemen tanpa mempedulikan suara ayahnya yang memanggilnya. Sehun menahan ayah Luhan agar tidak mengejar Luhan. Ayah Luhan hanya menatap pemuda asing di hadapannya tidak suka.

“Siapa kau? Kenapa kau ikut campur urusan keluargaku?!” tanya pria itu tidak terima melihat anaknya yang lebih menurut pada namja itu dibandingkan ayahnya sendiri. Sehun tidak menjawab, ia memilih mengajak pria itu ke kafe terdekat untuk bicara dan pria itu tak menolak.

“Aku Sehun, teman sekolah Luhan.” kata Sehun setelah mereka duduk berdua di sebuah kafe. “Orang yang memukul Anda tempo hari, kalau Anda ingat.”

Mata pria baya itu melebar mengingat kejadian dimana ia dipukul oleh seorang pemuda tempo hari. “Kau?!”

“Aku minta maaf sudah memukul Anda. Tapi aku tidak menyesal karena Anda memang pantas mendapatkannya.” Sehun menghela nafas, “Bahkan sekarang aku masih ingin memukul Anda jika mengingat kejadian itu.”

Ayah Luhan yang ingin marah, mengurungkan niatnya. Matanya hanya menatap kosong cangkir kopi di hadapannya. “Itu...” ada raut penyesalan mengingat kejadian itu.

“Aku tahu Anda melakukannya dengan tidak sadar akibat pengaruh alkohol. Tapi dapatkah Anda bayangkan trauma yang Luhan alami setelah kejadian itu? Luhan memang terlihat baik-baik saja. Tapi sebenarnya dia sangat terluka...”

Pria itu kembali menunduk dalam. Ia pun tak habis pikir mengapa ia tega melakukan hal itu pada anaknya sendiri.

Sehun melanjutkan kalimatnya, “Dia tidak membenci Anda karena menganggap bahwa semua itu adalah kesalahannya memiliki wajah seperti ibunya. Dia membenci dirinya sendiri. Bahkan sempat berencana untuk bunuh diri.”

Ayah Luhan terkejut, segera mendongakkan kepalanya menatap Sehun. “Luhan ingin bunuh diri?”

Sehun mengangguk pelan, “Ya. Tapi beruntung aku masih bisa mengurungkan niatnya.” Sehun meneguk minumannya, “Jadi, apa Anda masih menganggap diri Anda sebagai seorang ayah?”

Pria itu menunduk. Terdiam. Sehun bersuara lagi, “Apa Anda yakin kejadian itu tidak akan terulang?”

“....”

“Apa Anda benar-benar sudah terlepas dari alkohol?”

“....”

“Kurasa Anda sebaiknya menyembuhkan diri sendiri terlebih dahulu. Anda harus bisa terlepas dari kecanduan Anda terhadap alkohol dan membangun hidup Anda seperti sedia kala. Setelah itu, Luhan, mungkin akan bisa kembali kepada Anda. Bagaimanapun Luhan sangat menyayangi Anda, hanya saja dia masih trauma melihat Anda, Ajusshi.”

Pria itu mengangguk, “Kau benar, nak. Aku... belum menjadi ayah yang baik bagi Luhan. Aku... aku.. bahkan yang merusak anakku sendiri...” air mata pria baya itu tumpah, menyesal.

Sehun menghembuskan nafas lega, “Syukurlah jika Anda sudah sadar.”

Pria itu menghapus air matanya kasar, lalu menatap Sehun, “Tolong sampaikan permintaan maafku pada Luhan. Katakan padanya bahwa aku akan mengikuti rehabilitasi alkohol dan mungkin tidak akan bertemu dengannya untuk beberapa bulan ke depan. Katakan padanya untuk menjalani hidupnya baik-baik dan bantulah dia menyembuhkan trauma yang ia alami. Aku tahu kau memiliki perasaan yang sangat tulus lebih dari seorang teman padanya. Aku mohon jagalah dia dengan baik...”

Sehun mengangguk, “Pasti, ajusshi.”

Pria itu mengulas senyum tipis, “Terima kasih, nak.”

Sehun balas tersenyum. “Geundae, ajusshi... Darimana ajusshi mengetahui tempat tinggal Luhan sekarang?”

“Oh itu... Ada seorang gadis yang mengunjungiku tempo hari. Dia bilang dia adalah teman Luhan. Aku pun menceritakan padanya tentang peristiwa itu dan mengatakan aku ingin bertemu dengan anakku untuk meminta maaf padanya. Dia yang memberikanku alamat apartemen itu.”

Sehun mengangguk mengerti. Ia pamit pulang setelah berpesan kepada ayah Luhan untuk menjaga diri baik-baik. Pikirannya terus memikirkan tentang gadis itu. Pasti gadis itulah yang telah menyebarkan berita tentang Luhan di sekolah.

 
 
 
-tbc-

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...